Pendapatan Meningkat, BNBR Cetak Laba Rp222 Miliar
VIVANEWS – PT Bakrie & Brothers Tbk, atau BNBR berhasil mencatatkan kinerja yang semakin kinclong, setelah beberapa tahun sejak 2012, didera beban keuangan yang cukup berat. Di semester I 2019, BNBR mampu mencatatkan laba bersih Rp222,68 miliar, sedangkan semester I 2018 lalu, perseroan masih mencatatkan kerugian sebesar Rp1,06 triliun.
“Kerja keras yang dilakukan beberapa tahun terakhir membuahkan hasil, BNBR kembali berhasil mencetak laba. Ini sangat menggembirakan bagi para pemangku kepentingan, terutama investor,” kata Direktur Utama BNBR, Anindya Novyan Bakrie kepada wartawan di Jakarta, Rabu 31 Juli 2019.
Dalam Laporan Keuangan yang dirilis hari ini, indikator finansial BNBR memperlihatkan capaian yang lebih baik dibanding semester pertama tahun lalu. Selain laba bersih (net profit) yang mencatat Rp222,68 miliar, pada periode ini juga berhasil menghimpun pendapatan (revenue) yang lebih besar yakni Rp1,71 triliun, naik sebesar 7,2 persen dibanding perolehan revenue enam bulan pertama 2018 lalu, yang hanya mencapai Rp1,59 triliun.
“Perolehan laba ini adalah catatan yang bagus. Sebab, tahun lalu perseroan masih mencatat rugi Rp1 triliun lebih,” ujar Anindya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, sejumlah faktor juga ‘mengangkat semangat’ perseroan sejak beberapa bulan terakhir, yaitu kinerja anak perusahaan yang makin baik dan memberikan kontribusi positif.
“Sejak akhir Desember 2018 hingga pertengahan 2019, beberapa unit usaha menampilkan performa lebih bagus dibanding waktu-waktu sebelumnya,” katanya.
Buah Restrukturisasi
Seperti diketahui, sejak beberapa tahun belakangan ini, BNBR memang konsisten melakukan berbagai upaya perbaikan posisi keuangan, utamanya dengan merestrukturisasi utang, serta menjalankan program cost reduction dan efisiensi besar-besaran di tingkat operasional anak-anak usaha.
“Secara bertahap, kinerja BNBR berhasil kita perbaiki dan tingkatkan. Beban utang secara konsisten terus berkurang dan nilai aset meningkat. Tahun lalu, kita juga melakukan konversi sebagian utang menjadi saham dan ini turut meringankan beban kita secara cukup signifikan,” papar Anindya.
Tercatat dalam Laporan Keuangan, beban utang dan bunga perseroan memang berkurang dari Rp304,6 miliar pada semester pertama 2018, menjadi tinggal Rp82,38 miliar pada periode yang sama tahun ini.
“Inilah salah satu bukti dan buah keberhasilan restrukturisasi keuangan perseroan beberapa tahun terakhir,” katanya lagi.
Capaian dan Pengembangan Bisnis Anak Perusahaan
Dari sisi finansial, pada semester I 2019 ini, PT Bakrie Pipe Industries (BPI), unit usaha perseroan yang memproduksi pipa baja, mampu mencatatkan revenue sebesar Rp 978 miliar, meningkat 21 persen dibanding 2018, yang sebesar Rp 803 miliar.
Ini terjadi, karena adanya sejumlah proyek berkesinambungan bersifat multi-years, serta sejumlah proyek baru di sektor oil&gas maupun di luar oil & gas.
BPI saat ini mendapatkan sejumlah proyek oil&gas baru, antara lain pengadaan pipa untuk Saka Energy di wilayah Jawa Timur dan proyek Pembangkit Jawa I (IPP Jawa I). Kedua proyek ini semakin memperkuat proyek multi-years pengadaan pipa untuk bisnis Pertamina di sektor downstream (hilir) yang sudah bergulir sejak akhir 2017, dan tuntas pada semester I 2019.
Sementara itu, di sektor non oil&gas, tahun ini BPI kembali memenangkan tender proyek PLN untuk pengadaan tiang listrik.
“Proyek pengadaan tiang listrik senilai Rp 400 miliar ini didapatkan kembali oleh perusahaan selama dua tahun berturut-turut. Ini capaian menggembirakan. Semua disokong penjualan para distributor BPI yang tersebar di seluruh Indonesia, selain adanya faktor cost reduction berupa efisiensi bahan baku di dalam proses produksi pipa baja,” kata Anindya Bakrie, seraya menambahkan bahwa rejection rate dalam produksi di PT BPI secara konsisten telah dapat ditekan, dan saat ini tidak lebih dari 0,5 persen.
Dilanjutkan Anindya, PT BPI tidak lama lagi akan mewujudkan upayanya sebagai perusahaan industri pipa baja yang lebih terintegrasi, yang mampu menjadi perusahaan one-stop shopping untuk produk pipa baja. Harapan ini didukung investasi di bidang teknologi industri, di mana belum lama ini BPI berinvestasi dalam pengadaan mesin pipa spiral (helical submerged arc welded/HSAW).
Mesin canggih ini melengkapi mesin produksi pipa yang sudah ada seperti high frequency welded pipe (HFW) dan longitudinal submergeded arc welded (LSAW). “HSAW diharapkan beroperasi pada kuartal III 2019. Dengan ini, BPI telah ‘naik kelas’ menjadi perusahaan one-stop shopping produk pipa baja,” ujar Anin.
PT Bakrie Autoparts, unit usaha lain perseroan yang memproduksi komponen otomotif, di semester I 2019, mampu meraup revenue tak kurang dari Rp188 miliar. PT Bakrie Autoparts (BA) juga terus ditantang untuk meningkatkan kinerjanya di tengah besarnya peluang sekaligus persaingan.
“Memang banyak challenge yang dihadapi BA, namun kami melihat, peluang bisnis di tengah semakin maraknya industri otomotif nasional juga masih banyak,” ujar Anindya.
Ia percaya, industri otomotif nasional dalam beberapa tahun ke depan sudah lebih leluasa untuk mengembangkan bisnis mereka, sehingga mendatangkan efek sangat baik bagi kinerja industri komponen.
“Saya melihat, dua tahun terakhir industri otomotif lebih banyak menahan diri, wait and see, terkait dengan kondisi politik di dalam negeri. Nah, ke depan mereka akan lebih ofensif dalam mengembangkan bisnis. PT Bakrie Autoparts bisa mengambil manfaat dari situasi itu,” katanya.
Secara khusus, ia menyebutkan potensi besar yang dapat dimanfaatkan oleh PT Bakrie Autoparts dari kecenderungan peralihan orientasi pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.
Anindya mengatakan, langkah maju Perseroan melalui PT Bakrie Autoparts dalam mengembangkan bus listrik – bekerja sama dengan industri kendaraan listrik terkemuka dari Tiongkok, BYD Auto Co.Ltd – adalah sebuah lompatan signifikan guna mendapatkan manfaat bisnis lebih besar.
Lebih rinci, Anindya menjelaskan, PT Bakrie Autoparts terus melakukan proses uji coba dan sosialisasi dengan beberapa perusahaan transportasi umum terbesar di Indonesia seperti Trans Jakarta dan PPD. Diharapkan, proses uji coba dapat rampung akhir tahun ini dan proses pengadaan dapat dimulai tahun depan.
“Melihat kesiapan dan reputasi mitra kami, yakni BYD sebagai produsen bus listrik terbesar di dunia, PT Bakrie Autoparts mempunyai posisi yang sanat baik untuk dapat menjadi pemimpin pasar bus listrik di Indonesia, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan PT Bakrie Autoparts secara signifikan,” kata Anin sambil menyebutkan bahwa PT Bakrie Autoparts juga mulai aktif menjalin kerja sama dengan beberapa produsen komponen di Indonesia, demi memastikan bus listrik BYD yang akan dipasok mempunyai tingkat kandungan lokal yang tinggi.
Ditambahkannya, PT Bakrie Autoparts juga akan terus meningkatkan kapabilitas dan peremajaan fasilitas produksinya, melalui investasi fasilitas iron casting terkini dengan output rate produksi yang tinggi dan akan meminimalkan rejection rate. “Rate-nya sekarang sudah di bawah tujuh persen saja,” ujarnya.
Sedangkan PT Bakrie Building Industries (BBI), unit usaha Perseroan yang memproduksi aneka bahan bangunan, juga terus melakukan serangkaian improvement, dalam menghasilkan sejumlah jenis bahan bangunan yang bermanfaat, sambil terus membenahi proses produksi.
“Manajemen PT BBI telah mampu menekan rejection rate hingga tak lebih dari empat persen saja,” kata Anin.
Tren industri properti yang belakangan menurun, juga tidak menyurutkan langkah perusahaan untuk berinovasi, demi meningkatkan performanya. Ke depan, PT BBI akan lebih fokus pada produk bahan bangunan ramah lingkungan, dan dengan menawarkan ‘solusi total’ kepada pelanggan.
“Teknologi bangunan prefab (pre-fabrikasi) dan modular yang sudah ditekuni sejak 3-4 tahun lalu mulai bergulir dan membuahkan hasil berupa pengerjaan beberapa project walaupun belum dalam skala yang cukup besar. Ini juga untuk menjawab tantangan program satu juta rumah dari pemerintah,” kata Anindya.
Ia menambahkan, PT BBI juga berinovasi menghasilkan solusi infrastruktur yang berorientasi pada perlindungan lingkungan seperti sound-barrier (pelindung suara) dan breakwater (pemecah ombak) yang dikembangkan untuk kebutuhan keamananan dan kelestarian lingkungan.
Produk breakwater “A-Jack” yang dikembangkan PT BBI bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi pemecah gelombang yang efektif dalam melindungi wilayah perairan dari ancaman abrasi. Produk ini memiliki kemampuan tiga kali lipat lebih baik dibandingkan produk sejenis lainnya.
Sejumlah anak usaha tersebut, menurut Anindya, juga terus mengembangkan kemampuan dengan mulai memanfaatkan sumberdaya manusia dan teknologi digital. “Orientasi kami adalah teknologi yang tepat guna dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital, serta sumber daya manusia handal, tentunya yang muda,” ujarnya.
Pengembangan bus listrik oleh PT Bakrie Autoparts, misalnya, menjadi momentum penting bagi perusahaan untuk mulai lebih memahami dan kemudian mengadopsi teknologi mutakhir di bidang industri otomotif, sekaligus sebagai sarana belajar bagi sumberdaya manusia.
“Lini bisnis baru di bidang bus listrik ini membawa perusahaan membuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja terampil dari luar, terutama yang menguasi teknologi mechatronics di samping mengadakan peningkatan keterampilan tenaga kerja dari dalam,” tuturnya, seraya menambahkan bahwa semua unit usaha perseroan saat ini telah memulai program rekrutmen tenaga ahli muda.
Lebih jauh, Anind juga menjelaskan tentang diakuisisinya PT Multi Kontrol Nusantara dalam kendali Perseroan, yaitu unit bisnis yang berfokus pada bisnis infrastruktur telekomunikasi dan technology solutions. “Ini membuktikan komitmen kami untuk berinvestasi secara serius di bidang industri berbasis teknologi,” katanya lagi.