Refleksi Diri di Hari Ulang Tahun

Refleksi Diri
Sumber :
  • vstory

VIVA – Refleksi diri dengan memetik hikmah dari peringatan hari ulang tahun untuk hidup lebih bermanfaat dan niatkan hanya untuk ibadah kepada Allah SWT.

Dan carilah (pahala) di negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan jangan kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh  Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash-Surat ke 28 dalam Al-Qur’an  ayat 77).

Hikmah pertama dari potongan Ayat “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat” adalah bahwa Allah SWT memberi petujuk kepada manusia agar mencari/mengejar kebahagiaan abadi di akhirat yang berupa Surga (Jannatun Naim).

Hidup manusia di dunia ini singkat, sebagaimana dalam ungkapan Jawa yang sarat makna dengan “Urip iku mung mampir ngombe” atau hidup dan kehidupan di dunia hanya sementara dan sangat singkat dengan istilah mampir ngombe nikmatnya minum itu hanya sampai batas tenggorokan, padahal masih harus melalui perjalanan yang panjang untuk mencapai ke titik finish.

Maka filosofi di atas memberikan tuntunan bahwa sehabis kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal yaitu di alam akhirat. Dan kehidupan yang ditunggu-tunggu  di akhirat tidak lain adalah Surga Allah yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.

Ada ungkapan yang intinya Hidup di dunia sebagai sawah ladang buat menanam kebaikan yang panennya akan dituai di Akhirat. Pada Ayat sebelumnya menceritakan kisah Qorun (kaum Nabi Musa as, tokoh serakah dan pengejar harta kesenangan dunia, sehingga ia lupa akan kehidupan akhirat yang lebih kekal dan lebih baik dari segala apa yang ada di dunia.

Selanjutnya hikmah kedua dari petikan Ayat “Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi” adalah sikap tawazun menyeimbangkan antara mencari bekal akhirat dan bekal hidup di dunia. Manusia adalah makhluk yang terbaik dengan potensi dan kompetensi yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berbeda beda. Karunia yang diberikan oleh  Allah SWT agar manusia bisa berkarya untuk mencari bekal kehidupan.

Dalam QS. Ali Imron ayat 190 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”,  di mana melalui surat ini manusia diperintah Allah SWT untuk  memberdayakan akal fikirannya guna mengolah bumi dan alam seisinya agar memberikan manfaat (barokah) bagi dirinya.

Dalam ayat ini juga tercermin bahwa Allah SWT menghendaki agar manusia tidak malas dalam bekerja. Dengan istilah lain manusia diperintah untuk bekerja dengan keras agar memperoleh penghasilan yang cukup dan memiliki kehidupan yang layak dan patut.

Ada hikmah yang bisa dipetik dari ungkapan “Bekerjalah sekuat kemampuanmu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan beribadahlah sekuat kemampuanmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi”.

Maka sesuai hukum kausalitas bahwa orang yang rajin bekerja akan memperoleh hasil yang sepadan dengan pekerjaanya.

Namun yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa manusia sudah ditetapkan takdir rezikinya, seberapa keras bekerja seseorang kalau belum ditakdirkan rezikinya tentu tidak bisa dimiliki, atau sekecil usahanya atau tidak ada usaha pun kalau sudah ditakdirkan pasti akan sampai reziki kepadanya.

Sudah menjadi kodrat alam bahwa di dunia ada yang kaya dan ada pula yang cukup. Ada yang rajin bekerja dan ada pula yang malas. Oleh karena itu hendaknya manusia rajin bekerja dan rajin berdo’a agar memiliki kehidupan yang layak bahkan bisa lebih berkecukupan.

Hikmah berikutnya dari “Berbuat baiklah kepada orang lain seperti halnya Allah telah berbuat baik kepadamu”, Sungguh benar bahwa Allah SWT telah memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia. Allah SWT memberikan nikmat sehingga manusia dapat melihat, mendengar, merasakan, membau, berjalan, berlari, bernapas dll, yang manusia tentu tidak bisa menghitung nikmat Allah SWT.

Sebagaimana termaktub dalam QS. An-Nahl (Surat ke -16 dalam Al Qur’an) ayat 18 yang artinya “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Oleh karena itu, ketika manusia telah mengetahui bahwa Allah SWT telah berbuat baik kepada setiap orang, maka hendaknya setiap orang berbuat baik kepada orang lain.

Al Qur’an Surat An-Nisa’ (Surat ke-4) Ayat 85 “Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)-nya. Dan barang siapa memberi pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)-nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Pada pembahasan hikmah kedua di atas telah dijelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk rajin bekerja sehingga bisa memperoleh penghasilan yang cukup bahkan lebih, agar memiliki kehidupan yang layak dan patut. Implikasi dari perintah Allah ini agar manusia yang telah sukses hidupnya mau dan senang menolong, senang berbagi, gemar bersedekah, tidak kikir, tidak egois, mau mengembangkan jiwa kesetiakawanan sosial serta solidaritas yang tinggi terhadap sesama, punya empati. Perilaku simpatik yang tidak menyakiti, tutur kata santun, perangai yang ramah, tidak mencaci maki, saling menghormati dan saling memaafkan harus dikembangkan.

Hikmah ke empat dari “Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” adalah bahwa manusia ditunjuk oleh Allah SWT sebagai Khalifah Allah di bumi. Yang artinya manusia diutus untuk menjaga kelestarian alam semesta ini. Tugas manusia untuk menjaga, merawat dan bertanggung jawab penuh terhadap alam lingkungan, marga satwa, flora fauna, lautan dll yang ada di bumi.

Apabila alam, bumi telah terlanjur dieksploitasi maka sudah menjadi tanggung jawab manusia untuk memulihkan dan merehabilitasi kondisi alam dan lingkungannya.  Karena kalau hal ini tidak segera disadari oleh manusia dan perusakan lingkungan tetap dilakukan, berarti manusia gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi dan tinggal menunggu balasannya di akhirat.

Allah SWT Maha Pengampun, karena itu marilah kita semua bersama-sama memohon ampunan kepada-Nya dan tidak lagi melakukan kerusakan di bumi. Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah, segar, bermanfaat, demi kehidupan yang akan datang.

Dalam Hadis Riwayat Muslim bahwa “Tidak ada amalan seorang pun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkan dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah”.

 Amal kita sangat terbatas, kurang ikhlas dalam beramal, kurang rasa syukur, sikap ujub, sombong, riya dll yang menjadi noda noda dosa mari ditekan dan dikendalikan. Perbanyak doa dan ikhtiar, niatkan setiap aktivitas kita untuk ibadah untuk menggapai ridho dan rahmat Allah SWT.

Refleksi diri untuk mengevaluasi dan menata niat kembali untuk memaksimalkan peran kita masing-masing demi masa depan agar lebih baik, lebih bermanfaat buat sesama.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.