Semoga Pilkada Menggembirakan, Boleh Juga Lucu
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Jelang pilkada serentak, para kandidat mulai bersolek. Semua berusaha memantaskan diri dan menunjukkan kelayakan sebagai calon pemimpin yang patut dipilih. Salah satu wilayah yang akan menggelar pilkada adalah Jawa Tengah. Petahana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kembali maju dan bersaing dengan Sudirman Said.
Politikus PDI Perjuangan yang pernah menjabat sebagai anggota DPR ini mengaku sangat siap menghadapi pilkada. Ia menjadikan rekam jejak tentang kepemimpinannya sebagai acuan untuk menilai, apa saja yang sudah ia lakukan untuk Jawa Tengah.
Kepada VIVA, Ganjar menyampaikan banyak hal. Mulai dari persiapan menghadapi pilkada, soal kontroversi Semen Kendeng, hingga kasus e-KTP. Berikut petikan wawancara yang dilakukan pada Selasa, 20 Maret 2018. Wawancara dilakukan di kantor perwakilan Provinsi Jawa Tengah di bilangan Jakarta Selatan.
Apa saja yang sudah Anda siapkan terkait Pilgub Jateng?
Tak terlalu banyak. Karena sebenarnya saya sudah siap pilkada lagi sejak sehari setelah dilantik dulu. Jadi sebenarnya, ibarat orang menabung, saya hari ini membuka tabungan. Celengannya kita bongkar. Kita ceritakan lagi. Maka di medsos, sering saya ungkap kembali, waktu dulu kampanye seperti apa, ketika jadi gubernur, apa yang saya kerjakan.
Saya memang senang membuka informasi, termasuk di media sosial. Jejak digital ini bisa dilihat oleh semua orang. Sekarang persiapannya pada itu. Dan karena ada partai pengusung, partai pendukung, maka tentu saja ada koordinasi, konsolidasi, yang juga kita siapkan. Teknis-teknis pemilu juga kita siapkan. Seperti saksi, berapa orang nanti yang berjaga di TPS. Ada juga yang menyiapkan tema-tema yang sifatnya lebih teknis.
Artinya Anda memang sudah berniat akan menjadi Gubernur Jateng dua periode?
Nggak. Jadi begini. Yang namanya persiapan yang baik, itu kan memang kita harus siap siaga sejak dini. Terlepas apakah nanti kita akan dicalonkan lagi atau tidak. Dengan begitu, maka ketika dicalonkan kita sudah siap, dan kalau pun tidak dicalonkan lagi juga siap. Jangan sampai kita berpikiran, nanti aku dicalonkan lagi engga ya? Kerjaannya yang enak-enak saja. Jadi itu yang selalu disiapkan. Sehingga begitu ditunjuk atau tidak ditunjuk, hati kita sudah tertata dengan baik. Begitu ditunjuk, oh siap. Maka seluruh dokumen kita persiapkan, apa saja yang sudah kita kerjakan kita siapkan. Tentunya segala kekurangan-kekurangan yang ada bisa kita evaluasi.
Artinya sejak awal memang sudah memutuskan untuk melakukan yang terbaik?
Iya, saya kira itu kalimat yang baik. Pesan bapak dan ibu saya seperti itu. Ibu saya selalu memberi pesan, “Le, namanya amanah itu harus dikerjakan dengan baik,” itu saja. “Karena negara itu juga sudah ngurusi kamu itu dengan baik, jangan mimpi yang aneh-aneh,” itu pesan orangtua saya yang selalu saya bawa.
Seberapa besar keyakinan Anda untuk kembali memenangkan Pilkada Jawa Tengah?
Hanya satu kata saja, bismillah..
Apapun risikonya?
Oh, tentu saja. Namanya pilkada selalu bicara bagaimana nanti elektoral suara, berapa suara yang ada. Kalau kita bisa bicara apa yang bisa dikerjakan, sektor apa, bagaimana kondisinya, diskursus di masing-masing isu itu seperti apa. Karena buat saya kita ceritakan ulang apa yang ada agar publik bisa yakin soal itu. Sehingga mereka punya referensi untuk memilih. Kalau membayangkan, itu sulit. Kalau ada bukti yang kemudian kita jadikan contoh untuk mereka lihat secara visual ada datanya, maka tak sulit membayangkannya.
Jawa Tengah dikenal sebagai ‘Kandang Banteng’. Apakah itu yang membuat Anda optimis?
Untuk memenangkan sebuah kontes pilkada, ada tiga kekuatan. Pertama, siapa yang mengusung dan pendukung, umpamanya kekuatan partai politik atau individu perorangan. Kalau dari perorangan, berapa kelompok individu yang mendukung, dan kalau partai politik, berapa partainya, berapa relawannya. Kedua, aktornya. Aktornya itu cukup marketable, saleable atau tidak? Itu yang pasti diperhitungkan. Ketiga, logistik.
Nah, dari tiga ini, kalau kita lihat dukungan partai, mungkin sama lah dengan kandidat yang lain, kita sama-sama didukung dengan partai yang jumlah partainya juga sama. Tapi dari sisi suaranya kita sedikit lebih dari kandidat lain. Kemudian, dari sisi kandidasi personal, karena saya incumbent (petahana), mungkin popularitas saya lebih tinggi. Lalu logistik. Logistik pertempuran itu tentu dari struktur yang kita miliki, apa yang harus kita persiapkan. Jadi ketiga itu yang disiapkan.
Nah, optimisme dibangun ketika ketiga hal ini bisa bekerja. Satu saja berkurang, maka dua yang lain harus menggenapi. Dua berkurang, maka satu yang lain harus dominan. Kalau ketiga itu tidak ada, biasanya kalah.
Kompetitor Anda akan mengubah persepsi bahwa Jawa Tengah ini ‘Kandang Banteng’?
Sebagai sebuah cita-cita tentu itu boleh-boleh saja. Hanya cita-cita kan ada yang berhasil, ada yang tidak. Kalau saya tanya teman-teman di PDI Perjuangan Jawa Tengah, saya selalu tanyakan, kalau kamu mendengar statement seperti itu kamu akan diam atau kamu akan bertahan? Jawab mereka, kami akan bertahan sekuat tenaga, kami akan konsolidasikan seluruh kekuatan, kami akan tegak lurus pada putusan partai. Wah itu biasanya kalau sudah begitu, solid. PDI Perjuangan itu dalam beberapa ujian sudah teruji, kita lumayan solid soal itu.
Apa latar belakang Anda memilih Gus Yasin menjadi pendamping?
Sedikit saya luruskan. Sering kali proses kandidasi itu seolah-olah hubungan personal individu. Nah tentu agak berbeda sedikit apa yang terjadi dengan tradisi kami. Saya ini petugas partai, kalau saya tidak diusung partai, tidak mungkin saya bisa maju. Karena saya tidak bisa maju perorangan. Maka sebenarnya, dominasi partai untuk menentukan pilihan itu lumayan tinggi. Apakah saya maju lagi, atau tidak maju lagi, saya berdampingan dengan siapa.
Ternyata partai mendapatkan masukan dari para ulama di Jakarta, Jawa Tengah. Untuk Jawa Tengah yang bentengnya Pancasila, Jawa Tengah yang plural, sebaiknya pemimpinnya adalah reperesentasi dari banyak kelompok. Itu yang terjadi. Sehingga sebenarnya orang tua-orang tua kita yang ketemu. Kalau ada yang mengatakan ini semacam perkawinan Siti Nurbaya? Ya iya. Tapi kalau saya tanya sama Gus Yasin, beliau jawab, mboten mas, ini tradisi pondok. Tradisi pondok itu kan dijodohkan begitu. Nah, kebetulan proses penjodohan saya tidak pilih Gus Yasin, pilihan saya dulu sebenarnya tidak di Gus Yasin, kita bicara dengan yang lain.
Tapi karena tidak deal ya sudah. Tapi menguat pada saat itu para ulama menyampaikan, sebaiknya saya berpasangan bersama Nahdiyin. Nah itu lah, Nahdiyin itu keyword yang kita pakai. Karena waktunya sudah makin dekat, akhirnya dari Nahdiyin muncul nama-nama, dan salah satunya adalah Gus Yasin. Saat diumumkan, para sesepuh mengatakan cocok. Lalu saya ditanya, Ganjar kamu gimana? Lah wong saya sudah kenal kok. Dia anggota DPRD, karir politiknya bagus, dia ketua partai, dan dengan bapaknya Mbah Maemun Zubair, saya kenal beliau, dan jauh saya lebih kenal dekat dengan beliau.
Jadi Anda ingin mengatakan bahwa Gus Yasin ini adalah usulan partai?
Oh iyaa...
Anda menerima usulan tersebut dengan lapang dada dan menganggap itu pilihan yang tepat
Kesalahan banyak orang adalah seolah-olah saya menentukan sendiri, padahal saya ini petugas partai. Ada tradisi dalam PDI Perjuangan, proses itu melalui penggodokan yang tajam, dengan analisis yang komprehensif. Jadi bukan yang dibayangkan oleh publik, saya maju, saya milih sendiri, saya cari sendiri, terus partai kita jadikan hanya sekadar kendaraan. Itu bukan tradisi kami. Jika tokoh tidak didukung partai, itu juga akan sulit kan?
Apa benar Anda sempat mendekati Gus Yusuf?
Awalnya, PPP itu dalam posisi yang mendukung kita, dan pada saat itu negosiasinya PKB juga bersama kita. Ada beberapa kandidat yang disarankan. Karena Gus Yusuf adalah Ketua DPW PKB, maka saya intens komunikasi dengan beliau, yang memang menjadi salah satu kandidat. Tapi PKB punya keputusan politik sendiri, dan itu kita hormati. Prosesnya sesederhana itu saja. Dan karena kemudian tidak terjadi titik temu, beberapa kandidat yang lain pasti menjadi plan B, dan itu kita kerjakan.
Artinya, PKB sebenarnya akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan PPP untuk mengusung Anda?
Iya.
Tapi PKB mundur ketika Anda memutuskan untuk meminang Gus Yasin?
Tidak seperti itu jalan ceritanya. Prosesnya memang agak lama, tapi kita harus segera mengambil keputusan. Karena kalau tidak ada keputusan yang fix, waktu habis dan kita bisa ketinggalan. Oleh karena itu kita harus mengambil keputusan untuk memilih.
Apa strategi Anda untuk memenangkan pilkada Jawa Tengah nanti?
Kalau kita melihat potensial voters yang ada, calon pemilih ini hari ini, mereka itu sebenarnya lebih senang disapa, mereka lebih senang pada personal touch, lebih senang kalau komunikasinya gampang. Jadi saya mengelola komunikasi dengan mereka melalui medsos. Instagram, Facebook, juga Twitter.
Dalam mengelola pemerintahan saya juga membiasakan, semua kawan-kawan di UPD saya harus punya medsos, sehingga responnya cepat. Boleh pakai WA, call centre, sms, web base. Lalu saya buat aplikasi LaporGub. Aplikasi respon cepat ini sebenarnya adalah salah satu cara untuk membuat mereka merasakan pemerintah hadir. Tentu kepuasannya mungkin tidak bisa 100 persen. Tapi inilah strategi umum yang publik bisa melihat, karena jejak digitalnya bisa dilihat.
Lalu saya punya yang namanya dialog, ‘Gayeng Bareng Gubernur Jateng.’ Itu setiap Senin sore, host-nya saya sendiri. Jadi kalau di media lagi ribut apa, saya panggil tokohnya, saya wawancarai sendiri, agar mereka bercerita. Terus saya punya acara ‘Mas Ganjar Menyapa’ melalui radio. Atau saya datang langsung bertemu dengan mereka, judulnya ‘Ngopi Bareng Mas Ganjar.’ Jadi ada beberapa cara yang bisa dikelola untuk menjadi ikatan antara pemerintah dengan masyarakat. Tak hanya sebatas menjelang pemilihan atau pilkada.
Apakah ada pembagian peran dengan Gus Yasin?
Interchangable, bolak balik saja. Jadi ketika bertemu dengan kelompok santri, sudah pasti Gus Yasin. Tapi sering kali mereka (alumni santri) mengatakan kepada Gus Yasin kalau mereka ingin bertemu dengan mas Ganjar. Nah, kami datang. Atau juga sebaliknya. Jika ada tokoh agama dari Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu ingin bertemu dengan Gus Yasin, lalu disampaikan ke saya, ya kita temui. Jadi memang ada berbagi peran, tapi cara pembagiannya tidak kaku.
Pilihan mengajak Gus Yasin apakah guna menangkal politik identitas seperti di Pilkada Jakarta?
Enggak juga. Kalau semacam politik identitas seperti yang tadi disampaikan, sebenarnya kita tidak hanya belajar dari pilkada DKI saja, kita belajar dari semua. Maka tadi di awal saya katakan, Ibu Megawati ketika berdialog dengan para kyai, para ulama PBNU, mereka memiliki pemahaman bersama. Pesannya begini, kondisi bangsa Indonesia beragam, jadi pemimpinnya harus mereperesentasikan banyak warna.
Kebhinekaannya ditonjolkan, agar banyak yang bisa didapatkan. Ada kenyamanan politik yang disimbolkan oleh pemimpinnya, agar seluruh kekuatan politik yang berbeda itu merasa, ‘oh saya bisa terwakili di sana.’
Kedua, secara elektroral pasti kita ada keuntungan secara pragmatis. Selain itu, kita bisa saling melakukan check and balance. Jadi ada banyak pertimbangan yang sebenarnya bisa kita lakukan, bukan hanya sekedar alasan tunggal untuk itu, apalagi kalau alasannya belajar dari pilkada di DKI, tidak seperti itu.
Sejauh ini apakah ada pola-pola yang sama seperti di Pilkada Jakarta?
Sama persis sih tidak, tapi yang ramai di medsos iya. Kalau di dunia riil sih tidak. Medsos ini borderless. Medsos ini dioprek dari mana pun tampilannya sama. Mungkin satu dua kalau saya melihat polanya ada, tetapi tidak seperti di Jakarta banget lah. Karena kultur masyarakat Jawa Tengah relatif berbeda. Lebih toleran, lebih warna-warni kebhinekaannya sehingga tidak gampang ditiup-tiup seperti itu. Dan ulama-ulama besar di Jawa Tengah juga selalu bicara NKRI Harga Mati, mereka juga bicara Pancasila, seperti Habib Lutfi (Pekalongan), Habib Syekh (Solo). Kalau kita salawatan, mereka bukan hanya menyanyikan lagu Yalal Wathon saja, tapi juga Indonesia Raya, pasti itu. Jadi spirit ini yang dijaga terus menerus. Saya yakin para ulama di Jawa Tengah akan menjaga itu.
Artinya Anda meyakini bahwa isu politik identitas tidak terlalu cocok dimainkan di Jawa Tengah?
Saya kira masyarakat Jawa Tengah mempunyai rasionalitas yang bagus ya. Mereka sudah terbiasa dengan kebersamaan, lah wong di kampung itu mereka bareng-bareng kok. Sehingga kalau mau dibelah seperti itu, mereka akan mikir, lha kok kayak gini sih kampanye itu, kultur kita engga begini kok. Meskipun tentu satu dua tetap ada yang memainkan itu, tapi biasanya ya akun anonim. Mereka memfitnah, biasanya seperti itu. Tapi, biasanya komentar para netizen juga lebih rasional kok, mereka biasanya komentarnya “gak mempan, gak berlaku di Jawa Tengah,” gitu palingan. Jadi menurut saya sih, saya masih menikmati, masih oke lah.
Anda menyatakan menjadi petugas partai. Anda tidak takut dibully seperti Presiden Jokowi?
Hehehe.. Tunjukkan ke saya, bagaimana mungkin demokrasi itu tanpa partai politik? Kalau kader itu ditugaskan, kan berarti dia petugas toh? Kita memang ditugaskan partai kok kita takut dibully sih?
Indonesia berdemokrasi itu sistemnya kepartaian. Lha, kok gak mau mengakui partai, itu gimana? Jadi menurut saya, ya memang saya petugas partai, masa saya takut dibully? Ketika ditakutkan itu kan bukti bahwa dia itu mempunyai asumsi, kecurigaan, oh nanti kamu kalau sudah jadi akan memikirkan partai mu sendiri, gak mikirin rakyat.
Selama lima tahun jadi gubernur, apa saja program Anda yang tertunda?
Bukan tertunda, tapi emang belum selesai. Kalau kita pakai politik anggaran, itu anggarannya gak pernah cukup. Penduduknya terus bertambah dan persoalannya bertambah. Engga ada seorang pemimpin yang dalam periode tertentu menyelesaikan persoalannya, bahkan mereka yang dikatakan seumur hidup pun tak akan pernah ada kata selesai.
Kompetitor Anda mengatakan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah lambat dan kecil?
Kita selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional tuh.
Soal tudingan bahwa jumlah pengangguran masih tinggi?
Pengangguran akan bertambah karena tiap tahun yang lulus sekolah terus bertambah, tinggal bagaimana kita menyerapnya. Dan kita menjelaskan kepada mereka apakah Anda mau jadi pegawai atau entrepreneur? Kalau ingin menjadi pengusaha maka saya kasih modalnya. Dan dalam sistem pendidikan kita juga mendorong agar mereka ekonominya bisa mandiri.
Jika dipercaya masyarakat untuk kembali memimpin Jateng, apa program prioritas Anda?
Sebenarnya rakyat kalau ditanya itu masih ajeg. Pak, beresin infrastruktur. Alhamdulillah para bupati sekarang sudah mulai cocok. Ah saya mau ikutin Pak Ganjar, saya mau tingkatkan anggaran untuk infrastrukturnya agar cepat selesai. Baik itu jalan, jembatan, irigasinya. Nanti kita akan masuk lagi ke sektor pendidikan dan kesehatan. Kalau ini bisa kita dorong maka akan bisa mendapatkan kecepatan untuk masalah infrastruktur kita bereskan. Nah, kalau itu bisa kita selesaikan, maka relasi antara pusat, provinsi, dan kabupaten bisa seimbang. Itu yang namanya harmoni, nah ini yang menurut saya yang hari ini penting. Nah, prioritasnya ke depan apa? Masyarakat masih berharap pemerintahan ini bersih.
Banyak calon kepala daerah petahana yang ditangkap. KPK mensinyalir karena biaya politik yang tinggi. Tanggapan Anda?
Karena kita yang memahal-mahalkan diri. Yang namanya direct vote atau pemilihan langsung seperti itu mahal, dan ini sistem politik yang hari ini sudah terjadi. Kan ini pilihan. Dulu dipilih DPRD kan DPRD nya dulu dikanalisasi, di sana terjadi gratifikasi, DPRD nya dikasih apa-apa, kemudian suap terjadi. Dulu pemikirannya kalau pemilihan langsung tidak ada yang namanya suap menyuap. Tapi ternyata ya 11-12. Kalau berpikirnya seluruh kebutuhan itu diemban sendiri, maka korupsi lah itu.
Alhamdulillah, selama dua periode ini partai saya tidak pernah minta yang namanya mahar politik. Itu tidak pernah ada. Justru saya dibantu, iuran kawan-kawan. Ini yang namanya fundrising. Saya mau maju kamu mau dukung engga? Kalau dukung, kamu mau iuran apa engga?
Tahun 2013 dulu, tiba-tiba ada kaos yang beredar namanya Ganjar-Heru, kaos Ganjaran Kepang, dsb. Sekarang juga muncul, Santri Gayeng, Ganjar-Yasin, dan sebagainya. Itu banyak juga yang menyumbang personal. Bahkan dari siapa, saya engga tahu. Banyak lho masyarakat itu yang kita ajak dengan sukarela mereka mau. Tapi kalau calon berpikiran bahwa kebutuhan logistik itu kemudian mau money politik, ya sudah habis kita. Duit berapa pun di pilkada pasti habis. Makanya ini yang harus dipahami oleh para kandidat juga, banyak cara untuk menang dalam pilkada tanpa korupsi.
Apa yang akan Anda lakukan guna menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi?
Tagline saya tahun 2013 dulu itu ‘Mboten korupsi, Mboten ngapusi.’ Apa yang kita lakukan? Pertama, kita ajak KPK. Jawa Tengah waktu itu termasuk sebagai provinsi awal yang mengajak KPK bekerja sama. Kita lakukan koordinasi, supervisi, dan pencegahan. Latihannya apa? Simpel, kalau ada yang mendapatkan gratifikasi langsung dilaporkan. Tahun 2015 kita tercatat sebagai provinsi yang melaporkan gratifikasi paling banyak. Tahun 2016, kita pengelola gratifikasi terbaik. Kemudian, tahun 2017, Jawa Tengah itu kalau tidak salah bersama NTB, DKI Jakarta tercatat sebagai tiga provinsi yang laporan LHKPN nya paling bagus. Ini pencegahan.
Selain itu?
Kedua, saya melaksanakan lelang terbuka. Semua boleh ikut, transparan. Maka dengan cara itu bisa kita reduce potensi mereka untuk kongkalikong, KKN. Lelang masukan ULP semua, ketika lelang dimasukkan ke ULP maka semua akan melihat secara transparansi. Meskipun masih ada yang main-main, tapi kita bisa tekan. Kemudian, ketika kita membuka semua informasi secara transparan, masyakarat bisa memantau langsung. Dan itu kita lakukan.
Setelah lima tahun ini, ke depan kalau saya terpilih kembali, maka tunas-tunas integritas itu harus kita tularkan ke kabupaten/kota yang lain. Saya sudah mencoba ketika pilkada serentak yang kemarin, seluruh bupati dan walikota di sini saya ajak ke KPK untuk sekolah AntiKorupsi. Lha faktanya masih ada yang tertangkap. Jadi, dengan pencegahan yang seperti itu aja masih ada yang tertangkap.
Nah, tugas saya ke depan adalah mengintegrasikan sistem yang sudah saya bangun di provinsi ini ke bawah. Jadi yang siap ayo kita ubah, kita membuat government resources, manajemen sistem. Ini sistem mengelola sumber daya provinsi di pemerintahan. Maka saya bisa mengecek itu serapan anggaran berapa, penanggungjawabnya siapa, fisiknya berapa, proyeknya berapa, dan itu saya baca setiap hari. Nah, dengan cara itu, kalau ada yang mau main-main silakan urusannya dengan KPK.
Anda dianggap gubernur yang senang melakukan pencitraan?
Politik itu citra kok. Anda diam saja, itu sebenarnya Anda sedang membangun citra bahwa Anda itu ya memang pendiam. Anda tidak mau bermain medsos, itu Anda sedang membangun citra sebagai pemimpin yang tidak suka dengan medsos. Lah, saya itu suka medsos untuk bekerja. Silahkan dilihat timeline saya, apakah saya sedang pencitraan, apa saya sedang merespon masyarakat.
Hal-hal sinis seperti itu buat saya adalah vitamin yang menyehatkan. Jadi biar saja kalau ada yang mengatakan saya aktif di medsos itu sebagai pencitraan. Saya orang yang tidak pernah takut, saya memang membangun citra. Citra pemerintahan bersih, citra pemerintahan melayani, dan citra bahwa pemerintahan ini transparan yang membuka informasinya kepada media sosial.
Belakangan Jokowi dan PDI Perjuangan dihajar dengan isu PKI, Cina, anti-Islam. Apakah itu mengganggu elektabilitas Anda?
Tidak. Masa sih Pak Jokowi itu PKI? Anti-Islam? Pak Jokowi itu sudah jelas Islam kok. Jadi biasa lah isu itu apalagi dalam kontestasi pilkada seperti sekarang ini. Ketika kita tidak memiliki ide orisinal, sering kali kita mencari kelemahan lawan yaitu dengan membuat isu-isu seperti itu. Menurut saya itu tidak laku. Gimana saya dibilang PKI, lah wong bapak saya polisi kok. Saya sering keliling hadir dalam acara salawatan, dan sebagainya. Bagaimana bisa orang mengatakan saya PKI, bagaimana orang bisa mengatakan saya anti-Islam kalau seperti itu? Lha wong saya salawatan kemana-mana.
Artinya sejauh ini tidak ada kampanye hitam yang menyerang Anda seperti itu?
Ada saja mungkin seperti itu, tapi kecil lah. Kalau itu kecil dan itu akun anonim ngapain juga dipikirin.
Pemerintah pusat sedang fokus membangun desa dengan dana yang besar. Bagaimana cara Anda memantau anggaran desa?
Saya membuat surat edaran gubernur agar seluruh desa memasang APBDes nya di depan kantor atau di tempat-tempat strategis lainnya dengan banner yang besar, supaya masyarakat bisa memantau langsung. Kedua, saya dorong desa membuat medsos, membuat website untuk menyampaikan semua informasi. Itulah transparansi informasi yang saya bikin.
Bagaimana kasus penolakan pembangunan pabrik semen Kendeng?
Sekarang mereka kan meminta agar dibuatkan KLHK, yang minta mereka kan? Dan itu dibuatkan tuh, dikasih oleh kementerian. Dan kalau tidak salah hasilnya diizinkan sama kementerian.
Apakah isu itu menggerus elektabilitas Anda?
Mengganggu ada ya. Karena kadang-kadang ada yang menyampaikan aspirasi di depan saya, ada juga yang nge-twit, dan lain lain. Dalam demokrasi ada saja hal seperti itu, dan itu wajar saja. Ada yang setuju ada yang tidak setuju, tinggal kita komunikasikan saja, kan ada warga yang setuju juga. Ini sering kali dilupakan. Maka saya selalu mengedepankan dialog, ayo dialog yuk. Bahkan saya mintakan yang di Rembang, saham lima persen untuk diberikan ke desa yang ada di sekitar situ agar desa tersebut menjadi pemilik dari perusahaan yang membangun di situ. Sehingga setiap tahun desa akan mendapatkan dividen.
Dan kalau masyarakat membutuhkan air, perusahaan tersebut saya minta dibuatkan sumur, saya minta untuk dibuatkan waduk. Sehingga apa yang ada di situ bisa bermanfaat. Kalau tidak begitu, masyarakat itu hanya dikeruk saja oleh perusahaan. Dan ini yang saya kira publik harus tahu sekarang.
Bagaimana dengan kekhawatiran warga soal kerusakan lingkungan?
Mungkin ada baiknya VIVA datang ke lokasi, berkomunikasi dengan masyarakat di sana langsung. Begini, pabrik semen Cibinong itu gede kan? Sudah berapa gunung dipotong? Apakah ada yang teriak kerusakan lingkungan? Kita lihat ada banyak pabrik semen di Indonesia, siapa yang teriak kerusakan lingkungan?
Ada pakar yang menjadi peneliti Amdal, dan mereka itu sudah bergelar profesor, doktor, maka pasti ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Makanya sangat hati-hati betul saya dalam hal ini. Dan terus terang saya belum pernah mengeluarkan izin pendirian pabrik semen sama sekali.
Anda belum pernah mengeluarkan izin sama sekali?
Belum pernah sama sekali. Sejak saya jadi gubernur, itu sudah ada izinnya. Jadi yang ada sekarang ini tinggal perbaikan. Di Twitter, Pak Emil Salim mengatakan, “Ayo rame-rame kita surati Pak Gubernur Jateng untuk menolak Semen Gombong.” Lho, semen Gombong itu tidak lolos ujian, karena tidak lolos ujian tidak saya izinkan.
Di Wonogiri akan membuat pabrik semen, dia meminta agar tata ruangnya diubah, itu juga tidak saya izinkan. Kemudian saya mengirimkan surat kepada pemerintah pusat di Jakarta, agar me-moratorium pembangunan pabrik semen itu.
Anda disebut-sebut terima dana E-KTP?
Anda lihat saja yang menuduh saya berapa orang sih? Seingat saya satu orang tuh, dan sepengetahuan saya satu saksi, itu kan bukan saksi. Katanya dia melihat saya menerima uang, di bulan September-Oktober di ruangan seorang anggota DPR yang sudah meninggal.
Terus kemudian ada seseorang namanya AN yang katanya membagi uang yang dia kirimkan ke saya, dan ketika di pengadilan di dalam pledoinya orang tersebut mengatakan saya tidak pernah kasih Ganjar. Itu kebohongan kedua. Ketiga, ketika saya dikonfrontasi oleh penyidik. Saya dihadirkan dihadapkan kepada orang yang katanya membagikan uang, dan dia mengatakan Pak Ganjar tidak menerima uang.
Dan akhirnya, saya menemukan berita acara pemeriksaan yang bocor, ternyata dari sekian yang diberikan uang itu, betul ada tulisan pas bagian saya selalu dikembalikan dan saya serahkan kepada si-X, maka itu kebohongan keempat. Dan saya tahu dalam situasi politik seperti ini apapun akan digoreng. Prinsip saya, kalau bersih jangan pernah risih.
Apakah isu itu mengganggu elektabilitas Anda?
Kalau itu diukur melalui survei, kayanya terlalu kecil itu. Tapi saya yakin itu akan dikapitalisasi. Jadi kalau mau difitnah, mau diapain dalam masa-masa pilkada saat ini silahkan saja, saya tidak akan pernah mundur. Orang memberantas korupsi, pasti dia akan dilawan dengan isu-isu seperti itu.
Ada yang menganggap Anda mendapatkan perlindungan dari pemerintah pusat dalam kasus ini?
Siapa yang melindungi saya? Bagaimana caranya? Ada engga ketika partai berkuasa itu bisa melindungi? Sebutkan di dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia? Mulai dari pemerintahan lalu (masa SBY), siapa yang ditangkapi? mulai dari pemerintahan saat ini, siapa yang ditangkapi? Sederhana saja melihatnya. Buktinya, benar apa nggak? Menurut saya, saat ini yang namanya fitnah itu pasti banyak yang datang, ingat lho, Gusti Allah mboten sare.
Jika itu fitnah, menurut Anda apa motivasinya?
Tidak ada yang tahu.
Ini kan kasus yang melibatkan banyak anggota Dewan. Bagaimana Anda bisa bertahan?
Antikorupsi itu harus menjadi sikap. Ibu saya itu selalu mengiangkan di telinga saya, jaga amanah dengan baik, jangan pernah korupsi. Itu selalu dikatakan seperti itu, jauh sebelum saya menjadi anggota dewan. Saya sadar bahwa itu mungkin melawan arus, bahkan kadang-kadang orang yang melawan arus sendirian itu bisa jadi tidak populer, tapi alhamdulillah dibuktikan dengan bukti-bukti yang hadir itu. Dan bukti itu ada, orang bisa melihat semuanya. Ruginya buat saya, karena saya mau pilkada.
Tapi Anda tahu benar bahwa ada proses itu?
Kalau kita tahu, itu seperti mohon maaf, orang buang angin. Baunya ada tapi suaranya tidak ada.
Sudirman Said mengatakan, Pilkada bukan soal menang atau kalah, tapi memperjuangkan nilai. Dia ingin Pilkada di Jawa Tengah ini berjalan sejuk dan damai. Tanggapan Anda?
Saya selalu tunjukkan kepada publik kalau saya dengan Pak Dirman itu tidak pernah bertentangan. Saya bisa bareng, bisa bercanda. Maka waktu usai debat kandidat kemarin, begitu selesai saya sampaikan, mas minta maaf ya mas ya kalau ada kalimat yang kurang baik. Itu namanya value. Dan kita mengharapkan masing-masing kandidat bisa menyampaikan value itu kepada para pendukungnya, sehingga di medsos tidak terlalu ramai. Itu yang agak sulit, oleh karena itu nanti kita buktikan saja.
Apa yang membuat Anda tetap tenang, meskipun menghadapi berbagai tekanan?
Gini, kalau kita bersih, tidak memiliki agenda, apalagi agenda yang kotor, atau kita menutupi daging busuk, ngomong aja apa adanya, jangan pernah takut. Sekeras-keras orang menentang saya, mendemo saya, mencaci saya, saya akan jelaskan terus menerus. Karena itu kebenaran yang saya yakini dan ada datanya. Bahwa ada yang tidak setuju, tidak apa-apa. This is democracy. Demokrasi itu tidak pernah bulat, pasti ada lonjongnya, tidak bisa kaffah. Ini yang kemudian membuat saya bisa tenang. Maka ketika saya ditanya apa saja, tidak pernah mundur saya. Mending saya jawab, soal engga puas boleh, soal tidak setuju engga apa-apa. Politik kan memilih, pemimpin kan memutus, dan selalu ada risikonya, dan jangan pernah takut.
Apa yang ingin Anda sampaikan untuk menghadapi Pilkada Jateng?
Semoga pilkadanya baik-baik saja, menggembirakan, dan boleh juga kalau lucu. (mus)