Drama The Glory: Nestapa Korban Bullying

No Bullying. Sumber:pexels.com
Sumber :
  • vstory

VIVA  – Korea Selatan, negara yang terletak di Asia Timur saat ini menjelma menjadi negara maju. Industri komestik, otomotif, teknologi, bahkan hiburannya sudah mencapai level Go Internasional. Siapa yang tak mengenal industri hiburan negara ini? Sebut saja BTS, Blackpink, merupakan salah dua produk dari industri hiburan negara ginseng ini.

Bukan hanya Idol K-Pop atau Korean Pop (sebutan untuk para boyband/girlband dari Korea Selatan), melainkan juga series drama Korea Selatan berhasil merebut perhatian dunia. Banyak sekali series drama dari negara ini, contohnya drama Autumn In My Heart/Endless Love di tahun 2000. Drama yang sangat terkenal kala itu.

Belakangan, terdapat satu drama korea yang mencuri atensi. Cuplikan drama korea ini bahkan beredar di seluruh media sosial. Drama tersebut berjudul The Glory.

Drama The Glory dibintangi artis papan atas Korea Selatan yang juga membintangi Autumn In My Heart/Endless Love, Song Hye Kyo. Song Hye Kyo lahir di Daegu, Korea Selatan pada 22 November 1981. Saat ini, ia berusia 41 tahun.

Song Hye Kyo, artis papan atas Korea Selatan, telah membintangi puluhan series drama. Dalam drama The Glory, Song Hye Kyo beradu peran dengan artis-artis Korea Selatan lainnya, seperti Lee Dohyun, Lim Ji-yeon, Jung Sung-il, dan lain-lain. Mereka semua secara epik memerankan perannya masing-masing.

Drama The Glory bercerita tentang seorang siswi SMA bernama Moon Dong Eun yang mengalami penindasan (bullying) oleh teman-temannya. Penindasan tersebut terjadi di lingkungan sekolah. Tempat yang semestinya menjadi tempat belajar-mengajar, justru menjadi tempat yang paling menakutkan. Tidak hanya ditindas teman-teman sekolahnya, Moon Dong Eun juga ditindas oleh guru, pihak yang seharusnya melindunginya.

Drama The Glory disinyalir berdasarkan kisah nyata, memberi gambaran bahwa bullying bukanlah suatu yang asing terjadi. Bukan hanya di Korea Selatan namun juga di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendefinisikan bullying (penindasan/risak) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Berdasarkan data KemenPPPA, sejak tahun 2011-2019 tercatat ada 574 anak laki-laki dan 425 anak perempuan menjadi korban bullying di sekolah, sedangkan tercatat sebanyak 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku bullying di sekolah. Tahun 2021 setidaknya ada 17 kasus bullying yang terjadi di berbagai jenjang di satuan pendidikan. Jenis-jenis bullying pun berbagai macam, seperti ejekan, ancaman, penganiayaan, perusakan, hingga pelecahan seksual. Berdasarkan data UNICEF, 41% korbannya berjenis kelamin laki-laki.

Bullying nyatanya bukan hanya terjadi secara kontak langsung. Di zaman ini, bullying sudah masuk pada ranah dunia maya. Media sosial menjadi lahan subur bagi para pelaku cyberbullying. Ditambah sejak pandemi covid-19 melanda, peningkatan penggunaan gawai ikut mengerek kasus cyberbullying. Data UNICEF Report 2021 mencatat sebanyak 45% anak usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying.

Bullying atau penindasan, merupakan suatu tindak kejahatan yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Kejahatan yang tidak boleh dianggap remeh dengan berlindung pada kata “candaan”. Seperti dalam Drama The Glory, derita dan nestapa korban penindasan ini akan dibawa hingga ia dewasa. Sesuatu yang dianggap ”candaan” oleh si pelaku namun dianggap sebagai “kesakitan” bagi si korban. Dampaknya, selain menurunkan tingkat kepercayaan diri, penindasan juga berujung pada depresi dan amarah si korban kepada pelaku bahkan kepada dirinya sendiri.

Pencegahan bisa dilakukan terutama di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Orang tua harus membangun penguatan pola pengasuhan dan komunikasi yang baik kepada anak-anaknya. Sedangkan di lingkungan sekolah diperlukan kepedulian tanpa diskriminatif kepada seluruh siswa. Tanpa memandang status setiap siswa, sekolah haruslah menjadi garda terdepan ketika penindasan terjadi di lingkungannya.

Mengaca pada Drama The Glory, bullying merupakan peristiwa yang menorehkan luka yang mendalam bagi korban. Kita semua tidak boleh melestarikannya.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.