Pemerintah Diingatkan, Harga Minyak Naik Bakal Jadi Masalah
VIVA – Institute for Development of Economics and Finance, atau INDEF, mengingatkan pemerintah agar mulai serius memperhatikan kenaikan harga minyak dunia.
Walaupun menguntungkan bagi bisnis migas di sektor hulu, namun kenaikan harga minyak dunia diyakini bisa berdampak pada kenaikan harga di masyarakat. Sudah rahasia umum, Indonesia saat ini masih menjadi negara net importir bahan bakar minyak (BBM).
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menilai, kenaikan harga minyak ini akan menjadi potensi masalah bagi ekonomi Indonesia ke depan. Untuk itu, pemerintah harus mengkaji dampak buruknya bagi Indonesia dan meresponsnya dengan cepat.
"Kita harus beri warning, agar pemerintah tidak menjadi pemadam kebakaran saja begitu api membesar, baru bergerak," kata Enny dalam diskusi di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis 25 Januari 2018.
Pada kondisi saat ini, ia mengatakan, harga minyak mentah Brent, bahkan sudah mencapai US$70 per barel. Sementara itu, asumsi harga minyak dalam APBN 2018 ditetapkan sebesar US$48 per barel. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak kepada kerugian pengusaha di sektor hilir migas, atau justru menyebabkan subsidi membengkak.
"Kita geregetan juga dengan menkeu yang bilang itu baik. Itu memang berdampak positif untuk APBN, tapi kita tidak bisa menutupi bahwa kita sebagai sebagai net importir, tentu ada dampak ke ekonomi makro kita," tegas dia.
Menurut dia, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan, harga minyak yang berdampak positif kepada APBN, khususnya penerimaan negara, justru akan menimbulkan kegalauan di sisi pengusaha.
"Statement itu seolah-olah menafikan kekhawatiran kegalauan pelaku ekonomi. kalau ini tidak mendapat respons yang proporsional dari pemerintah, maka jangan salahkan pelaku ekonomi ini semakin galau," kata dia.