Generasi Emas, Perlukah Kurikulum Merdeka Belajar?

sumber foto: www.pixabay.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pendidikan tentu menjadi sebuah dasar yang harus ada pada diri manusia. Mulai dari yang masih kecil hingga tua sekalipun butuh namanya pendidikan. Terlebih, dengan adanya sebuah perbaikan diri dari segi dalamnya pendidikan yakni dari kurikulumnya. Tentu, bisa membawa kebaikan bagi diri yang menerapkan kurikulum tersebut.

Jika kita  melihat negara kita yakni Indonesia, terdapat hambatan utama ialah variasi aksesibilitas pendidikan di seluruh wilayah. Karena topografi indonesia yang bervariasi dan infrastruktur yang tidak konsisten, tidak semua daerah memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas tinggi. Akibatnya, kesempatan belajar lebih bervariasi antarpulau dan antarlokasi perkotaan dan pedesaan.

Masalah yang signifikan juga terdapat pada penerapan kurikulum terhadap tuntutan saat ini. Kurikulum harus fleksibel dan dinamis agar dapat mengikuti perubahan pasar tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Sayangnya, proses pengembangan kurikulum sering kali lamban dan tidak dapat mengikuti perkembangan ini, sehingga siswa tidak memiliki kemampuan yang diperlukan untuk bersaing di dunia kerja yang semakin global dan ketat.

Terlebih, di Indonesia pada saat di tahun 2020 terjadi namanya pandemik yang hampir mematikan semua lini kehidupan masyarakat. Termasuk kepada pendidikan. Kita tahu bersama pada saat itu di masa pandemik 2020 (Covid-19). Semua pembelajaran dibuat semuanya daring. Dari tingkat SD sampai SMA bahkan sampai kuliah pun dibuat daring.

Lalu di balik daringnya pada saat pembelajaran, terdapat dampak-dampak yang lumayan polemik. Seperti, kesenjangan pembelajaran antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi pada lingkup sekolah. Ini menjadi hilangnya pembelajaran (learning loss), karena ada kesenjangan tersebut. Bahkan, jika kita refleksikan kembali ke tahun 2020 akhir. Terdapat tidak adanya pendidikan karakter dikarenakan kegiatan pendidikan masih bisa dilakukan secara daring, namun karena siswa dan mahasiswa harus belajar di rumah, pendidikan karakter selama masa pandemi ini, rasanya menjadi sedikit terabaikan.

Pendidikan karakter dulunya dilakukan di bawah pengawasan ketat para profesor atau dosen selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selain itu, pendidikan karakter juga dapat didukung dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat langsung, intens, dan terukur.

Namun, tidak ada yang dapat memastikan bahwa anak-anak atau mahasiswa menerima pendidikan karakter dari orang tua mereka sesuai dengan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh institusi pendidikan di zaman sekarang, ketika sebagian besar kegiatan pendidikan dilakukan secara online dan hanya melibatkan proses pembelajaran atau transfer pengetahuan.

Maka dari itu, pendidikan karakter tersebut membantu para peserta didik maupun mahasiswa bisa lebih terarah ke arah yang sudah di rancang dari para founding father negara ini, yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu.

Dengan kedatangan kurikulum merdeka belajar yang membawa sebuah angin segar bagi pendidikan yakni mewujudkan pembelajaran siswa yang holistik dan kontekstual. Sehingga pembelajaran semakin bermanfaat dan bermakna bagi siswa, bukan hanya sekedar hafal materi saja.

Ditambah dengan ucapan yang dinyatakan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, “adanya kurikulum merdeka belajar ini untuk bisa merecovery dari learning loss”. Hal tersebut membawa dampak positif bagi pendidikan kita di Indonesia. Terlebih menurut nadiem, Kurikulum merdeka ini  dirancang untuk menurunkan jumlah materi pembelajaran secara drastis agar para pelajar dan pengajar itu fokus mendalami topik yang paling esensial.

Sebenarnya dengan para peserta didik hingga mahasiswa difokuskan kepada topik yang esensial atau vital, bisa membawa pengaruh yang luar bisa. Perlu kita pahami bersama, dengan keadaan di Indonesia banyak permasalahan dari bidang ekonomi, sosial, kesehatan, hukum, hingga yang lain. Jika diarahkan peserta didik dan mahasiswa ke perbaikan permasalahan di bidang-bidang yang sudah disebutkan.

Tentu perbaikan di Indonesia bisa cepat pulih dan bisa lebih memajukan negara Indonesia lebih tinggi lagi. Sekalipun perbaikannya secara bertahap. jika hal tersebut dijaga secara baik dari perkembangannya maka yang namanya tujuan dari generasi emas bisa tercapai dengan baik.

Namun, munculah sebuah pertanyaan, mampukah kurikulum ini benar-benar mengantarkan indonesia pada gerbang generasi emas?. Bersama, kita akan menyelami benang merah antara Merdeka Belajar dan cita-cita Generasi Emas.

Sempat di atas disebutkan bahwa kurikulum merdeka belajar ini memiliki angin segar bagi pendidikan. Yakni, membawa perubahan paradigma dalam pendidikan Indonesia. Kurikulum ini menekankan pada kemerdekaan belajar, pengembangan karakter, dan penyesuaian pembelajaran dengan kebutuhan murid.

Di atas kertas, konsep ini selaras dengan visi Generasi Emas,  “melahirkan generasi muda yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, berakhlak mulia, dan berdaya saing global”. Namun, dalam praktiknya, masih terdapat pertanyaan dan keraguan yang perlu dijawab.

Sebuah paradigma baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Di balik semangatnya yang membebaskan, terbentang potensi luar biasa untuk melahirkan Generasi Emas: generasi muda yang berkualitas, berkarakter, dan siap membawa bangsa ini menuju puncak kejayaan.

Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid menjadi kunci utama. Kurikulum ini memberikan ruang bagi murid untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka secara leluasa. Bayangkan, kelas-kelas yang tak lagi terpaku pada buku teks, melainkan menjadi wadah bagi kreativitas dan rasa ingin tahu murid untuk berkembang.

Bukan hanya kecerdasan intelektual, tapi juga karakter mulia. Kurikulum Merdeka Belajar secara eksplisit memasukkan nilai-nilai Pancasila dan pendidikan karakter dalam pembelajaran. Generasi muda dididik untuk berakhlak mulia, berintegritas, dan bertanggung jawab. Sebuah pondasi kokoh untuk membangun bangsa yang bermartabat.

Fleksibilitas kurikulum menjadi kekuatan lain. Sekolah diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran dan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan konteks daerah. Hal ini memungkinkan sekolah untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan dan potensi murid, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal.

Namun, potensi besar ini bukan tanpa tantangan. Perubahan mindset dari guru, orang tua, dan murid menjadi kunci utama. Ketersediaan infrastruktur dan sumber daya yang memadai juga tak kalah penting. Sistem penilaian pembelajaran yang berpusat pada murid pun masih terus dikembangkan.

Pertanyaan kritis pun mengemuka. Bagaimana memastikan semua murid mendapatkan kesempatan yang sama? Bagaimana menjembatani kesenjangan pendidikan? Bagaimana peran orang tua dan masyarakat?

Jawabannya terletak pada kolaborasi. Pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan murid harus bahu-membahu. Komitmen dan kerja sama menjadi kunci untuk mensukseskan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Generasi Emas bukan hanya dibentuk oleh kurikulum. Faktor lain seperti lingkungan keluarga, komunitas, dan budaya juga memainkan peran penting. Upaya untuk mewujudkannya harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan.

Meskipun, setiap perubahan pasti menimbulkan masalah yang harus diatasi dengan kolaborasi dan elaborasi. Selain itu, Kurikulum Merdeka Belajar membawa menyegarkan, namun bukan berarti tanpa hambatan. Untuk mencapai Generasi Emas, kita harus mengatasi tantangan-tantangan ini dengan cara yang intelektual dan inovatif.

Perubahan mindset menjadi kunci utama. Guru, orang tua, dan murid harus beradaptasi dengan paradigma baru dalam pendidikan. Guru perlu meningkatkan kompetensi dan menerapkan metode pembelajaran yang inovatif. Orang tua perlu mendukung kemandirian belajar anak dan memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat. Murid perlu berani keluar dari zona nyaman, belajar secara aktif, dan mengembangkan rasa ingin tahu. Ketersediaan infrastruktur dan sumber daya juga tak kalah penting. Pemerintah perlu berinvestasi untuk menyediakan guru yang terlatih, buku teks yang berkualitas, dan teknologi yang mumpuni. Sekolah perlu diberi otonomi untuk mengelola sumber daya dengan efektif dan efisien.

Sistem penilaian pembelajaran menjadi tantangan lain. Penilaian yang berpusat pada murid dan menilai berbagai aspek perkembangan masih dalam tahap pengembangan. Penting untuk mengembangkan sistem penilaian yang objektif, transparan, dan akuntabel. Tantangan ini bukan berarti mustahil untuk diatasi. Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, kita dapat membuka jalan menuju Generasi Emas. Pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan murid harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendukung.

Dari semua pembahasan yang sudah kita baca dari awal hingga akhir, bisa diambil sebuah kesimpulan yakni. Generasi emas yang sedang dilatih ini tentu membutuhkan kurikulum merdeka belajar. Supaya andai sudah di fase untuk memimpin negara ini bisa diarahkan kepada negara Indonesia menjadi negara yang layak dan membawa kemakmuran bagi masyarakatnya.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.