Sengkarut Masalah Perlindungan Data Pribadi
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA – Pelaksana Tugas atau Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Riki Arif Gunawan, menjabarkan mengenai apa saja peran dan kewajiban bagi para penyedia jasa atau penyelenggara aplikasi digital sebagai penerima data, dan para konsumen sebagai pemilik data pribadi.
Hal itu diutarakannya dalam konteks perlindungan data pribadi, di tengah maraknya penyalahgunaan data konsumen atau masyarakat oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Penyelenggara atau penyedia jasa aplikasi kan mudah sekali mengambil data pribadi dan memprosesnya. Jadi CEO-nya harus tahu banget soal pengambilan data konsumen itu," kata Riki dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 13 Agustus 2019.
Riki menegaskan, para penyedia jasa aplikasi itu seharusnya hanya boleh menggunakan data-data pribadi pengguna, yang relevan dengan tujuan dari aplikasi yang mereka sediakan. Selain itu, mereka diharuskan untuk menjelaskan maksud pengumpulan data dari para pengguna aplikasinya tersebut, sejak awal mereka meminta data pribadi itu.
"Penyedia jasa harus menginformasikan ke konsumen sejak awal, perihal penggunaan data mereka untuk keperluan apa saja," ujarnya.
Sementara dari sisi pemilik data atau konsumen, Riki menegaskan bahwa masyarakat semestinya memahami risiko pemberian data kepada pihak lain, terkait dengan tujuan layanan dari pihak-pihak yang menerima data tersebut. Selain itu, mereka juga diharuskan memahami hak-hak apa saja yang mereka miliki, terkait data pribadi yang mereka berikan kepada para penyelenggara atau penyedia jasa aplikasi tersebut.
"Kita (masyarakat atau konsumen) punya hak untuk mengakses data kita sendiri. Kita bisa tanya ke penyedia jasa untuk apa saja data kita mereka gunakan," kata Riki.
Kemudian, Riki berharap bahwa kesadaran masyarakat dan para konsumen terhadap perlindungan data pribadi mereka juga bisa mulai timbul, seperti misalnya dengan meminta penghapusan data apabila mereka sudah tidak lagi menggunakan layanan jasa tersebut.
"Konsumen harus minta data dihapus apabila sudah tidak berlangganan dengan layanan tersebut. Tapi tidak semua data memang yang bisa dihapus, seperti data perbankan misalnya," kata Riki.
Sementara untuk melindungi data pribadi, lanjut Riki, masyarakat dan konsumen sebaiknya tidak sembarangan meng-upload data pribadi mereka ke media sosial, sebagai langkah dasar dalam upaya melindungi data pribadi mereka sendiri. Kemudian dari sisi pemerintah, Riki memastikan bahwa pihaknya akan segera mengajukan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), agar bisa segera disahkan oleh parlemen.
"Nah, hak-hak yang dibahas tadi itu saat ini baru ada di RUU PDP, yang harapannya sih bisa segera rampung dan disahkan di tahun 2019 ini," ujarnya.
Diketahui, RUU PDP itu sudah dua kali masuk prolegnas DPR RI pada tahun 2015 dan 2019. Di tahun 2019 ini, dimana masa jabatan DPR RI periode ini akan berakhir pada Oktober 2019, maka hanya tersisa waktu sekitar tiga bulan saja apabila RUU PDP itu ingin segera dibahas dan dirampungkan oleh parlemen.