Oligarki Lama Vs Oligarki Baru, Siapa yang Menang?
- vstory
VIVA - Profesor Northwestern University Jeffrey Winters mengungkapkan hampir 100 persen dana kampanye yang digunakan partai politik di Indonesia berasal dari para oligarki.
Hal itu disampaikan oleh Chair of the Departement of Political Science, Northwestern University, Jeffrey Winters saat menjadi narasumber webinar dengan judul "Memahami Oligarki, Aspek Ketatanegaraan, Ekonomi Dan Politik Pemberantasan Korupsi" yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Prof Winters, di Amerika Serikat ada calon Presiden yang mengumpulkan dana kampanye langsung dari masyarakat.
"Di Amerika Serikat kita punya calon Presiden yang namanya Bernie Sanders, dan Bernie Sanders kumpulkan semua uang kampanye hanya dari uang kecil dari masyarakat langsung, sebenarnya cara untuk membiayai kampanye ini masih belum berkembang sepenuhnya di Indonesia," ucap Prof Jeffrey Winters menanggapi pertanyaan peserta webinar, Selasa (9/6).
Hal itu berbeda di Indonesia, kata Prof. Winters, hampir 100 persen dana kampanye Parpol di Indonesia berasal dari para oligarch yang memiliki kekuasaan di Indonesia untuk mengamankan kepentingannya.
"Jadi sebenarnya yang mendanai kampanye di Indonesia hampir 100 persen oligarch," ungkapnya.
Lama vs baru
Prof Jeffrey Winters sebelumnya mengatakan bahwa pada pemerintahan Jokowi, oligarki yang 'baru' dari kalangan pengusaha dan penguasa (Pepeng) namun kelompok oligarki 'lama' sudah menjadi terlalu besar penumpukan kapital.
Perang diagonal.
Pada peristiwa Sambo, kelompok oligarki 'lama' dipimpin Persatuan Purnawirawan Polri Pusat (PP Polri) memecah kekuatan kelompok 'baru' dipimpin oleh Tito dkk. Otomatis kelompok Sambo cs saat ini dirombak total.
Artinya jantung kekuatan Kapolri sekonyong-konyong rubuh. Secara de facto kekuatan Kapolri sedang diuji. Posisi 1-0 untuk kepentingan 'lama'.
Apalagi dengan adanya advokat Alvin Lim yang dibombong (diberi angin) oleh kekuatan struktural yang dibabat otoritasnya.
Sebaliknya di kalangan TNI sinyalemen Effendi Simbolon bak petir di siang hari, sudah 4,5 tahun Jenderal Andika Perkasa mengawal penggeseran pati perwira tinggi pro 'pembaharu' yaitu putusnya hubungan dengan generasi 'lama'.
Pada saat injury time (menuju garis finish) malah Effendi Simbolon melempar isu loyalitas. Terbukti tidak ada satu pun Pangdam atau asisten Mabes AD yang bergejolak. Posisi 1-1 untuk kepentingan 'baru'.
Sebaliknya di Kejaksaan Agung posisi jabatan kepentingan 'baru' berhasil mencokok 9 Naga, yang terbaru Surya Darmadi. Posisi 1-2 untuk kepentingan 'baru'.
Apakah kemudian gawang penalty jebol di Polri bisa benar-benar menjadi titik lemah kekuasaan kapital kelompok 'lama'?
Seperti halnya terjadi pada Putin di Rusia Pilar pokok Kekuasan ada tiga
• Angkatan bersenjata
• Pemerintah (Eksekutif)
• oligarki
Khusus pada poin #3 ini bagaimana kebuntuan politik Indonesia bisa cair dengan cara solusi bersama win win solution dari sisi ekonomi terutama kebutuhan likuditas Indonesia. Seperti didengungkan sebelumnya, kewajiban cicilan utang negara Rp800 Triliun setiap tahun segera jatuh tempo. Sedangkan tahun lalu pemerintah sudah diberi peringatan (penalty) oleh IMF.