Butuh Ketemu Tiga Hari Tiga Malam untuk Tetapkan HET
- VIVA/Purna Karyanto
VIVA – Biasanya, Ramadan dan Idul Fitri selalu dipenuhi cerita melambungnya sejumlah harga kebutuhan pokok. Selama puluhan tahun drama lonjakan harga nyaris menjadi kisah klasik yang mulai diterima publik sebagai sesuatu yang wajar. Tapi tahun 2017 publik dibuat kaget.
Tapi pada Ramadan 2017 tak ada kenaikan harga bahan pokok yang mencekik leher. Kestabilan harga pangan yang terjadi pada 2017 adalah buah kerja keras Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Namun ia bilang, banyak kementerian lain yang terkait dalam mewujudkan harga yang tetap stabil, bukan hanya kementeriannya.
Tahun ini, meski sempat di awal Ramadan harga-harga terdengar mulai meroket, Enggartiasto segera menetapkan solusi. Harga kembali stabil dan stok kembali melimpah. Mampu menstabilkan harga saat Ramadan dan Idul Fitri jelas menjadi catatan perjalanan yang jelas sangat baik, padahal ia baru memimpin kementerian ini pada Juli 2016. Mantan Ketua Real Estate Indonesia ini diangkat menggantikan Menteri Perdagangan sebelumnya, Thomas Lembong.
Politisi Partai Nasdem ini berjanji akan berjuang mati-matian agar tak ada lonjakan harga yang membuat ibu-ibu menjerit. Ia mengaku turun langsung ke lapangan dan mengumpulkan masukan, juga berhari-hari melakukan pertemuan dengan para pemangku kepentingan, termasuk pedagang untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi atau HET.
Apa saja yang dilakukan Enggar? Bagaimana ia mampu membuat laporan dari daerah menjadi lebih cepat diterima? Apa terobosan yang ia lakukan di kementeriannya? Cerita tersebut ia sampaikan saat diwawancara oleh VIVA dalam sebuah kesempatan khusus. Wawanara dilakukan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat. Di sela aktivitasnya yang padat, Enggar mengizinkan dan menerima VIVA untuk berbincang dengannya pada Jumat, 8 Juni 2018. Berikut petikannya:
Menjelang akhir Ramadan dan Idul Fitri, Kemendag berhasil menstabilkan harga pangan. Sebenarnya apa yang dilakukan Kemendag hingga fluktuasi harga tak tajam?
Sampai dengan hari ini pasti harga stabil dan kalau kita lihat juga dari pengumuman BPS maupun dari PHPI dari Bank Indonesia, lebih baik dari tahun lalu, dari BPS. Kita yakin asal tidak ada framing berita. Pemberitaan yang menggiring untuk naik, Insya Allah ini tidak akan naik. Walaupun kita tetap waspada karena ada libur panjang. Ini yang barangkali kita harus lebih hati-hati lagi.
Tapi, menghadapi itu, sampai dengan hari ini staf kami ada 205 orang berada di pasar di berbagai daerah, di kota, kabupaten dan mereka berada di lapangan berkeliling ke pasar setiap hari bersama dengan Satgas Pangan dan bersama juga dengan Dinas Perdagangan setempat dan didukung oleh Bulog yang memantau ketersediaan barang dan harga. Kalau terjadi kekurangan stok maka segera akan komunikasi dengan kantor pusat.
Bagaimana koordinasinya?
Kami telah membagi koordinasi eselon I kita, tanggung jawab, jadi ada korwil-korwilnya. Eselon I bertanggung jawab atas beberapa daerah, dan dengan demikian memudahkan komunikasi dari staf yang ada di lapangan, jika stok menipis, untuk kemudian kita mengambil keputusan untuk mendrop barangnya.
Nah, Bulog sendiri sudah menyiapkan cadangan beras, sehingga pergerakan itu cepat. Jadi tidak usah ada kekhawatiran. Insya Allah ini bisa terkendali harganya.
Sepertinya upaya yang Anda lakukan sekarang berhasil memangkas jalur-jalur birokrasi?
Ya, tapi untuk kita yang utama adalah, ketersediaan, barang itu harus tersedia. Ini bicara hukum suplai dan demand. Jadi kita tidak boleh ada kekurangan dan kemudian kita juga tidak mau dipermainkan. Jadi harganya kita pastikan tetap terkendali.
Selama ini Ramadan dan Idul Fitri adalah waktu dimana fluktuasi harga naiknya gila-gilaan? Tapi Anda berhasil mengatasinya?
Iya, kecuali 2017. Kita sudah melalui perjalanan 2017. Syukur Alhamdulillah, kami sudah bisa mengendalikan ini, karena itu (lonjakan harga) adalah sesuatu yang tidak biasa. Tidak benar, tetapi menjadi biasa karena itu rutin berjalan. Seperti yang disampaikan bahwa ini kan Ramadan ini naik. Nah, kita bisa buktikan bahwa itu 2017 tidak naik. Tidak ada gejolak harga. Sekarang pun sampai dengan hari ini, syukur Alhamdulillah tidak terjadi kenaikan harga. Tetapi kami belum selesai, kami akan ikuti terus. Karena sebenarnya tidak ada alasan untuk naik.
Kalau ada kenaikan sedikit kita masih bisa ditolerir, tetapi itu kenaikan seperti tahun-tahun lalu, lonjakan tinggi. Itu tidak ada alasan. Dan itulah perintah Presiden dari awal, menjaga kestabilan harga. Coba, apa alasannya menaikkan harga tinggi? Ini kan hanya permainan sesaat saja dan kita kan tidak bisa mentolerir itu, dan akhirnya kemudian membebani rakyat. Nah ini tugas kami untuk mengendalikan sehingga dengan demikian inflasi pun kita bisa dikendalikan.
Jadi sepertinya kenaikan harga ini memang ada permainan. Siapa yang bermain dalam urusan ini?
Ya, namanya orang dagang, orang punya usaha, kalau melihat permintaannya tinggi, lalu dinaikkan. Tahun lalu kita ajak bicara seluruh stakeholder. Cukup panjang kita lakukan itu. Dan ternyata sebenarnya dengan dialog kita bisa meyakinkan mereka. Kita berbicara dengan para pengusaha, tetapi diiringi dengan ketersediaan barang, ini kita bisa jalan
Sebenarnya dialog dengan keterbukaan itulah yang bisa jalankan. Saya belajar dari pak Jokowi, pada waktu beliau memindahkan pasar loak-nya di Solo. Waktu itu beliau melakukan lebih dari 100 kali pertemuan dengan para pedagang. Mereka diajak bicara, diyakinkan dengan sangat telaten. Akhirnya berhasil, dan kemudian pindah pasar itu sampai ada arak-arakan dan tidak ada gejolak.
Memindahkan pasar bukan suatu pekerjaan yang mudah, hampir rata-rata gagal, dan timbul reaksi. Tapi ini (Jokowi) tidak ada reaksi dan tidak ada kegagalan. Disambut dengan satu prosesi bahkan. Jadi kita itu melihat atau belajar dari beliau. Beliau juga menceritakan dan menyampaikan itu. Jadi buat saya, kalau ada hal yang kita bisa tangkap dan kita bisa pelajari, maka kita lakukan.
Artinya ada satu sistem yang dipangkas oleh Kemendag untuk membuat harga stabil?
Sebenarnya kita menggunakan jaringan yang sama, kita hanya siap kalau seandainya kurang maka kita langsung turun. Nah, jaringan distribusi yang ada itu kita ajak bicara. Terutama pasti yang saya ajak bicara adalah produsen, D1, D2, begitu juga dengan ritel modern, memang ada yang terpangkas, tapi kita lakukan dari awal.
Sejak awal kita pangkas, bukan mendadak. Kita tidak bisa melakukan pemangkasan begitu saja di dalam mekanisme pasar, tidak bisa langsung. Karena jaringan itu sudah tercipta. Si pedagang yang di D4 atau D5 dia ada ketergantungan dari berikutnya. Coba kita datang ke pasar ditanya, ‘ini bawang dari mana?’ misalnya. Dia akan menyebut sumbernya. Apakah ini dari Brebes atau dari Nganjuk dia bilang ‘saya terima dari situ’. Kemudian tiba-tiba dipangkas, dia akan kaget, karena dia sudah ketergantungan, karena dia masih ada hutang, ada kewajiban, dan sebagainya. Dan biasanya orang berdagang kan punya kenyamanan sendiri pada supliernya. Saya biasa menerima dari si A, untuk langsung dipotong dia, bukan suatu pekerjaan yang mudah. Apakah dijamin keberlangsungan suplai itu sendiri.
Apakah ada resisten dari mereka yang terkait ini, karena kan ini seperti memotong mata rantai?
Ya, resistensi pasti di awalnya. Namanya orang dikurangi untungnya pasti ada yang tidak suka. Kalau mau ambil contoh, gula misalnya, yang rata-ratanya Rp15 ribu Kemudian saya turunkan jadi Rp12.500 itu bukan resisten lagi, marah mereka. Karena kalau konsumsi 3 juta ton, artinya Rp9 triliun. Beban itu yang kita potong dan itu reaksinya cukup besar. Tapi itu harus kita hadapi dengan kita meyakinkan dan kita bicara dan yang pasti adalah sisi suplainya harus kita siapkan. Tanpa itu enggak mungkin.
Kenaikan beras yang sempat terjadi, ya pasti naik karena suplainya kurang. Tetapi sekarang saya berani sampaikan bahwa tidak usah ada kekhawatiran, karena suplainya berlebih. Kemarin itu berkurang. Itu aja.
Suplainya ini, impor atau tetap produk lokal?
Dua-duanya. Kalau sekarang kita harus akui bahwa pada waktu awal tahun, dari suplai lokalnya kita kekurangan. Kalau kita tidak ada impor maka kita akan ada kekurangan beras. Belum pernah terjadi dalam sejarah di Republik ini ada kekurangan seperti itu. Ini kenyataan yang harus kita akui, tetapi itu bisa kita atasi dengan impor.
Jangan lupa tahun 2013-2014, impor beras kita berasa di kisaran 3,5 juta ton. Tahun 2015-2016, 1,5 juta ton impor beras, untuk mengisi kekurangan. Saya tidak akan mungkin impor kalau stoknya ada.
Jadi agar harga stabil, Anda memilih menjaga supaya stok selalu tersedia dan tak sampai kosong?
Nah iya, kalau stoknya tidak ada, ya kita harus impor. Jangan pernah kita bermain-main dengan perut. Karena kalau bermain-main dengan perut, catatlah sejarah perjalanan bangsa ini dan bangsa-bangsa di dunia akan timbul gejolak sosial, akan timbul chaos, pada saat kita lapar. Dan saya tidak mau mengambil risiko itu. Apa pun akan saya lakukan demi pangan yang harus kita sediakan. Mau dari mana datangnya itu nomor dua. Kalau stoknya ada, kita tidak akan impor, gitu aja.
Bulog bilang bahwa data pangan itu tumpang tindih. Bagaimana Mendag melihat data pangan dari data yang tumpang tindih ini?
Saya melepaskan penilaian dari data. Ya pas waktu saya cek ternyata kurang, saya impor, gitu saja. Kan kita barangnya enggak ada, makanya harga naik. Kenapa harga naik diintervensi tapi tidak bisa? karena uangnya tidak ada. Nah sekarang kalau ada barangnya kan bisa intervensi dan harga turun.
Ke depan nanti ada upaya untuk menyamakan data?
Satu, data yang boleh kita pegang hanya satu, dari BPS. Dan bapak Presiden sudah memerintahkan BPS.
Terkait impor beras kemarin publik sempat membandingkan, impor terjadi ketika sedang panen raya? Bagaimana menjelaskan ini?
Panen raya, panen itu setiap hari ada. Tetapi bagaimana kategori panen raya itu sebesar apa. Jadi tidak ada korelasinya antara impor beras dengan nasib petani, enggak ada korelasinya. Berapa pun hasil panen, kita serap. Pasti diserap. Karena ada juga peraturan yang mengatakan kalau harganya di bawah patokan, maka bulog wajib menyerap. Jadi tidak usah ada kekhawatiran itu. Tidak ada korelasinya, dan kami Pemerintah pasti tidak akan mengimpor.
Keputusan impor itu adalah keputusan Rakor Menko Perekonomian yang dihadiri oleh Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, kemudian Dirut Bulog, juga dari Deputi Meneg BUMN. Itulah keputusannya. Diputuskan dan menugaskan Bulog untuk melakukan impor.
Itu rakornya di bulan apa?
Oh sudah lama, Desember 2017, itu sudah diputuskan nah kemudian dilakukan lah itu. Jadi, Februari kalau tidak ada impor, kita akan ada kekurangan. Sekarang, kita cukup. Sekarang sudah lebih dari 1,4 juta ton. Jadi itu yang kita bilang. Belajar dari tahun lalu, kita sekarang tenang, tidak ada soal. Dulu kalau ditanya saya tidak mau jawab.
Kebijakan impor kerap dikaitkan dengan kemandirian bangsa. Terlalu banyak impor dianggap menjual harga diri. Menurut Anda?
Impor itu bukan sesuatu yang haram. Ambil contoh Vietnam. Dia adalah negara importir gabah, dia impor gabah. Tapi dia juga impor beras, dan dia ekspor ke Indonesia, ke China, ke Filipina, dan Thailand. Dia impor juga, dan dia ekspor juga. Daging, di kita itu cuma ada satu kata yaitu impor. Jadi kita ada impor, juga ada ekspor.
Kalau sekarang saya tidak mau impor produk orang lain, ya mereka juga bisa bilang "saya juga tidak terima impor anda." Jadi harus ada timbal balik. Hidup itu tidak bisa hanya semata-mata menang sendiri. Kita harus ada give and take. Kalau memang kita butuh ya kita impor.
Misalnya?
Saya ambil contoh dengan Palestina, dia tanya apakah hanya kurma saja dengan minyak zaitun atau olive saja yang kita impor. Enggak. Karena perintah bapak Presiden kita dukung Palestina. Kita dukung bukan hanya politik, tapi kita dukung ekonominya. Saya bilang apa pun yang anda punya, kita kasih zero tarif impor. Jadi silakan. Sejauh itu ada marketnya di Indonesia silakan, dan saya langsung sampaikan. Karena itu adalah perintah presiden untuk mendukung Palestina.
Nah penjabaran dukungan itu saya implementasikan dalam bentuk impor. Termasuk di dalam WTO, saya perintahkan duta besar kita di WTO untuk memperjuangkan supaya dia jadi anggota di situ. Lalu Palestina juga meminta, tolong juga kirim barang-barang ke Palestina. Nah sekarang itulah yang kita pertemukan. Itulah dagang.
Pada awalnya dagang sederhana begitu. Hanya sekarang kita hitung-hitungan dengan negara lain. Seperti sekarang membuat perjanjian dengan negara Australia, apa yang saya mau, apa yang dia mau, kita susun. Itu perjanjiannya. Tetapi, sekali lagi, kalau kita bisa memproduksi, kita tidak akan (impor), pasti tidak akan. Kita pasti akan menjaga petani. Itu impor pun petani dijaga kok. Walaupun harga barang impor lebih murah dari barang produksi di sini. Ya itu adalah sesuatu yang lain lah. Itu yang bagian produksi.
Tetapi sekali lagi. Saya hanya melakukan di Rakor Menko Perekonomian yang dihadiri Mentan, Mendag dan Dirut Bulog ada kekurangan yang harus kita isi. Thats it.
Benarkah impor yang dilakukan sekarang merugikan petani?
Enggak ada merugikan. Impor kita yang sekarang bahkan sebenarnya masuknya cuma sampai dengan Juli. Sekarang, kita lihat perjalanan dari Jakarta sampai dengan Cirebon, ke tempat kampung halaman saya. Panen sudah selesai, sekarang lagi tanam, lagi hijau-hijaunya. Kan enggak ada soal. Mungkin di tempat lain sudah panen. Tapi di satu sisi juga sekarang lagi tanamnya. Itulah berjalan siklusnya.
Tentang mafia perdagangan yang bermain dalam mata rantai produk lokal. Bagaimana Kemendag memberantas hal ini?
Ada wilayah yang urusan Kemendag dan ada yang bukan wilayah kita. Petani itu, hampir rata, begitu tumbuh maka sudah diambil oleh penebas, diijon. Nah, peranan tengkulak, itu ternyata dibutuhkan oleh mereka. Siapa yang mau ngasih uang buat petani? Tengkulak.
Jadi sekarang, petani itu sudah diijon dulu oleh yang namanya penebas, atau tengkulak, apapun namanya. Dia dibayar duluan. Si tengkulak ini juga mengambil risiko, kalau seandainya itu gagal panen, dia juga rugi. Jadi memang ada profesi itu,yang memang dia mendapatkan margin dari cara seperti itu. Kalau berhasil dia mendapatkan margin yang besar, kalau gagal ya dia ikut rugi. Itulah yang terjadi. Jadi hampir seluruh hasil pertanian itu sudah diambil oleh penebas. Jadi bukan petani lagi.
Sepertinya cengkeraman ijon membuat petani merugi?
Ya petani, artinya NTP(Nilai Tukar Petani)-nya terbatas di situ karena sudah diambil. Tapi kalau sekarang kita tidak di situ, bagaimana mau memberantasnya. Memang di situlah negara harus hadir di dalam mengatasi itu. Itu baru urusan produksi. Nah sesudah itu masuk ke penggilingan, ada penggilingan besar, ada yang kecil. Setelah itu di pull dulu, di penggilingan, dari penggilingan pedagang, ke distributor. Distributor ada yang ngambil, lalu ada yang ngambil dari berbagai daerah untuk kemudian disalurkan lagi. Jenjang itulah mata rantai perdagangan yang ada.
Bagaimana intervensi negara di mata rantai itu agar sama-sama sejahtera?
Kita ambil di ujungnya. Kita tetapkan harga eceran tertinggi untuk yang banyak dikonsumi oleh masyarakat, kalau yang beras khusus kita lepas saja. Sama sekarang seperti daging, kalau daging wagyu, mau dijual Rp2 juta pun silahkan saja. Salahnya sendiri yang mau makan itu. Tetapi daging yang dikonsumsi untuk rendang dan sebagainya, maka kami melakukan intervensi. Intervensi dengan apa? Enggak bisa kita tekan harga dengan semata-mata. Kita nekan harga, kita harus sediakan barangnya, stoknya kita siapkan. Kalau stok bisa kita siapkan dan kita buat melimpah, mka harga turun. Itu saja.
Penetapan HET itu efektif? Bagaimana proses penetapannya?
Kalau kita tidak ada HET tidak ada patokan. Bisa loncat-loncat ini harga. Saya menetapkan HET itu dengan mengajak stakeholder untuk bicara dan itu terjadi bermalam-malam. Tiga hari tiga malam kita menetapkan, sampai jam setengah dua di auditorium. Kami dengan para stakeholder, tawar menawar, sehingga saya tahu betul struktur harga itu. Termasuk, berapa biaya kuli panggul untuk ngangkat, untuk nurunin. Berapa biaya transportasinya, kita tahu itu. Juga berapa biaya packagingnya.
Sedetil itu?
Ya harus tahu, dan saya harus tahu detil untuk justified. Ya untuk harga ini bisa diterima.
Bicara swasembada, kapan Kemendag akan menetapkan swasembada pangan?
Ya, tergantung dari kebijakan. Jika kita memutuskan untuk swasembada, tentu harus ada langkah-langkah yang besar.
Saat ini mulai memasuki musim liburan, bagaimana untuk mensiasatinya supaya harga-harga tetap stabil?
Dari awal, kita sudah minta agar stok barang sudah harus ada di daerah. Mereka memang harus menyetok dulu. Stok harus sudah tersedia sejak awal karena kita takut dan khawatir soal transportasi. Karena banyak kaitannya, maka kita semua bicara. Produsen diajak bicara, distributor diajak bicara, kemudian sampai di daerah-daerah kami turun di semua di 34 provinsi. Melakukan rapat koordinasi dengan seluruh Kepala Dinas Perdagangan di beberapa provinsi. Ada korwil kita, dari eselon I dia turun di beberapa daerah saya sendiri ikut turun, yang pasti 34 provinsi harus menyelenggarkan rapat koordinasi urusan ini.
Karena tanpa itu, jika kita hanya ada di Jakarta, hanya ada di kantor ini, tidak mungkin terselesakan, saya tidak mau hanya dengan seremonial. Jadi setelah itu kami turun ke pasar, kami turun ke gudang dan itulah tugasnya dari korwil-korwil, untuk melakukan seperti yang saya lakukan. Sesudah itu apakah cukup puas dengan itu? Tidak. Lanjutkan lagi, kami ada kontributor untuk monitor harga. Itu detail dan dilakukan setiap hari.
Jadi turun tangan langsung?
Saya turun dan tidak ada hari libur. Saya memanfaatkan long week end, saya memanfaatkan sabtu minggu untuk ada di pasar untuk ke daerah dan tidak hanya di Jakarta. Negara Republik Indonesia bukan hanya di Jakarta, bukan hanya di Jawa. Jadi itu termasuk di dalamnya. Besok (Sabtu, 9 Juni 2018) saya harus pergi ke Kalimantan, Sulawesi, karena kita harus ada di sana. Di sana itu juga harus kita lihat. Kita sentuh dan pantau kondisi harga, bagaimana ketersediaan stoknya.
Perkembangan infrastruktur sangat pesat, bagaimana pengaruhnya?
Sangat berpengaruh. Tanpa itu dan tanpa tol laut itu akan sulit sekali kita mendapatkan perbedaan harga di Indonesia timur dan sebagainya seperti ini. Enggak bisa. Jadi itu satu kunci keberhasilan. Jadi kalau kita bicara 2017, keberhasilan menekan harga saat Ramadan yang terjadi tahun lalu, itu tidak bisa diklaim oleh Kementerian Perdagangan saja. Sebab itu adalah kerjasama dari seluruh stakeholder termasuk pengusaha. Pengusaha beras dari Cipinang, saya ajak beberapa kali bicara di sini.
Orang mau bilang itu ada mafia beras, apa pun dia adalah pedagang beras. Jangan kita tuduh dulu dia. Nah, setelah diajak bicara, kita bisa mengambil keputusan dan melakukan sesuatu. Karena, jika terjadi kondisi yang tak sepaham, kalau ada sesuatu, dia pedagang besar. Kan kita harus ajak bicara dulu. Ajak bicara, ajak berdialog, saya datang ke Cipinang, kita lihat di sana. Dansemua orkestrasi ini dipimpin sendiri oleh Presiden. Karena tidak bisa hanya bicara dagang saja, tidak bisa hanya bicara produknya saja, tetapi lengkap dengan infrastrukturnya, lengkap dengan traffic-nya, lengkap dengan berbagai hal. Itulah orkestrasi yang dipimpin oleh Presiden . Kita-kita di bawah sebagai pembantunya, kita ya parsialnya itu kita lakukan.
Apa target Kemendag berikutnya untuk menjaga semua ini? Apalagi kita mulai memasuki tahun politik?
Ya itu, yang pasti stok itu harus aman, stok itu harus ada. Bahan pokok itu dipastikan harus ada dan harganya tidak boleh ada gejolak. Sistem informasi juga harus berjalan dengan baik dan kami akan pantau terus. Apakah ini hanya sampai lebaran? tentu tidak. Yang pasti saya akan terus ikuti sampai tahun depan apalagi menjelang pelaksanaan pemilu. Saya harus memastikan dan itu kita pastikan bahwa stok bahan pokok itu tersedia sampai dengan tahun depan. Bahkan sampai dengan Ramadan tahun depan, itu harus pasti. Kalau tidak itu berbahaya
Pangan bisa jadi isu politik kelompok lain?
Sangat, yang pasti jangan lupa pernah dua kali terjadi masalah keributan sosial. Kalau disebutkan tahun 97, tahun 65 tahun 66, Tritura untuk turunkan harga itu karena ketersediaan yang tidak ada. Kemudian harga yang melonjak itulah yang terjadi dan itu chaos, mahal sekali. Terlalu mahal mempertaruhkan itu. Jadi siapapun yang berani menyatakan menghambat ketersediaan itu. Terlalu berani dan terlalu beresiko.
Kita boleh berbeda politik, tapi jangan pernah mengambil risiko mengorbankan rakyat kecil. Dalam setiap kejadian yang membuat chaos. Maka rakyat kecil lah yang menjadi korban. Dan jangan pernah kita mempertaruhkan itu. Mari kita berbeda pilihan dan sikap politik, tapi jangan mempermainkan itu. Yang kemudian mempertentangkan antara impor dengan tidak dan sebagainya. Ini kepentingan perut, ini yang harus dijaga. . Kalau kita sudah putuskan itu bersama, ya jalankan. Jadi sejarah dunia pun menunjukkan seperti itu. Itu yang harus kita jaga. Kewajiban pemerintah harus melakukan itu.
Soal ekspor, apa yang akan dilakukan kemendag untuk menjaga ekspor kita tetap memiliki nilai tambah?
Yang pasti tugas saya adalah membuka pasar. Seperti yang diperintahkan bapak Presiden yakni kita melakukan perjanjian, melakukan kesepakatan-kesepakatan perdagangan dengan berbagai negara. Kita baru dapatkan persetujuan ratifikasi untuk Chili misalnya. Dan itu setelah sekian lama baru sekarang.
Dengan Palestina seperti yang saya sampaikan tadi. Kita harapkan tahun ini dengan Australia, kemudian yang RCEP itu, yaitu perjanjian regional yang hampir 50 persen dari total penduduk dunia ada di situ. Nah itu, dan Indonesia sebagai inisiator, sebagai country coordinator, maka kita mengambil peranan itu. Maka negara Asean, ditambah dengan India, ditambah dengan RRT dengan Korea, Jepang, Australia dan New Zealand. Itulah yang kita lakukan. Tanpa kita membuka pasar itu tidak bisa kita bilang kita minta dengan zero tarif, tapi kita juga harus memberikan zero tarif.
Pertumbuhan ekspor, ekonominya dari Vietnam dan negara tetangga, itu lebih tinggi dari kita. Kenapa? Karena mereka sudah ada perjanjian. Ekspornya CPO kita ke Turki 2015 US$350 juta, 2016 tinggal US$50 juta, 2017 itu nol. Diambil oleh Malaysia, kenapa? Ya dia zero tariff, karena apa? Karena sudah ada perjanjian. Untuk itulah saya harus mengejar itu. Itulah yang presiden minta. Tetapi apa yang harus kita lakukan itu tentu ada kementerian teknis lain yang bisa memproduksi untuk itu. Ini yang ekspor ini kita dorong.
Ada yang ingin Anda sampaikan pada publik?
Mari kita jaga bersama pertumbuhan ekonomi kita, stabilitas ekonmi kita. Terlebih kita memasuki bulan suci Ramadhan ini. Saya mengajak semua masyarakat dan bangsa untuk tidak ada kekhawatiran sedikit pun. Percayakanlah bahwa pemerintah akan melakukan langkah yang terbaik karena kami adalah pelayan masyarakat.
Mari memasuki bulan suci ini dengan tanpa ada rasa curiga dan tanpa ada rasa benci karena kami melayani semuanya. Saya mengajak juga seluruh dunia usaha dan seluruh pihak, mari buat ibu-ibu lebih khusu’ lagi dan tersenyum bahagia. Karena dia tidak usah lagi memikir berapa saya harus sisihkan uang yang tidak perlu dia keluarkan akibat ulah dari sebagian orang. Dan kepada mereka, saya juga ingin kepada saudara-saudara yang berpotensi untuk mengganggu harga, jangan lakukan itu. Mari kita mencari pahala dan jangan lagi menambah dosa.