'Pemimpin Itu Intan, Parpol Jadi Tukang Gosoknya'
- ANTARA FOTO/Budiyanto
VIVA – Sempat tertatih-tatih karena konflik internal, Partai Persatuan Pembangunan, atau PPP mencoba merajut asa baru. Targetnya, pencapaian lebih baik di Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 dan Pemilihan Umum 2019.
Dua pesta demokrasi politik yang waktunya berdekatan ini menjadi ujian PPP di bawah kepemimpinan Muhammad Romahurmuziy, alias Romi. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, partai berlambang Kakbah ingin posisi lebih baik dari Pemilu 2014.
Strategi pendekatan ke basis massa seperti pesantren, majelis taklim, hingga madrasah menjadi salah yang dilakukan kader PPP secara intensif.
Ajang Pilkada 2018 pun menjadi batu loncatan PPP. Sementara itu, Pemilu 2019 ada rangkaian Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden yang digelar serentak.
"Kita akan kembali ke basis, sesungguhnya basis PPP solid dan mempunyai sejarah yang panjang," kata Romi. saat ditemui VIVA di Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini.
Bagi Romi, pendekatan kembali pada basis partai menjadi sentuhan untuk meningkatkan elektabilitas partai. Militansi kader harus didukung dengan struktur mesin partai yang benar bekerja.
Ajang Pilkada 2018 akan menjadi pembuktian strategi PPP di tahun politik. Dari 171 daerah, ada target khusus yang dicanangkan. Mengusung kandidat kepala daerah yang sebagian kader diharapkan ikut mendongkrak elektabilitas PPP.
Selain target di Pilkada 2018, Romi juga bicara tentang arah politik di Pemilu 2019, seperti peluang mendampingi Joko Widodo sebagai bakal calon wakil presiden. Berikut, petikan wawancara Eka Permadi dari VIVA dengan Romi.
Jelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, PPP selalu minta masukkan kiai?
Kiai yang dikumpulkan adalah para kiai langgar. Dalam pertemuan, saya sampaikan perkembangan terakhir situasi politik nasional, peta politik menuju 2019. Ada perbedaan dengan pemilu sebelumnya. Perhitungan parpol bisa berbeda.
Target Pilkada 2018?
Dari 171 daerah, kita berharap bisa mendapat kemenangan dari 17 provinsi. Dan, kabupaten kota sisanya ini 75 persen. Sebagian kader sendiri yang kita usung, sebagian kita mengusung calon pemimpin lokal terbaik.
4 plus 1 dan Kontrak Politik
Apa yang menjadi pertimbangan PPP dalam menentukan calon kepala daerah?
Pertimbangan kita memilih calon pemimpin itu ada 4 plus 1. Pertama, pendekatan berdasar kepada integritas. Integritas penting, karena setelah Pilkada serentak pertama digelar ada 222 kepala daerah yang bermasalah secara hukum, sehingga penting memastikan agar mereka tidak bermasalah ke depan.
Kedua, kapasitas. Kita mengevaluasi beberapa kepala daerah under capacity, setelah duduk dia tidak bisa apa-apa. Tidak punya kemampuan memadai untuk menyejahterakan masyarakat melalui program-programnya.
Ada kepala daerah tidak paham mengalokasikan APBD dengan baik, mendisiplinkan penggunaan APBD. Ada yang sudah dirancang PAD-nya tidak tercapai, sehingga defisit sampai 30 persen anggaran. Ini saya, kira hal yang sangat memprihatinkan.
Pemimpin yang terpilih berdasarkan basis popularitas, belum tentu punya kapasitas, itulah kenapa fungsi partai sebagai lembaga publik adalah selector. Menyaring, melapis, dan menepis yang tidak sesuai. Meski populer enggak usah berangkatlah, dari pada nanti saat duduk malah jadi masalah baru.
Ketiga, akseptabilitas, penerimaan dari seluruh pemangku kepentingan. Bisa saja dia sangat populer, ternyata dia kriminal. Bisa aja dia sangat populer dapat dukungan rakyat tinggi, tetapi ternyata ijazah palsu. Bisa saja dia populer seperti sinterklas karena kekayaannya, tetapi ternyata dia ini pengguna atau pengedar narkoba. Bisa saja populer dan dapat dukungan, tetapi punya visi misi membahayakan. Misalnya akademisi berpendapat, kalau dia berkuasa apa saja dia jual, misalnya tambang ini dikasih ke siapa, galian dikasih ke mana, ini kan membahayakan juga.
Akseptabilitas penting dengan Kepolisian, Kejaksaan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan ormas-ormas, terutama ormas Islam.
Nah, keempat, yaitu elektabilitas. Ada orang sangat pintar, tingkah lakunya baik, dia bisa diterima oleh para akademisi, ormas. Ternyata, enggak ada rakyat kenal dia. Sama juga bohong, karena ini kan pemilihan langsung.
Karena pemilihan langsung, mau tidak mau tingkat keterpilihan jadi pertimbangan yang utama. Enggak ada gunanya kita nyalonin orang pintar, tetapi enggak ada yang kenal. Enggak ada gunanya kita nyalonin orang soleh, tetapi orang enggak kenal. Jadi, enggak mungkin semua tanpa elektabilitas.
Plus 1, satunya adalah spiritualitas. Artinya, dia itu born to be leader. Tidak ada pemimpin itu yang diluluskan dari sekolah kepemimpinan. Enggak ada. Pemimpin itu ditemukan, karena pemimpin itu born to be leader, dia dilahirkan untuk jadi pemimpin, tugas parpol itu untuk menemukan.
Pemimpin itu intan, tinggal parpol jadi tukang gosoknya. Apakah gosokan itu sesuai, cutting-nya, clear-nya. Gosokan itu penting. Seorang calon pemimpin ditemukan parpol dan dipoles parpol jadi pemimpin yang diharapkan rakyatnya.
Target menang di Pilkada 2018, daerah mana saja dan dampak signifikan ke Pemilu 2019?
Yang utama bagi kami adalah Jawa Barat, menyumbang suara terbanyak pada Pemilu 2014. Dan, juga sejak dulu Jabar selalu menjadi penyumbang suara terbesar bagi PPP.
Kedua, Jatim, basis PPP kita punya figur yang lengkap dalam konteks pasangan, melambangkan senior junior bu Khofifah punya pengalaman lengkap. Yang satu muda berwawasan, pasangannya (Emil Dardak).
Ketiga, Riau, karena basis PPP sejak lama. Keempat, Sumatera Barat ini juga konsentrasi kami. Kelima, Sulawesi Selatan selalu menjadi wilayah lima besar nasional, menyumbang suara pada PPP setiap pemilu. Jadi, battle ground semua partai.
Ada kontrak politik kandidat yang diusung atau didukung PPP?
Ada dua kontrak yang selalu kita sodorkan pada setiap calon untuk dia tanda tangani. Pertama, kontrak politik yang berbasis kinerja. Yang merupakan pengejawantahan visi misi partai yang akan masuk pada visi misi calon kepala daerah. Pendidikan Islam, pesantren dan ekonomi kerakyatan berbasis Islam menjadi perhatian kepala daerah yang terpilih dalam bentuk perda.
Kedua, kontrak politik yang memang merupakan political deal antara PPP dengan calon. Ini terkait insentif elektoral yang dibutuhkan PPP pada Pemilihan Legislatif di 2019 mendatang.
Kita menitipkan hasil fit and propers test hasil dari DPW, karena DPP tidak melakukan kita hanya mengirimkan pengurus yang terkait dengan korwil pemenangan pemilu di daerah.
Selalu kita tanya apa sumbangan politik Anda terhadap PPP terkait insentif elektoral yang kita perlukan. Berapa kursi (DPRD-DPR) yang bisa Anda janjikan, bila terpilih menjadi kepala daerah pada PPP 2019.
Itu macam-macam ada yang sanggup satu dapil satu kursi. Ada yang sanggup hanya dua kursi dari satu yang sekarang, ada yang sanggup lima dari empat kursi yang sekarang.
Kemudian, yang penting juga adalah melibatkan PPP dalam proses proses pengambilan keputusan secara lebih intensif dan proaktif kepala daerah atas sebuah kebijakan.
Santri Pendamping Jokowi
Anda melihat pengaruh Pilkada 2018 pada Pileg hingga Pilpres 2019?
Ini proses satu arah, pilkada akan menentukan pemilihan legislatif tetapi legislatif tidak akan menentukan pilkada. Pilkada itu soal pilihan figur, sejarah pilkada kita menegaskan banyak partai besar tidak punya calon kepala daerah dan banyak partai menengah yang calonya menang.
Sehingga, itu menegaskan bahwa perolehan suara parpol dalam Pemilu tidak ada urusannya dengan pilkada. Itu hanya terkait kebutuhan untuk tiket pencalonan. Tidak ada kepastian yang diusung partai besar itu pasti menang pilkada. Kita lihat sampai saat ini, besarnya suara partai politik tidak jadi jaminan dia punya stok kader yang diingini masyarakat.
Kader parpol ada ribuan, tetapi masalahnya ada enggak yang diingini rakyat. Ini menunjukkan pilkada memengaruhi pileg, tetapi pileg tidak memengaruhi pilkada.
Sedangkan kepala daerah sendiri bisa berpengaruh pada pileg dan pilpres. Karena memiliki sumber daya politik yang dimiliki, itu bisa mengarahkan untuk memenangkan partai tertentu, terutama partai yang memberangkatkan dia menjadi kepala daerah.
Ini makanya kita selalu menitipkan, ya namanya kekuasaan jangan dimakan sendiri lah. Bagi-bagi lah, karena di Indonesia ini kan multi partai. Silakan Anda atur, kalau partai Anda ingin menang silahkan, tetapi jangan tinggalkan kita, karena apapun Anda bisa duduk di kursi itu karena dipilih rakyat. Rakyat bisa memilih Anda, karena Anda dapat tiket dan tiket itu diperoleh karena kami memberikan.
Sehingga, kita selalu menyampaikan, ya sudah, kita menjadi bagian-bagian dari partai yang duduk di pimpinan dewan, ketika yang bersangkutan menjadi pemimpin dan mengawal Pemilu.
Arah Pilpres 2019?
Tentu, salah satu bagian kontrak politik selain insentif elektoral bagi PPP kita juga selalu menanyakan (arah Pilres). Dan, kecenderungan kita adalah meminta yang bersangkutan untuk mensukseskan Pak Jokowi untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2019 mendatang. Yang sudah kita resmikan akan diusung kembali oleh PPP pada Pemilu 2019 mendatang.
Pemilu 2014 kurang bagus bagi PPP yang tak ada di posisi lima besar?
Kita akan kembali ke basis, sesungguhnya basis PPP solid dan mempunyai sejarah yang panjang. Saya selalu katakan, kembali ke basis, pesantren, masjid, majelis taklim, madrasah para ustaz yang selama ini menjadi basis menyumbang suara. Kembali menjadi yang utama, Kita perlu sentuhan yang lebih intensif.
Struktural partai ini mesinnya harus benar-benar bekerja. Alhamdulillah kepengurusan pascaMuktamar Pondok Gede, partai ini menunjukkan geliat yang belum pernah terjadi selama partai ini berdiri 44 tahun. Saya optimis, ini akan memberi gairah baru pada seluruh kader partai.
Termasuk, keberhasilan kita untuk menyelesaikan persoalan sipol saat mendaftar ke KPU. Bahkan, dibanding partai-partai yang mungkin citranya mungkin lebih menonjol, ternyata PPP di tengah konflik yang sempat melanda mampu menjawab dengan mudah. Ini menunjukkan kita siap.
Kita juga akan kembali merangkul para figur-figur vote gatter yang selama ini jelas-jelas menyumbang suara PPP dan memiliki tetapi belum seberapa kita dekati.
Kader PPP berpendapat pasangan ideal Jokowi 2019 dari kalangan santri?
Karena label politik yang dilekatkan oleh lawan politik pada Pak Jokowi itu ada tiga. Pro RRC, pro komunis, dan anti Islam. Sehingga, kita harus mencari figur calon wakil presiden sebagai antitesa pelabelan itu. Jadi, dia itu harus anti RRC, anti komunis, dan pro Islam. Nah, figur seperti itu adalah figur santri.
Sehingga, kemudian hal ini penting, dan Pak Jokowi sebagai Presiden menandai pentingnya santri itu dengan menetapkan hari santri. Sehingga, beliau sebagai Presiden mengakui peran penting santri dengan menetapkan 22 Oktober sebagai hari santri nasional.
Kita harapkan, kalau wakil Pak Jokowi ini santri dan menjawab pelabelan politik yang di stigmakan pada Pak Jokowi sedemikian rupa oleh lawan politiknya, sehingga pilpres bisa berjalan mulus, tidak ada viral-viral kebencian berbasis sektarian.
Anda dari santri, apakah akan maju sebagai calon wakil Jokowi?
Saya cenderung ngurus partai ajalah. Ngurus partai, karena partai ini kan habis terluka. Kemarin, ibarat perang kita masih mencoba menyembuhkan luka itu dan recovery.
Mohon doa restunya PPP bisa masuk tiga besar pemenang pemilu 2019. Itu yang lebih penting buat saya.
Jadi, belum terpikir jadi wapres dampingi Jokowi?
Saya belum punya pikiran itu. (asp)