Subsidi Listrik 900 VA Dicabut, Postur Anggaran 2020 Dirombak
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Badan Anggaran DPR RI menyepakati usulan perubahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RAPBN 2020. Perubahan terjadi karena adanya perubahan asumsi harga minyak mentah dan lifting minyak bumi dan cost recovery atau pengembalian biaya operasi migas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan tiga asumsi makro tersebut terjadi karena adanya penyesuaian terhadap perkiraan kondisi yang terjadi saat ini. Asumsi harga minyak mentah Indonesia berubah dari sebelumnya US$65 barel per hari menjadi US$63 barel per hari.
Sementara itu, lifting minyak bumi berubah dari yang sebelumnya dalam RAPBN 2020 sebesar US$734 ribu barel per hari menjadi US$755 ribu barel per hari, cost recovery dari yang sebesar US$11,58 miliar menjadi US$10 miliar. Adapun asumsi lain, seperti pertumbuhan ekonomi tetap 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp14.400.
"Dengan perubahan dari asumsi dasar makro menyangkut indikator minyak juga, maka terjadi perubahan postur pendapatan dan belanja negara," kata Sri di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.Â
Dari sisi pendapatan negara, lanjut dia jadi mengalami kenaikan sebesar Rp11,6 triliun, yakni dari semula Rp2.221,5 triliun menjadi Rp.2.233,2 triliun. Hal itu karena penerimaan perpajakan diperkirakan mengalami kenaikan Rp3,9 triliun, dari Rp1.861,8 triliun menjadi Rp1.865,7 triliun. Serta, Penerimaan Negara Bukan Pajak yang naik Rp7,7 triliun dari Rp359,3 triliun menjadi Rp367 triliun.
"Penerimaan perpajakan targetnya naik Rp3,9 triliun akibat penurunan ICP (Indonesian Crude Price), kenaikan lifting dan turunnya cost recovery," tutur dia.
Sementara itu, untuk belanja negara juga mengalami kenaikan Rp11,6 triliun, yakni dari yang semula ditargetkan sebesar Rp2.528,6 triliun menjadi Rp2.540,4 triliun. Hal itu karena adanya tambahan anggaran untuk kebutuhan belanja negara mendesak sebesar Rp21,7 triliun dari yang sebelumnya tidak dialokasikan serta adanya penyesuaian anggaran pendidikan.
Adapun postur belanja yang dikurangi untuk dialihkan terhadap pos belanja tersebut, yakni belanja subsidi energi sebesar Rp12,1 triliun, yakni dari Rp137,5 triliun menjadi Rp125,3 triliun. Pengurangan itu berasal dari karena adanya pengurangan subsidi BBM dan LPG sebesar Rp4,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp7,4 triliun.
"Subsidi energi turun, subsidi listrik turun, akibat penurunan ICP dan penajaman sasaran pelanggan listrik 900 VA. Anggaran kurang bayar juga turun dan adanya penyesuaian untuk anggaran pendidikan yang dinaikkan Rp2,3 triliun," tegas Sri.
Dengan adanya penyesuaian tersebut, maka defisit APBN untuk tahun anggaran dapat tetap dijaga sebesar Rp307,2 triliun atau menjadi tetap sebesar negatif 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto. Keseimbangan primer juga tetap sebesar Rp12 triliun dan pembiayaan anggaran tetap Rp307,2 triliun.