The Death of Reality
- vstory
VIVA - The death of reality. Matinya kenyataan dan kebenaran. Fenomena ini dulunya terjadi di TikTok. Iklannya jaket kulit, harganya Rp85000 setelah datang ya imitasi.
Ada TikTok jualan bangku lipat, barangnya datang bangkunya anak-anak.
Rupanya sekarang modus death of reality terjadi di politik.
Calon presiden (Capres) marah-marah idenya dibilang ngawur, makan siang gratis. Seolah-olah namanya anak-anak dijanjikan makan siang gratis, mereka senang, 85 juta penduduk miskin gembira ada Capres kasih makan siang gratis, wujudnya ternyata baru kampanyenya. Ya, itu kampanyenya tok. Reality-nya belum tentu. Wong masih diuji coba.
Presiden Joko Widodo mengatakan A ternyata kenyataannya B. Gibran belum cukup umur, Tiba-tiba mengatakan, "Tenang Pak Prabowo, saya ada di sini.".
Ini mirip film Chicken Little. Death of reality. Kenyataan sudah hangus, hilang.
Di mana-mana banyak caleg gila, minta dana serangan fajar dikembalikan. Ada yang sawer dana Rp1,5 Miliat paginya, jam 12.00 direkap zonk. Matinya kenyataan.
Ada yang mengajukan kredit untuk rumahnya, sebagai modal caleg. Selesai pemilu ga bisa nyicil rumahnya. Bank datang, dia pasang badan, dia bilang, pamannya marinir, kakeknya polisi.
Seorang tokoh dengan bangga kantornya mewah, bangunan bertingkat 3, kenyataannya ya minjam. Death of reality.
Orang-orang sudah hidup di dunia siber. Seolah-olah mau makzulkan presiden. Nanti diwawancarai, malah bingung, statusnya sebagai relawan. Jadi yang dimakzulkan itu presiden sebagai komandan relawan.
Jadi ada yang komentar, kalau begini caranya pemilihan umum, amburadul buat apa ada pemilu?
Ibarat pertandingan, ada yang adu jangkrik, jangkrik gemoy dicoblosi relawan. Ada adu banteng, pokoknya bantengnya dicoblosi mesin partai, yang adu senator ya ketawa dapat 1.5 juta suara sebagai calon senator badut. Everyone wins. Semua pokoknya menang. Penting partai nomor satu. Perkaranya hukum rusak, kellmuan rusak, kebenaran rusak, yo mbuh.