Registrasi Sosial Ekonomi, Jalan Menuju Satu Data Indonesia
- vstory
VIVA – Bulan Oktoboer hingga November 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang mencakup seluruh penduduk Indonesia. Pendataan ini bertujuan untuk mengumpulkan seluruh data penduduk Indonesia meliputi data sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan.
Namun, muncul anggapan bahwa kegiatan regsosek ini berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran karena menghabiskan dana sebesar Rp 4,7 triliun. Sebelumnya, pemerintah telah memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Data Pensasaran Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Karenanya, data regsosek dianggap akan tumpang tindih dengan data-data tersebut.
Sebenarnya, data yang dihasilkan oleh regsosek tidak dimaksudkan untuk tumpang tindih dengan data DTKS dan P3KE, tetapi akan menjadi data dasar yang nantinya menjadi basis data utama bagi setiap kementerian dalam mengambil keputusan. Data regsosek akan menjadi basis data bagi DTKS karena memiliki cakupan data seluruh penduduk Indonesia, data pemeringkatan kesejahteraan, dan informasi di luar sektor kesejahteraan sosial. Selanjutnya bagi data P3KE, data regsosek akan menjadi basis utama karena memiliki variabel lengkap penentu kesejahteraan.
Jadi, data yang dikumpulkan dalam kegiatan regsosek akan menjadi pusat data bagi berbagai survei lainnya. Melalui data regsosek, pemerintah akan mengintegrasikan seluruh data sosial ekonomi menjadi satu data Indonesia. Selain itu, regsosek akan menjadi langkah awal bagi pemerintah untuk mewujudkan misi dalam menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem hingga mencapai 0% pada tahun 2024.
Di dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 mengenai Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, Presiden meminta adanya keterpaduan dan sinergi antar kementerian dan lembaga dalam mencapai target pengentasan kemiskinan ekstrem hingga 0%. Dalam menentukan arah kebijakan dan strategi yang akan digunakan, pemerintah memerlukan data awal yang memuat indikator-indikator strategis mengenai kondisi kehidupan masyarakat dilihat dari sudut pandang sosial dan ekonomi.
Karenanya, diperlukan data termutakhir untuk seluruh penduduk Indonesia mulai dari data kependudukan hingga data perumahan. Melalui data tersebut, pemerintah dapat menentukan tingkat kesejahteraan setiap keluarga di Indonesia. Tingkat kesejahteraan penduduk dalam survei regsosek terdiri atas 3 kategori, yaitu sangat miskin, miskin, dan tidak miskin.
Setelah adanya pusat data berisi tingkat kesejahteraan penduduk hingga level desa, maka pemerintah dapat menentukan langkah-langkah percepatan pengentasan kemiskinan dengan fokus pada keluarga sangat miskin dan miskin di setiap kabupaten/kota seluruh Indonesia, sehingga misi pemerintah untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia sebesar 0% pada tahun 2024 dapat terwujud.
Kegiatan regsosek tidak hanya berhenti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Setelah proses pendataan selesai, kegiatan selanjutnya adalah melakukan pengolahan dan pemeringkatan keluarga miskin menggunakan proxy mean test yang dilakukan oleh BPS di seluruh Indonesia. Selanjutnya di tahun 2023 akan diadakan forum konsultasi publik (FKP) yang akan menjadi wadah bagi pemimpin wilayah dalam menentukan status kesejahteraan setiap keluarga berdasarkan data yang telah dikumpulkan. FKP akan dihadiri oleh kepala desa atau apparat desa, fasilitator, peserta FKP, dan petugas FKP untuk membahas status kesejahteraan keluarga sehingga status kemiskinan yang dihasilkan menjadi lebih objektif.
Di dalam kegiatan regsosek, informasi yang dikumpulkan meliputi tingkat kesejahteraan penduduk seperti kondisi sosio-demografis, kepemilikan aset, sanitasi air bersih, perumahan, kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, tingkat kesejahteraan, dan informasi sosial ekonomi lainnya.
Bagaimana tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia
Kemiskinan ekstrem merupakan batas kemiskinan mengacu pada garis kemiskinan yang ditetapkan oleh World Bank, yaitu kurang dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity). Jika dirupiahkan nilai tersebut setara dengan Rp 10.739 per hari per kapita. Oleh karenanya, apabila pengeluaran per kapita per hari kurang dari Rp 10.739, maka penduduk tersebut akan dikategorikan sebagai penduduk miskin ekstrem.
Pada tahun 2021, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia adalah sebesar 2% atau kira-kira sebanyak 6 juta penduduk. Tingkat kemiskinan tersebut berbeda dengan tingkat kemiskinan yang biasa dihitung BPS, yaitu sebesar 10,14% atau sebesar 27,54 juta penduduk. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan garis kemiskinan yang menjadi batasan dalam menentukan tingkat kemiskinan.
Untuk menyasar 6 juta penduduk tersebut, pemerintah perlu melakukan pemutakhiran data untuk memastikan apakah terjadi perubahan status kesejahteraan terhadap 6 juta orang tersebut atau ada penambahan penduduk miskin dari kelompok penduduk rentan miskin. Data tersebut sangat dibutuhkan oleh pemerintah agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran.
Selain kelompok penduduk miskin, kelompok penduduk rentan miskin juga perlu menjadi perhatian utama pemerintah. Kelompok penduduk rentan miskin sangat sensitif terhadap gejolak ekonomi dimana apabila adanya kenaikan harga kebutuhan barang pokok, maka penduduk rentan miskin ini akan masuk ke dalam kelompok miskin. Penduduk rentan miskin adalah penduduk yang berada di atas garis kemiskinan namun pengeluarannya tidak berbeda jauh dengan garis kemiskinan.
Melalui data yang dikumpulkan di dalam kegiatan regsosek, informasi yang dikumpulkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengentaskan kemiskinan di wilayahnya. Melalui data regsosek, Indonesia akan memilih satu data kependudukan yang terintegrasi.