Pengalaman Terbang dengan Rapid Test Antigen (2)

Sriwijaya Air (foto : Nur Terbit)
Sumber :
  • vstory

VIVA - Pengalaman Terbang dengan Rapid Test Antigen (2). Biar cepat antre, Jumat 25 Desember 2020 itu pagi-pagi saya sudah ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan untuk Rapid Test Antigen.

Saya sudah hampir dua minggu di Kota Makassar, menghadiri pemakaman dan peringatan 3, 7, 10 hari dari orangtua yang meninggal Rabu, 16 Desember 2020 lalu. Sebelum balik ke Jakarta, saya harus Rapid Test Antigen sesuai aturan baru.

Begitu tiba di bandara pukul 06.00 WITA calon penumpang yang mau rapid test sudah antre. Petugas baru mempersiapkan. Alhamdulillah, ketika pelayanan dibuka, saya dapat antrean ke-13.

"Tolong disiapkan kartu identitas dan uang pas 175 ribu rupiah biaya rapid test antigen, untuk memperlancar antrean," kata petugas. 

Saya sudah tidak sabar untuk minta penjelasan petugas. Kenapa saya harus rapid test lagi. Pertanyaan sudah menumpuk di ujung lidah hehehe....

Calon penumpang di samping saya juga terlihat gelisah. Dia ditolak rapid, padahal dia harus terbang pukul 07.00 WITA. Praktis tidak terkejar pesawat lagi jika dia harus ikut dengan proses rapid. Dia diminta mencari rumah sakit lain agar tidak ketinggalan pesawat.

Ketika tiba giliran saya, petugas tidak langsung melakukan rapid. Saya tetap berdiri dan memperlihatkan rapid dari Jakarta. Mereka setia mendengarkan "ocehan" saya yang keberatan di-rapid.

"Saya sudah di-rapid dari Jakarta oleh dokter resmi. Masa berlaku 14 hari. Tapi baru tiga hari di Makassar, ada aturan baru lagi. Ini kok harus rapid lagi, bayar lagi. Aturan berubah-ubah terus," kata saya, pelan dan selanjutnya sudah mulai dengan nada tinggi.

Petugas tak banyak komentar. Alasannya hanya menjalankan tugas. Saya dipersilakan menemui petugas di bagian validasi, Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP). "Mereka yang berwenang menjelaskan pak," katanya.

Saya pun menemui petugas KKP. Kembali saya pertanyakan apa dasar hukum hingga harus rapid test antigen. Padahal sudah ada rapid test dari Jakarta -- yang tiba-tiba tidak berlaku, dan tak ada manfaatnya lagi itu. 

"Sesuai peraturan Menteri Perhubungan, perjalanan ke Jakarta dan Bali, harus rapid test Antigen," kata petugas. 

Artinya rapid test saya, mau tak mau, tega gak tega, kesal gak kesal, hangus, mubazir, gugur dengan sendirinya. "Betul pak," kata petugas, sambil terus berdalih, rapid test dari Jakarta tidak berlaku lagi. Ampun deh.

Kasihan calon penumpang lain. Sudah tiket pesawatnya hangus, beli tiket baru lagi, bayar rapid test antigen lagi 175 ribu - 350 ribu. Itu kalau terbang sendiri, nah bagaimana dengan mereka yang rombongan keluarga. Tentu "robek"-lah dompet mereka hehe..

Saya melangkah pulang. Menuju ke parkiran bandara, merasa kalah dan lemas oleh aturan pemerintah yang berubah-ubah, dan nyaris simpang siur. 

Di saat pandemi COVID-19, di mana rakyat sudah semakin susah, ditambah susah lagi oleh aturan yang berubah-ubah. 

Kalau alasan demi kesehatan bersama, OK..OK saja. Tapi jangan "nyusahin" gitu loh. Kalau harus rapid test lagi, rapid test lagi, rakyat disubsidi dong sama pemerintah. Jangan bantuan Covid-19 malah dikorupsi hehe... (Nur Terbit/Bersambung).

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.