RKUHP Sah: Mimpi Buruk serta Ancaman Demokrasi di Indonesia

Ilustrasi gambar penulis, saat telah selesai menggelar diskusi tentang pengesahan RKUHP di daerah alun-alun kota Bandung (foto: penulis)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Fenomena demokrasi di Indonesia selalu mejadi pusat perhatian dari kalangan aktivis maupun akademisi. Bagaimana tidak, setiap kali pelaksanaan demokrasi di Indonesia selalu dikaitkan dengan kelompok-kelompok oligarki dan kapitalisme global yang banyak menggerogoti sendi-sendi setiap napas bangsa Indonesia. Sudah seharusnya bangsa Indonesia dapat melepaskan dirinya dari cengkraman kelompok-kelompok oligarki dan kapitalisme global agar supaya mampu melaksanakan demokrasi substantif serta sesuai dengan nilai-nilai yang ideal.

Melihat Indonesia dalam dekadensi kedua di abad 21 menjadi semakin carut-marut dan rumit. Seolah bangsa ini kesulitan lepas dari cengkeraman oligarki dan kapitalisme. Pengesahan RKUHP yang ditetapkan pada Selasa, tanggal 6 Desember 2022 sebagai Undang-undang kemarin, adalah bentuk ancaman bagi demokrasi Indonesia, berbagai macam pasal berpotensi membatasi kebebasan masyarakat untuk berpendapat dan menutupi ruang serta hak demokrasi masyarakat.

Pada tanggal 23 September 2019 yang lalu, berbagai macam elemen pemuda, mahasiswa, buruh dan masyarakat seluruh Indonesia mengecam dengan memperlihatkan bentuk penolakan atas pengesahan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Bayangkan saja pada aksi demonstrasi yang dilakukan pada saat 2019 lalu, banyak korban luka-luka akibat bentrok dengan aparat keamanan bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa.

Namun sebagai negara yang menganut asas demokrasi, telah mengesahkan RKUHP tersebut menjadi undang-undang tanpa melihat ke belakang, bahwa banyaknya korban yang berjatuhan demi untuk menolak pengesahan RKUHP pada 2019 kemarin. Adapun beberapa yang menjadi poin penolakan pada aksi demonstrasi di tahun 2019 kemarin antara lain yaitu; pidana mati, martabat presiden, living law, aborsi, contempt of court, hate speech, kohabitasi, dan penyerangan harkat. Sementara itu pasal yang memuat ancaman pidana penjara, pasal 273 RKUHP, pasal 354 RKUHP.

Sejak penolakan RKUHP yang dilakukan barisan pemuda, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang berlangsung caos pada September 2019. Presiden Ir. Joko Widodo telah menunda atau membatalkan pengesahan RKUHP tersebut menjadi undang-undang. Akibat dari kericuhan yang banyak memakan korban luka-luka bahkan kehilangan nyawa RKUHP dibatalkan, upaya tersebut berhasil membuat pemerintah mengambil tindakan dengan membatalkan rancangan tersebut menjadi undang-undang. Andai saja tidak ada kekacauan yang memicu konflik dalam aksi demonstrasi di tiga tahun silam, maka kemungkinan besar RKUHP sudah disahkan pada saat itu juga.

Pengesahan RKUHP 6 Desember 2022 kemarin telah menjadi ancaman demokrasi di Indonesia. Padahal beberapa draf terbaru RKUHP terasa ada kejanggalan yang masih memuat pasal-pasal kontroversi dan bermasalah yang 2019 kemarin, pemuda, mahasiswa dan masyarakat sipil menentang dan menolaknya. Ini akan membawa bangsa Indonesia masuk kedalam perangkap penjajahan gaya baru atau penjajahan gaya birokrasi pemerintah kita sendiri yang mengakibatkan demokrasi kita dalam keadaan yang rentan tercederai.

Aksi demonstrasi tidak semeriah dulu, pemuda, dan mahasiswa juga tidak sepeka dulu. Benar dengan apa yang saya tuliskan di atas, bahwa 2019 kemarin jika tidak ada aksi demonstrasi yang menelan korban luka-luka dan bahkan kehilangan nyawa, maka RKUHP tidak akan ditunda bahkan dibatalkan. Hanya saja kelahiran gerakan pemuda, dan mahasiswa yang dirindukan oleh masyarakat sipil sebagaimana bentuk protes dan penolakan dengan turun kejalan itu tidak terlihat di tahun ini, sampai dengan disahkannya RKUHP sebagai undang-undang.

Ruang privat masyarakat Indonesia terancam, tidak hanya itu, bahkan kelompok marginal, diskriminatif terhadap perempuan, dan masyarakat adat terancam keberadaannya. Hal tersebut akan berdampak terbalik pada para pejabat-pejabat dan para kapitalis yang berwajah korporasi, dengan menyulitkan jeratan terhadap kapitalis berwajah korporasi. Ini merupakan hal terburuk sekaligus mimpi buruk untuk masyarakat Indonesia, karena tidak ada lagi kebebasan dan kebebasan masyarakat dibatasi dengan mencederai demokrasi Indonesia, sulit untuk mewujudkan demokrasi yang subtantif di Indonesia.

Mengapa demikian, pasal-pasal yang sempat ditolak di tiga tahun silam, bermunculan kembali pada saat RKUHP telah disahkan menjadi undang-undang. Adapun beberapa poin pasal yang telah disahkan dalam RKUHP antara lain yaitu; pasal tentang living law, pasal tentang penghinaan terhadap lembaga negara dan pemerintah, pasal tentang kohabitasi, pasal tentang contempt of court, pasal tentang penghapusan ketentuan tumpang tindih pada UU ITE, pasal tentang meringankan ancaman untuk koruptor, pasal tentang larangan unjuk rasa, pasal tentang korporasi adalah entitas sulit dijerat, dan pasal tentang dosa negara diputihkan dengan menghapus retroaktif pelanggaran HAM berat. Demokrasi kita telah terancam dan demokrasi kita hanya berjalan pada pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada, selebihnya adalah mimpi buruk demokrasi Indonesia.

Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat itulah sejatinya domokrasi, karena kedaulatan rakyat merupakan hal paling penting dalam demokrasi. Demokrasi selayaknya mampu memberikan rasa aman dan perlindungan kepada seluruh masyarakat tanpa memandang dari golongan mana ia dan latar belakangnya bukan malah mencederai dan merusak demokrasi kita di Indonesia. Bahwa sejarah telah mencatat demokrasi Indonesia pada pelaksanaannya selalu gagal dalam merealisasikan cita-cita leluhurnya seperti yang tertuang dalam sila keempat Pancasila. RKUHP telah disahkan, demokrasi telah melahirkan mimpi buruk bagi seluruh masyarakat dan generasi muda di Indonesia, apalagi Indonesia saat ini sedang menghadapi resesi ekonomi dan pemilu 2024 yang akan datang.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.