Perempuan Indonesia Harus Berani Berkompetisi
- VIVA.co.id / Fajar Sodiq
VIVA – Profesi sebagai atlet beladiri yang non full-bodycontact sudah umum bagi wanita di Indonesia. Namun, profesi atlet beladiri full-bodycontact masih belum digemari.
Ya, tak banyak wanita di Indonesia yang menggeluti pekerjaan sebagai petarung full-body contact, seperti di gelanggang mixed martial arts atau MMA. Jika kita menengok wanita yang berprofesi sebagai atlet karate, taekwondo, atau beladiri prestasi lainnya, sudah banyak.
Cuma segelintir wanita Indonesia yang mau dan berani mencoba kerasnya baku hantam secara langsung, apalagi hanya dalam balutan glove tipis ala MMA di tangan.
Linda Darrow salah satunya. Anda yang pecinta MMA di Indonesia tentu kenal sosoknya.
Sejauh ini, Linda masih berstatus juara di ajang One Pride Pro Never Quit. Hingga sekarang, Linda masih memegang sabuk kelas straw wanita.
Rekor pertarungannya terbilang menakjubkan. Enam pertarungan dilewatinya tanpa pernah kalah.
Dua lawannya pun berasal dari luar Indonesia, yakni Amira Badr (Mesir) dan Rochel Catalan (Filipina).
Tak cuma rekor, statistik kemenangan Linda juga mencengangkan. Mayoritas, kemenangan dicetaknya pada ronde pertama.
Duel terlamanya adalah saat melawan sang rival, Inandya Citra, dalam final turnamen kelas straw wanita. Kala itu, Linda harus melakoni duel melawan Citra selama lima ronde.
Atas deretan prestasi inilah Linda akhirnya dipromosikan oleh One Pride untuk ikut dalam program seleksi beasiswa di Ultimate Fighting Championship.
Lewat proses seleksi yang ketat, Linda mampu meraih beasiswa tersebut. Artinya, Linda sudah selangkah lebih maju untuk menuju pentas UFC, yang memang jadi turnamen MMA idaman bagi seluruh petarung profesional dunia.
Tak cuma itu. Baru-baru ini, Linda terpilih sebagai salah satu nominator dalam Asia MMA Awards 2018.
Linda pun terpilih untuk bersaing dalam beberapa kategori, yakni Female Fighter of The Year dan Rookie of The Year. Untuk kategori Female of The Year, Linda harus bersaing dengan petarung cantik asal Singapura, Angela Lee.
Tak mudah sebenarnya bagi Linda untuk menjadi seperti sekarang. Di awal, banyak cibiran yang sempat menghampirinya. Menyebutnya sebagai lesbian atau lainnya. Namun, kondisi berubah ketika Linda meraih berbagai prestasi. Banyak orang kini memujanya sebagai seorang inspirator.
VIVA berkesempatan mewawancarai Linda secara khusus saat dia berkunjung ke kantor kami. Berikut adalah petikan wawancara kami dengan wanita berjuluk The Arrow tersebut.
Profesi petarung bagi wanita masih belum umum di Indonesia. Di awal, sempat ada pandangan negatif dari orang atau tidak?
Orang luar itu menganggap ada yang aneh dengan saya. Banyak yang bilang, saya ini lesbian, memiliki kepribadian lain. Sebenarnya sangat mengganggu.
Tapi, saya berusaha untuk tak menjadikannya sebagai pengganggu performa di atas oktagon. Saya pun punya keluarga yang mendukung dan memahami kondisi saya ini.
Faktanya, Anda ini seorang ibu rumah tangga dan punya anak bukan?
Iya, makanya saya bilang, keluarga sangat mendukung saya. Bersyukur punya papa dan mama yang mengerti dengan keinginan saya.
Dua anak saya juga mendukung ibunya. Kerjasama di antara kami terjalin, sehingga tercipta sebuah kondisi yang kondusif dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan saya sebagai seorang atlet.
Artinya, Anda tak lupa kodrat sebagai seorang wanita. Benar?
Di rumah, ya seperti ibu-ibu lain, dasteran! Hahahaha
Saya sebenarnya juga suka menganalisis kesehatan dan ingin berkecimpung di bidang medis. Itu terbawa sampai sekarang, sering mengingatkan orang sekitar terkait kesehatan mereka.
Soal beladiri, hobi sejak kecil. Sejak kecil sudah belajar gulat, tinju, muaythai, dan jiu-jitsu.
Kalau Anda berlatih dan bertanding, lalu yang mengurus anak siapa?
Papa dan mama saya begitu mengerti kondisi saya. Bersyukur sekali memiliki mereka. Jadi, kami bekerja sama, membantu satu sama lain.
Anak-anak, Rickson Legawa dan Gibran Alfarizi, sebenarnya juga ikut latihan di Han Academy. Jadi kalau latihan ya bareng.
Banyak orang yang bilang, Anda ini adalah inspirasi mereka. Apakah Anda tersanjung?
Saya tak pernah berpikiran untuk menjadi inspirator atau apa pun itu. Saya cuma menjalani apa yang saya suka dan cintai.
Ketika saya melakoninya, saya cuma berpikir, ingin melakukan yang terbaik. Semuanya adalah proses, hasilnya belakangan.
Memang, ketika ketemu beberapa orang, atau teman, mereka sempat bilang "Lindaaaa, kamu inspirasiku." Tapi, sebenarnya saya tak punya pikiran untuk jadi seorang yang diperhatikan. Saya ya apa adanya saya.
Apa yang Anda geluti mulai terasa hasilnya. Berbuah manis dengan mendapatkan beasiswa dari UFC. Senang?
Bukan senang lagi. Ketika pak David Burke (Chairman One Pride) telepon saya, seminggu sebelum lebaran kalau tidak salah, memberitahu soal beasiswa ini, langsung saya menerimanya untuk diproses.
Lalu, saat kembali dihubungi beliau, dan diberitahu kalau saya lolos, air mata jatuh. Saya menangis. Ini kesempatan langka.
Dengan beasiswa ini, Anda selangkah lebih maju untuk mewujudkan impian mengibarkan bendera Merah Putih di pentas internasional. Pendapatnya?
Main di UFC memang impian dari semua petarung. Tapi, perlu proses ke sana. Saya kini hanya fokus dalam persiapan menuju ke Las Vegas.
Saya ingin berlatih dengan baik, memberikan performa puncak, dan memuaskan para pelatih di sana.
Intinya, saya ingin fokus dalam proses. Saya yakin, sebuah proses yang panjang dan matang, hasilnya akan manis. Proses tak akan mengkhianati hasil.
Tapi, Anda pastinya sangat berambisi untuk bisa bersaing di UFC dan menjadi juara bukan?
Tentu, impiannya adalah sabuk juara. Bertarung dengan para petarung papan atas UFC juga jadi sebuah keinginan.
Hanya saja, masih panjang sekali proses yang harus saya jalani. Sekarang, itu dulu yang saya harus lakoni.
Kini, saya sedang fokus memperbaiki diri. Meningkatkan segala kemampuan, dari berbagai aspek sebelum berangkat ke Las Vegas, Agustus 2018 nanti.
Wow, Anda masih rendah hati dan tak mau terlalu sesumbar. Oke, ada pesan untuk wanita Indonesia?
Seorang perempuan harus berani berkompetisi. Jangan ragu memilih jalan hidup.
Perempuan harus mandiri, bermental kuat, berani bersaing, dan berpikiran positif.
Sebagai seorang perempuan, kita harus agresif di segala bidang. Fleksibel, jangan pilah pilah bidang. (ren)