4 Kesalahpahaman Faisal Basri dalam Melihat Kemampuan Ekonomi Indonesia

Pengamat Ekonomi Faisal Basri (Foto/antara)
Sumber :
  • vstory

VIVA - Ekonomi Indonesia tidak luput dari gonjang-ganjing kondisi dunia yang telah memakan korban sejumlah negara. Perang Rusia dan Ukraina telah memberi dampak domino yang berujung ke sejumlah masalah.

Di tengah capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II yang memberi senyuman, ekonom senior Faisal Basri membeberkan analisisnya mengenai kondisi ekonomi dalam negeri sebenarnya. Faisal mengatakan kondisi sektor keuangan Indonesia bahkan belum lebih baik dibandingkan sebelum krisis moneter 1998.

"Kalau kita lihat sektor keuangan kita masih lebih lemah dari kondisi sebelum krisis. Dari kemampuannya menyalurkan kredit." kata Faisal Basri dalam wawancara Blak-blakan detikcom, Rabu (10/8).

Ada 4 kesalahpahaman Faisal Basri dalam melihat kemampuan ekonomi Indonesia.

1. Fokus Faisal ada pada utang negara, baik itu utang BUMN, atau bengkaknya utang negara sampai Rp7.000 T

Zaman old itu disebut utang, tapi zaman now disebut suplai uang beredar M2.

Artinya persis pengairan sawah, lahan dialiri pengairan sungai, direkayasa sungai pengairan.

Uang masuk ke Indonesia dalam bentuk kredit World Bank. Jadi Walaupun kepercayaan pasar dunia sedang resesi, bukan berarti negara-negara maju batal investasi di negara Indonesia.

Karena kuncinya adalah kredit World bank.

2. Masalah beban utang negara Indonesia Rp7.000 T itu masih jauh dibandingkan dengan misalnya Singapura.

Apalagi dibandingkan dengan aset tanah dan air wilayah negara Indonesia. Katakan utang negara Rp7.000 T dibandingkan asumsi nilai tanah negara sekitar Rp100.000 T.

3. Pada Prinsipnya, utang negara itu bukan seperti rezim jadul, yaitu zero sum game, negara menyalurkan loan dari sumber nya deposit tabungan nasabah.

Zaman now, bukan itu. Tapi negara menambah suplai uang beredar M2. Itu seperti peredaran darah.

Sedangkan beban cicilan, dibayarkan dengan beberapa instrumen termasuk SUN surat utang negara. Surat utang tersebut dibeli oleh lembaga investasi misalnya Dana asuransi, jamsostek, atau BPJS, dll.

4. Walaupun tingkat pendistribusian kredit bank di Indonesia 40% turun dibandingkan sebelumnya krismon 98, namun hal ini dikarenakan bank-bank swasta dikuasai oleh investor asing.

Dengan kepercayaan pasar swasta nasional, zaman now beberapa konglomerat papan atas menguasai kepemilikan atas bank-bank swasta.

Di antaranya Bank ANZ melepaskan saham mereka di Bank Panin. Hal ini terjadi pada bank lainnya.

Ada 4 keuntungan dari sistem kapitalis.

1. Zaman old banyak perang seperti perang dunia II, gara gara kekuatan nasionalisme bertentangan antar satu negara dengan tetangga nya. Misalnya German, Jepang, dll.

Zaman now, negara-negara malah bersatu misalnya Europe Union, NATO anggota nya semakin bertambah.

Alih-alih perang, Negara lebih takut kepada krisis moneter misalnya Sri Lanka, Venezuela, Iran, Turki di mana terjadi devaluasi besar-besaran.

2. Kekuasaan supremasi militer lebih tidak stabil. Dibandingkan dengan kekuasaan kapital, di mana kekuasaan uang dipecah-pecah kecil pada setiap unit usaha.

Alhasil zaman now, tidak banyak Demonstrasi, paling demo kecil-kecil di depan kemensos, biasanya soal bansos.

3. Perilaku Masyarakat umum Indonesia lebih terkendali misalnya jutaan penduduk terikat kepada Gojek atau Grab mereka tidak lagi anarkis. Mungkin pekerjaan nya terikat kepada Gojek.

4. Pengawasan pemerintah kepada penduduk semakin mudah. Misalnya lewat nomor NIK digunakan untuk NPWP. Single identitas semakin tinggi kendalinya, misalnya NIK terikat kepada BI check (Bank Indonesia), termasuk kepada KPR, kartu kredit, termasuk fintech.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.