Upaya Diplomasi Budaya Indonesia dalam Melestarikan Warisan Nusantara
- VIVA/Adi Suparman
VIVA – Indonesia, dengan keberagaman budayanya yang memikat, bagaikan lukisan hidup yang tak henti-hentinya memancarkan keindahan kepada dunia. Setiap gerak tari, setiap irama musik, setiap ukiran pada kain batik, dan setiap jejak kaki pada tanah bersejarah, semua menjadi saksi bisu kekayaan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Namun, di balik pesona yang memukau ini, ada perjuangan keras untuk mempertahankan dan mengangkat warisan budaya Indonesia ke panggung internasional, terutama melalui jalur diplomasi budaya.
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan internasional terhadap warisan budaya Nusantara bukanlah tugas yang mudah. Ia seperti mencoba menenun kembali kain songket yang nyaris terurai, dengan benang-benang yang berkelindan dari berbagai sudut dunia. Di era modern ini, di mana globalisasi seringkali mengancam identitas lokal, upaya melestarikan dan memperkenalkan warisan budaya Indonesia di mata dunia menjadi semakin penting dan mendesak.
Salah satu bukti nyata dari upaya ini adalah keberhasilan Indonesia dalam mencatatkan warisan budaya takbenda (WBTB) di UNESCO. Hingga saat ini, sebanyak 11 warisan budaya Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai WBTB, mulai dari Tari Saman hingga Pencak Silat. Setiap pencatatan ini bukan hanya sebuah pengakuan, melainkan juga bentuk pengingat bahwa warisan budaya tersebut harus dijaga dan dilestarikan, tidak hanya oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh komunitas global.
Namun, pencapaian ini tidak datang tanpa tantangan. Sebagai contoh, pada tahun 2019, pemerintah Indonesia harus menghadapi protes dari beberapa negara tetangga yang mengklaim bahwa beberapa elemen budaya yang diakui oleh UNESCO sebenarnya juga dimiliki oleh mereka. Ini adalah bentuk pertentangan yang menunjukkan betapa pentingnya diplomasi budaya dalam menjaga identitas nasional. "Kami tidak bisa membiarkan warisan budaya kita diklaim oleh pihak lain. Ini adalah bagian dari identitas kita sebagai bangsa," ujar Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam sebuah wawancara pada tahun 2021, menegaskan pentingnya diplomasi budaya.
Di sisi lain, upaya untuk melestarikan warisan budaya juga harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih modern dan relevan. Bahasa Indonesia, yang selama ini menjadi bahasa persatuan, kini telah diakui sebagai salah satu bahasa resmi dalam sidang UNESCO. Ini adalah sebuah lompatan besar dalam sejarah diplomasi budaya Indonesia. Pengakuan ini bukan hanya memberikan kehormatan bagi bahasa Indonesia, tetapi juga menempatkan Indonesia dalam posisi strategis dalam forum internasional. Ini menunjukkan bahwa bahasa, sebagai bagian dari warisan budaya, memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk persepsi global.
Namun, di balik euforia pengakuan ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Bahasa Indonesia, meskipun telah diakui secara internasional, masih menghadapi ancaman dari penggunaan bahasa asing yang semakin marak di kalangan generasi muda. Di sinilah peran penting dari pendidikan dan kebijakan pemerintah untuk memastikan bahwa bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama yang digunakan dan dihargai oleh masyarakat.
Upaya diplomasi budaya juga tercermin dalam repatriasi benda-benda bersejarah yang telah lama berada di luar negeri. Proses ini, yang seringkali memakan waktu dan tenaga, adalah bentuk lain dari perjuangan Indonesia untuk mengklaim kembali identitas budaya yang telah lama "hilang." Pada tahun 2020, Indonesia berhasil memulangkan beberapa arca bersejarah dari Belanda dan Inggris yang sebelumnya telah menjadi bagian dari koleksi museum di negara-negara tersebut. Ini bukan hanya soal mengembalikan artefak ke tanah air, tetapi juga soal mengembalikan kebanggaan dan identitas bangsa.
"Ini adalah bentuk dari diplomasi budaya kita. Kita harus memastikan bahwa warisan budaya kita kembali ke tempat asalnya, di mana ia bisa dihargai dan dijaga oleh generasi penerus," kata Nadiem Makarim dalam sebuah konferensi pers.
Namun, pencapaian ini bukanlah akhir dari perjuangan. Masih banyak benda-benda bersejarah yang tersebar di berbagai belahan dunia, menunggu untuk dipulangkan. Dan setiap keberhasilan dalam repatriasi ini adalah simbol dari ketekunan dan dedikasi Indonesia dalam menjaga warisan budayanya.
Selain itu, apresiasi terhadap sineas dan film Indonesia di ajang internasional juga merupakan bentuk lain dari pengakuan terhadap budaya Nusantara. Film-film seperti "Kucumbu Tubuh Indahku" dan "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak" telah berhasil menarik perhatian dunia, bukan hanya karena kualitas sinematiknya, tetapi juga karena mereka menceritakan kisah-kisah yang sangat Indonesia, yang sarat dengan nilai-nilai budaya lokal. Melalui sinema, Indonesia berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa budaya Nusantara tidak hanya indah, tetapi juga memiliki kedalaman yang bisa menyentuh hati dan pikiran siapa saja yang menyaksikannya.
Namun, di tengah segala pencapaian ini, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Meskipun Indonesia telah berhasil mendapatkan pengakuan internasional, tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar warisan budaya tersebut tetap relevan dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Di era digital ini, di mana informasi dan budaya dari berbagai penjuru dunia bisa diakses dengan mudah, menjaga agar budaya lokal tetap menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari adalah tugas yang tidak mudah.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), terus berupaya untuk melestarikan warisan budaya Indonesia. Salah satu inisiatif yang dijalankan adalah Kampus Merdeka, sebuah program yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di luar kampus dan berinteraksi langsung dengan masyarakat, termasuk dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya lokal. Program ini diharapkan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka, sehingga mereka bisa menjadi agen-agen pelestari budaya di masa depan.
Kampus Merdeka tidak hanya memberikan kesempatan belajar, tetapi juga memberikan peluang bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk terjun langsung ke dunia kerja melalui program Magang Merdeka. Data menunjukkan bahwa 64% peserta Magang Merdeka berasal dari keluarga yang orang tuanya belum pernah mengenyam pendidikan tinggi. Ini adalah bentuk nyata dari bagaimana program ini tidak hanya memberikan akses pendidikan, tetapi juga memberikan peluang ekonomi bagi mereka yang kurang beruntung.
Lebih dari 430 ribu mahasiswa kini memiliki kesempatan untuk belajar di luar kampus, termasuk belajar tentang dan melestarikan budaya lokal. Kampus Mengajar, salah satu program dari Kampus Merdeka, tidak hanya memberikan kesempatan belajar di luar kampus, tetapi juga berperan dalam meningkatkan literasi dan numerasi di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar. Ini adalah bentuk lain dari upaya melestarikan budaya, karena literasi adalah fondasi dari pemahaman dan penghargaan terhadap warisan budaya.
Namun, tantangan tetap ada. Di satu sisi, globalisasi memberikan peluang bagi budaya Indonesia untuk dikenal di panggung dunia. Di sisi lain, globalisasi juga bisa menjadi ancaman jika kita tidak waspada. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus memperkuat identitas budaya kita, baik melalui pendidikan, diplomasi, maupun kebijakan publik.
Pengakuan internasional terhadap warisan budaya Indonesia adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Namun, lebih dari sekadar pengakuan, yang paling penting adalah bagaimana kita, sebagai bangsa, bisa menjaga dan melestarikan warisan budaya tersebut. Warisan budaya bukanlah sekadar benda mati atau tradisi yang kaku. Ia adalah jiwa dari sebuah bangsa, yang harus terus hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali kata-kata Mendikbudristek Nadiem Makarim: "Warisan budaya adalah identitas kita. Kita harus menjaganya seperti kita menjaga nyawa kita sendiri." Kata-kata ini bukan hanya sebuah slogan, tetapi juga panggilan bagi kita semua untuk terus melestarikan, mempromosikan, dan menjaga warisan budaya Nusantara agar tetap mendunia, untuk generasi sekarang dan yang akan datang.