Jasa BJ Habibie, UU Perlindungan Konsumen dan Larangan Iklan Rokok
- VIVA/Fikri Halim
VIVA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI turut berduka dengan meninggalnya Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, Rabu, 11 November 2019. Habibie dianggap menjadi tokoh yang mempercepat pengesahan Undang-Undangan Perlindungan Konsumen.Â
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, dalam konteks kepentingan publik, Habibie sangat berjasa dan meninggalkan warisan perlindungan konsumen, serta pengendalian tembakau di Indonesia. Itu terlepas dari kepakaran Habibie dalam konstruksi pesawat terbang yang diakui dunia.
Menurutnya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (RUU PK) disahkan menjadi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) di saat era Habibie. Padahal, sebelum disahkan pada tahun itu, UU tersebut telah dibahas selama 10 tahun.
"RUU PK yang sudah dibahas 10-an tahun sebelumnya, mengalami percepatan pengesahan saat Habibie menjabat sebagai Presiden RI ke-3," kata dia dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 13 September 2019.
Selain itu, lanjut dia, Habibie juga berjasa dalam pengendalian tembakau, karena waktu itu mampu menelurkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Substansi PP tersebut mengatur secara ketat pengendalian tembakau, terutama dari sisi iklan di media.
"Dan yang paling menohok adalah adanya larangan total iklan rokok di media elektronik. Regulasi ini menjadi sangat progresif untuk ukuran Indonesia. Namun sayangnya larangan ini tidak berumur panjang karena direvisi oleh Presiden Gus Dur dari semula dilarang total di media elektronik diturunkan hanya dilarang di luar jam 21.30-05.00 saja," tuturnya.
Atas dasar warisan Habibie itu, lanjut dia, YLKI meminta Presiden Joko Widodo untuk mengadopsi kebijakan perlindungan konsumen dan pengendalian tembakau. Dalam konteks perlindungan konsumen, YLKI meminta Presiden Jokowi untuk memperkuat kebijakan perlindungan konsumen di level struktur birokrasi di semua level kementerian, sebagaimana diterapkan di Malaysia dan Jerman, serta memperkuat pembiayaan perlindungan konsumen.
"Dalam konteks pengendalian tembakau, Jokowi juga seharusnya punya nyali untuk melarang total iklan atau promosi atau sponsorship produk tembakau, rokok. Sebab hal tersebut sudah dilarang total di seluruh dunia. Termasuk dalam dunia olahraga," ujar dia.
Â