Merdeka Belajar yang Merepotkan

Ilustrasi sosialisasi merdeka belajar kepada orang tua siswa || Sumber : Viva.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Akhir-akhir ini, saya sering menemukan orang tua atau wali murid yang mengeluhkan kurikulum merdeka dari merdeka belajar, mereka menganggap adanya kurikulum ini sangat merepotkan karena orang tua juga perlu berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar anak-anaknya karena orang tua juga dituntut dalam tumbuh kembang anak.

Mungkin hal-hal yang dianggap merepotkan adalah ketika anaknya memiliki proyek-proyek pembelajaran yang harus dikerjakan di rumah, tidak jarang orang tua merasa kerepotan karena kurikulum ini cukup berbeda karena menuntut orang tua untuk berperan aktif dalam proses perkembangan peserta didik.

Belum lagi, pendampingan proses belajar anak juga menjadi tantangan yang cukup besar apalagi ada sebagian dari kita yang sudah sibuk bekerja, atau bahkan tidak memahami apa yang harus dilakukan, karena sosialisasi yang dilakukan sekolah masih cukup minim, namun ada juga sebagian orang tua yang dapat mengaplikasikan proses pendampingan anak.

Belum lagi, orang tua juga dituntut untuk mengembangkan potensi anak melalui profil pelajar Pancasila yang memang membutuhkan proses panjang, bahkan tidak sedikit yang kesulitan untuk menerapkan ini di rumah, karena berbagai kesibukan orang tua, sehingga banyak yang menyebut “Anak yang belajar, orang tua yang pusing dan repot,”

Kurikulum yang Melibatkan Banyak Pihak

Saya jadi teringat, kemunculan merdeka belajar di awal tahun 2020 cukup menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia, pasalnya gebrakan yang dilakukan mas menteri (sapaan Mendikbudristek Nadiem Makarim) langsung mengganti ujian sekolah dan ujian nasional menjadi assessment untuk siswa. Bukan hanya itu, kebijakan ini menyederhanakan rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP hingga fleksebilitas penerimaan peserta didik baru.

Hingga kini, ada 26 program merdeka belajar yang sudah dijalankan, di dunia sekolah ada satu program yang sangat menjadi sorotan yaitu Kurikulum Merdeka yang dianggap oleh sebagian orang tua cukup merepotkan, sebelum membahas ke sana, saya coba sedikit mengulas tentang kurikulum merdeka ini.

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum pembelajaran yang difokuskan kepada peserta didik untuk menguatkan kompetensi agar hasil pembelajaran lebih optimal, tidak hanya itu kurikulum ini juga mempermudah guru untuk memilih berbagai metode dan perangkat belajar yang menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Setidaknya ada tiga prinsip Kurikulum Merdeka. Pertama adalah fokus pada materi esensial sehingga pembelajaran dapat berfokus pada muatan yang paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi serta karakter murid. Prinsip ini merupakan upaya dalam menjawab tantangan zaman seperti perubahan iklim, literasi finansial, literasi digital hingga penting nya sastra dalam menguatkan kemampuan literasi.

Prinsip kedua ialah penguatan karakter murid. Kurikulum ini juga memiliki prinsip agar pembelajaran dapat mengembangkan kompetensi spiritual, moral, sosial serta emosional murid di dalam proses pembelajaran seperti adanya projek Penguatan Profil Pancasila.

Terakhir adalah prinsip Fleksibilitas, di mana pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid sehingga tidak akan ditemukan pembelajaran yang sama antara satu daerah dengan daerah lain kecuali memiliki kebutuhan yang sama. Tidak hanya itu kebutuhan seperti karakteristik satuan pendidikan bahkan konteks lingkungan sosial dan budaya setempat.

Jika dilihat lebih dalam, maka penerapan kurikulum ini tidak hanya melibatkan guru dan murid saja dalam pelaksanaannya, namun juga perlu melibatkan semua warga sekolah, pemerintah daerah setempat bahkan orang tua murid karena semua prinsip kurikulum merdeka  berfokus pada pengembangan anak yang tentu saja bukan hanya di sekolah.

Merdeka Belajar : Keterlibatan Orang Tua Wajib Maksimal

Memang, merdeka belajar ini melibatkan orang tua serta sedikit merepotkan, karena mau tidak mau orang tua perlu kembali belajar untuk memahami projek yang diberikan sekolah untuk anak-anaknya belum lagi belajar penilaian karakter anak di dalam rumah.

Tantangan berikutnya, belum tentu semua orang tua dapat belajar dengan cepat mengenai penilaian, bahkan tidak sedikit orang tua membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami proses belajar dari kurikulum merdeka ini.

Walaupun memiliki proses yang panjang, kurikulum merdeka ini bertujuan agar orang berpartisipasi aktif dalam pembentukan karakter anak, sehingga tidak ada lagi orang tua yang menyalahkan pihak sekolah jika anaknya belum menjadi pribadi yang baik dalam proses belajar mengajar.

Tidak hanya itu, keterlibatan orang tua dalam kurikulum merdeka, agar orang tua tetap menjaga tanggung jawabnya dalam proses tumbuh kembang anak khususnya dalam usia sekolah. Karena saat ini banyak orang tua siswa yang melupakan kewajiban mereka mengenai pendidikan anaknya.

Dengan proses yang panjang ini, saya menilai banyak orang tua yang mulai belajar, beradaptasi dengan kurikulum ini sehingga lebih memahami perannya sebagai orang tua dalam pendidikan anaknya, karena memang tujuan merdeka belajar agar banyak pihak terlibat.

Maka, saya berharap dengan proses yang panjang dan merepotkan ini, kurikulum jangan dulu diubah. Atau merdeka belajar ini harus diteruskan di masa kepemimpinan Kemendikbud yang akan datang. Alasannya sederhana, semua pihak sudah mulai berubah untuk peduli pendidikan siswa. Jika nanti tiba -tiba diubah, saya yakin akan sulit untuk memulainya kembali. (Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Kebijakan Publik)

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.