Analisis Kepemimpinan Ridwan Kamil
- vstory
VIVA – Kepemimpinan adalah proses dalam memberi pengarahan dalam usaha yang dilakukan sehingga terciptanya kesediaan untuk melakukan suatu tugas yang diinginkan untuk mencapai suatu target. Pada dasarnya kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi sekelompok orang yang terorganisir ke arah pencapaian tujuan. Walaupun dalam kepemimpinan, antara pemimpin dan bawahan tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan yang sama, tetapi pemimpin tetap diharapkan menjadi manusia yang berintegrasi.
Dalam kepemimpinan, kepala organisasi bisa memposisikan dirinya sebagai pemimpin ataupun manager. Secara tugas dan wewenang dalam organisasi, pemimpin dan manager tidak memiliki banyak perbedaan. Tugas mereka adalah memberikan pengarahan dan pengaruh kepada bawahan untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan capaian organisasi.
Namun, pada kenyataannya pemimpin dan manager memiliki perbedaan yang sangat terlihat. Pemimpin adalah orang yang selalu memberikan arahan, pengaruh, motivasi, dan menginspirasi bawahannya untuk terus mengembangkan diri demi tujuan organisasi. Sedangkan manager adalah orang yang hanya sekadar membuat perencanaan berdasarkan sumber daya yang ada dan mengantisipasi masalah-masalah yang muncul jika terjadi di dalam organisasi tanpa adanya hubungan yang dibangun dengan bawahan.
Dalam konteks sektor publik, kepemimpinan tentu memiliki kaitan yang sangat erat dengan aktor-aktor di dalamnya. Hal ini sudah pasti akan dialami oleh para pejabat di sektor publik baik dari hirarki tertinggi seperti presiden hingga hirarki yang rendah seperti kepala bagian di daerah. Ilmu Kepemimpinan juga memiliki peran penting dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi oleh para pejabat. Pada dasarnya sektor publik akan terus dihadapkan dengan permasalahan baik dari dalam maupun dari luar.
Salah satu pemimpin yang menyita banyak perhatian masyarakat di Indonesia adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Dalam masa jabatannya menjadi Gubernur Jawa Barat, namanya terus melejit hingga diprediksi memiliki peran penting di Pemilu 2024. Hal tersebut tidak terlepas dari kepemimpinannya selama menjabat yang patut diapresiasi dan memang memiliki prestasi. Dari Ridwan Kamil kita dapat belajar bagaimana kepemimpinan yang baik dari apa yang ia tunjukkan selama ini.
Teori Kepemimpinan Klasik
Salah satu teori kepemimpinan yang paling terkenal yaitu teori kepemimpinan klasik. Pada kepemimpinan klasik, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bahasan yaitu the great man theory, big bang theory, dan trait theory. Dalam the great man theory, dijelaskan bahwa seorang pemimpin dilahirkan dan tidak bisa dibuat begitu saja. Teori ini muncul berdasarkan kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin berasal dari warisan keluarga atau kemampuan memimpin yang berasal dari orang tuanya.
Dalam big bang theory, para ahli mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap the great man theory. Menurut big bang theory, kepemimpinan bisa tercipta karena adanya peristiwa atau kejadian besar yang memaksa seseorang untuk menjadi pemimpin pada saat itu. Adanya hubungan antara situasi yang mendesak dan kemampuan individu yang membuat kepemimpinan tercipta. Dalam trait theory, kepemimpinan lahir karena seorang individu mempelajari caranya memimpin. Seseorang menganalisis sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin seperti komunikatif, pintar, berjiwa sosial, dan lain-lain demi memiliki kemampuan memimpin yang baik. Teori ini tentunya perlu adanya pengalaman dan pembelajaran lebih untuk memiliki kepemimpinan yang baik.
Jika dilihat dari apa yang ditunjukkan oleh Ridwan Kamil, ia masuk dalam kategori trait theory. Dalam menangani masalah Covid-19, Ridwan Kamil dianggap efektif dalam mengatasi masalah tersebut hingga diliput oleh media Australia (Sari, 2021). Hal ini tidak lepas dari pengalaman sebelumnya dalam memimpin yaitu menjabat sebagai Wali Kota Bandung. Dalam masa jabatannya sebagai Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil membuktikan kapasitasnya dengan mendapatkan beberapa penghargaan salah satunya adalah Piala Adipura (batununggal, 2017)
Teori Leader–member exchange
Kemudian dalam teori kepemimpinan terdapat beberapa teori yang bisa menggambarkan hubungan pemimpin dengan bawahannya. Pertama adalah Teori Leader–member exchange (LMX). Teori LMX adalah teori yang berbasis pada hubungan dengan pendekatan diadik (komunikasi antarpribadi atau interpersonal). Tidak seperti pendekatan perilaku yang berfokus pada apa yang dilakukan pemimpin, Teori LMX berfokus pada asumsi bahwa pemimpin mempengaruhi anggota dalam kelompoknya melalui kualitas hubungan yang dibangun dengan interaksi antar pemimpin dan anggota. Tingkat kualitas hubungan yang tinggi ditandai dengan empat indikator yaitu kepercayaan, loyalitas, rasa hormat dan kewajiban (Liden dan Maslyn, 1998).
Teori LMX juga berfokus pada bagaimana hubungan antara pemimpin dan anggota dapat digunakan untuk pembentukan karakter kepemimpinan (Graen & Uhl-Bien, 1991).
Pembentukan kepemimpinan adalah pendekatan preskriptif untuk kepemimpinan yang menekankan bahwa para pemimpin harus mengembangkan hubungan yang berkualitas tinggi dengan semua anggota kelompok tanpa terkecuali. Ia mencoba untuk membuat setiap anggota merasa seolah-olah menjadi bagian dari ingroup (sekelompok individu yang dekat dengan pemimpin). Dengan melakukan hal tersebut bisa menghindari ketidakadilan dan implikasi negatif berada di luar kelompok.
Jika dilihat dari apa yang ditunjukkan oleh Ridwan Kamil, ia memberlakukan aturan larangan penggunaan gadget saat rapat. Aturan ini dimaksudkan agar peserta rapat lebih fokus terhadap substansi rapat dan meminimalisir pengalihan seta membangun rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Teori Situasional
Teori situasional atau pendekatan situasional merupakan pendekatan kepemimpinan yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1969). Pendekatan situasional menitikberatkan pada kemampuan pemimpin untuk bisa beradaptasi dalam berbagai kondisi atau situasi. Teori ini berangkat dari adanya perlakuan yang berbeda dari setiap situasi yang berbeda. Pemimpin harus bisa menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang sedang terjadi.
Gaya kepemimpinan pada pendekatan situasional Pendekatan situasional ini sangat mengandalkan kemampuan pemimpin dalam mengarahkan (directive) dan mendukung (supportive). Kedua dimensi tersebut harus diterapkan dengan tepat dalam situasi yang berbeda-beda. Pemimpin harus mengetahui kapan harus mengarahkan dan kapan harus mendukung para bawahannya. Pemimpin harus mengenal bawahannya dari segi kemampuan (competent) dan komitmen (commitment). Dengan mengetahui kedua dimensi tersebut, pemimpin akan lebih mudah untuk adaptasi dengan situasi bawahannya.
Hal ini dapat dibagi menjadi dua dimensi yang selalu berjalan beriringan yaitu directive behavior dan supportive behavior. Directive behavior adalah gaya kepemimpinan yang mengarahkan kepada bawahan bagaimana cara untuk mencapai tujuan atau melakukan suatu pekerjaan. Pemimpin dalam hal ini lebih menunjukkan cara dan metode bagaimana bawahan harus bekerja, menempatkan orang-orang pada peran yang tepat, dan menentukan agenda-agenda yang harus dilakukan pada organisasi.
Dengan begitu, directive behavior merupakan komunikasi satu arah yang mengharuskan pemimpin untuk memastikan bahwa tujuan atau pekerjaan yang dikerjakan telah dicapai. Supportive behavior adalah gaya kepemimpinan yang memastikan bahwa para bawahan bekerja dengan rasa nyaman dan menciptakan situasi yang harmoni. Pemimpin dalam hal ini lebih menunjukkan sisi emosional kepada bawahan dengan cara memberikan pujian, bertukar pikiran, mendengarkan, meminta saran atau feedback, dan lain-lain. Dengan begitu, supportive behavior merupakan komunikasi dua arah antara pemimpin dan juga bawahan. Dua gaya kepemimpinan ini haruslah berjalan beriringan dan pemimpin harus bisa menyesuaikan dengan kondisi dari para bawahan.
Dalam teori situasional ini, situasi yang dijelaskan berkaitan dengan kondisi bawahan pada organisasi. Blanchard (2013) menyebut kondisi tersebut dengan development level. Development level merupakan ukuran tingkatan bagi para bawahan. Beliau membaginya dengan dua kategori yaitu competence dan commitment. Competence merupakan hal yang berkaitan dengan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan tugas, sedangkan commitment berkaitan dengan kenyamanan dan motivasi bawahan dalam menyelesaikan tugas atau tujuan organisasi.
Menurut Blanchard (2013), ada empat gaya kepemimpinan yang bisa digunakan oleh para pemimpin sesuai dengan situasi. Pertama adalah gaya directing (high directive - low supportive). Gaya kepemimpinan ini lebih berfokus pada komunikasi terkait tujuan organisasi dan mengurangi fokus pada supportive. Gaya kepemimpinan ini digunakan jika development level yang dimiliki organisasi adalah low competence - high commitment (D1). Kedua adalah gaya coaching (high directive - high supportive). Gaya kepemimpinan ini memiliki dua fokus yaitu mengarahkan dan juga supportive kepada bawahan. Gaya kepemimpinan ini digunakan jika development level yang dimiliki organisasi adalah low competence - low commitment (D2). Ketiga adalah gaya supporting (low directive - high supportive). Gaya kepemimpinan ini menuntut pemimpin untuk lebih fokus pada sisi supportive dimana pemimpin harus membuat para bawahan nyaman dan termotivasi dalam bekerja.
Gaya kepemimpinan ini digunakan jika development level yang dimiliki organisasi adalah high competence - low commitment (D3). Terakhir adalah gaya delegating (low directive - low supportive). Gaya kepemimpinan ini bisa dilakukan jika para bawahan dianggap sudah cukup kompeten dan termotivasi dalam bekerja. Gaya kepemimpinan ini digunakan jika development level yang dimiliki organisasi adalah high competence - high commitment (D4).
Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat melakukan beberapa gaya kepemimpinan salah satunya adalah situational approach. Dalam hal ini, Ridwan Kamil mampu untuk melakukan gaya kepemimpinan ini dengan caranya sendiri yaitu mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan.
Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya pada tanggal 13 September 2022 di Balai Kota DKI Jakarta. Ia meminta kepada kepala daerah di Jawa Barat untuk mulai beralih ke mobil listrik sebagai kendaraan dinas. Ia juga mengatakan bahwa menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan dinas merupakan simbol keteladanan kepemimpinan (Ramadhani, 2022). Sebelum pernyataan ini dilontarkan oleh Ridwan Kamil, ia ternyata sudah menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan dinasnya sejak 2020. Ridwan Kamil melakukan hal tersebut karena ada target-target yang perlu dikejar. Target-target tersebut tercantum pada Peraturan Daerah (PERDA) tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2050 yang salah satu targetnya adalah terkait dengan kendaraan listrik (Hassani, 2022).
Dengan pernyataan tersebut, secara tidak langsung Ridwan Kamil mengarahkan para bawahannya untuk mencapai tujuan peraturan daerah dengan cara mencontohkannya terlebih dahulu.