Sepak Terjang Hacker Pembobol 600 Situs
- Instagram/@humaspoldametrojaya
VIVA – Satu per satu fakta tiga peretas atau hacker yang baru diciduk jajaran Polda Metro Jaya terungkap.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, selain meretas sistem IT lembaga negara baik di dalam dan luar negeri, trio peretas itu juga meretas website pribadi. Argo mengaku tak bisa membeberkan apa saja yang telah mereka retas secara rinci.
"Lembaga negara ada. Di luar negeri juga ada. Tapi tidak bisa kami sebutkan ya. Dari perusahaan kecil sampai besar, juga ada," ujar dia di Mapolda Metro Jaya, Selasa 13 Maret 2018.
Polisi menduga, kelompok peretas Surabaya Black Hat (SBH) memiliki anggota mencapai ratusan orang. Hingga kini polisi masih memburu mereka yang terbukti jelas-jelas melakukan pidana dengan keahlian mereka.
Tidak ada syarat khusus bagi mereka yang mau jadi anggota SBH. Cukup memiliki visi-misi yang sama, mereka bisa langsung bergabung.
"Dia mempunyai 600 hingga 700 anggota hacker di sana (grup SBH). Dia mempunyai anggota sebanyak itu. Semua anggota melakukan perbuatan itu. Anggota yang bergabung karena memiliki visi dan misi yang sama sebagai hacker di media sosial. Biasa kumpul-kumpul, sharing semua," katanya menambahkan.
Argo menuturkan, meski telah meretas 600 website dan ribuan sistem IT, Polda Metro Jaya belum berencana merekrut mereka jadi anggota siber Polri. Yang pasti polisi akan terlebih dahulu mengurus proses pidana para pelaku yang telah ditangkap yakni, AN (21), KPS (21), dan ATP. "Itu bagian proses hukum untuk ditindaklanjuti," ujar Argo.
Peretas tersebut diciduk tim Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di Surabaya. Kedua dari peretas itu inisialnya yakni KPS dan NA. Mereka yang menamakan dirinya kelompok SBH, sudah membobol website dalam dan luar negeri.
KPS merupakan pendiri dan anggota dari kelompok SBH. Sedangkan NA merupakan peretas dan turut memeras korbannya dalam bentuk uang PayPal dan Bitcoin. Dari aksi mereka, biasanya bisa menghasilkan uang ratusan jutaan rupiah per tahun.
Modus operandinya peretas membobol sistem elektronik korban, kemudian mengirimkan emailÂ
kepada korban, yang mengharuskan korban untuk membayar sejumlah besar uang. PembayaranÂ
dilakukan melalui akun PayPal atau akun Bitcoin. Jika korban tidak melakukan pembayaran maka kelompok ini akan menghancurkan sistem korban tersebut.
Hingga kini polisi masih memburu empat orang rekan mereka yang buron. Atas perbuatannya, kedua pelaku dikenakan Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (mus)
Â