Impor Ayam, Rhenald Kasali Minta Pemerintah Lindungi Peternak Lokal
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA – Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menegaskan, pemerintah harus berani melindungi kepentingan para peternak lokal, terkait akan dibukanya keran impor ayam asal Brasil.
Hal itu merupakan konsekuensi, akibat kalahnya pemerintah dalam sidang Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO) pada 2017 silam.
"Jadi, saatnya kita harus berani melawan ke WTO. Kalau Donald Trump di G20 berani menentang hal itu, kita juga harus berani melindungi para peternak ayam," kata Rhenald di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 21 Agustus 2019.
"Karena banyak para peternak ini, sebenarnya merupakan rakyat kecil, yang usaha belum terlalu besar," ujarnya.
Rhenald berharap, pemerintah tidak takut melakukan hal tersebut, karena saat ini banyak negara-negara yang sudah berani menghadapi WTO.
"Jadi, zamannya sudah seperti itu. Kita tidak bisa hanya tunduk. Harus ada cara, khususnya cara-cara komunikasi dalam konteks perdagangan," kata Rhenald.
Dia mencontohkan, saat Uni Eropa kalah di WTO terkait minyak sawit, maka mereka tetap bisa mengenakan bea masuk untuk produk-produk minyak sawit asal Indonesia.
Uni Eropa menolak impor minyak sawit Indonesia, dengan alasan menjaga kelestarian habitat orangutan yang lahannya banyak dirampas perkebunan sawit.
Karenanya, Rhenald pun mengaku bahwa perlawanan yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, terkait impor susu dari selain Uni Eropa, perlu dilihat sebagai cara bargaining position (posisi tawar).
"Itu cara yang disebut sebagai old power. Tapi kita harus cari pengganti, misalnya (impor susu) dari New Zealand, India, atau Australia. Itu bisa, karena kita juga bisa gunakan tawar-menawar," kata Rhenald.
"Jadi, di perdagangan internasional hari ini, kita enggak bisa pasif-pasif saja. Kita harus punya keberanian, karena defisit perdagangan juga mengancam kita, jadi kita punya alasan dan harus punya keberanian untuk melakukan hal ini," ujarnya.
Diketahui, sebagai langkah balasan atas pengenaan bea masuk produk minyak sawit asal Indonesia oleh Uni Eropa, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menyarankan agar para importir mencari alternatif untuk mencari bahan baku susu dari negara lain selain dari Uni Eropa.
Enggar, bahkan memberikan beberapa alternatif pilihan negara lain yang dimaksud, seperti misalnya Amerika Serikat, India, Australia, atau New Zealand. (asp)