Minyak Jelantah untuk Kesehatan, Lingkungan, dan Inovasi!
- vstory
VIVA – Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya menjadi penikmat gorengan, hampir semua menyukai gorengan dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa karena setiap makanan yang disajikan melalui proses digoreng memiliki kenikmatan tersendiri.
Namun tak sedikit masyarakat yang menggunakan minyak berulang kali yang sudah dipakai untuk memasak, bahkan dibuang sembarangan, padahal minyak tersebut merupakan minyak jelantah atau minyak goreng bekas. Terlihat bahwa edukasi untuk masyarakat mengenai hal ini masih kurang terealisasi.
Sangat disayangkan, masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui bahwa minyak yang untuk memasak yang dipakai berulang kali dan dibuang sembarangan akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.
Minyak jelantah adalah sampah rumah tangga yang masuk ke dalam limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) yang kandungan zatnya dapat merusak lingkungan, mengganggu kesehatan dan menyebabkan kesakitan, keracunan, hingga kematian.
Jika kita terlalu sering menggunakan minyak goreng berulang kali untuk memasak, maka dapat merusak minyak itu sendiri karena lemak tidak jenuh teroksidasi membentuk senyawa peroksida yang mempengaruhi nilai mutu dan gizi bahan yang akan digoreng, masalah kesehatan pun dapat muncul, seperti meningkatkan kolesterol akibat dari kandungan asam lemak bebas yang di mana kolesterol ini dapat memicu risiko terjadinya penyakit jantung.
Umumnya, masyarakat Indonesia setelah menggunakan minyak jelantah ini dibuang ke tempat sampah karena dianggap lebih praktis, dibuang ke saluran air tempat tinggalnya karena tidak ingin repot, dan dibuang langsung ke tanah. Hal tersebut menjadi peran besar bagi pencemaran lingkungan, seperti pencemaran air dan pencemaran tanah. Tanah yang tercemar akibat minyak jelantah yang dibuang sembarangan ke tanah, dapat mengakibatkan kerusakan pada tekstur tanah yang akan mengeras, tanah juga akan tertutup pori-porinya dan tidak dapat menyerap air dengan baik.
Dalam ebtke.esdm.go.id, di Indonesia dari total konsumsi minyak goreng sawit hanya dapat mengumpulkan 3 juta KL atau hanya 18,5% minyak jelantah. Minyak jelantah bermanfaat untuk biodiesel atau bahan bakar yang berupa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan berasal dari minyak hewani dan minyak nabati, maka minyak jelantah juga berpotensi bagus sebagai peluang bisnis.
Bahkan di Tarakan Timur terdapat Kelompok Swadaya Masyarakat atau dikenal dengan KSM yang di kelola oleh seorang yang bernama Sardji Sarwan, dalam sehari dapat menghasilkan 2 juta perhari dari hasil pemanfaatan produksi biodiesel.
Ditemukan pula inovasi pemanfaatan minyak jelantah oleh Nur Isna Inayati, Kurnia Ritma Dhanti dalam artikel ilmiahnya, bahwa minyak jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan lilin aromaterapi, dengan mencampurkan beberapa bahan untuk pembuatan lilin dan minyak jelantah dan proses ini menghasilkan Crude gliserin atau produk sampingan dari suatu pembuatan biodiesel dan ini merupakan Ilmu terapan kimia hidrokarbon.
Di zaman sekarang yang semakin berkembang, lilin aromaterapi selain dapat dijadikan sebagai peluang usaha juga dapat dijadikan inovasi kesehatan yang murah, aman, dan kaya manfaat. Dalam kesehatan lilin aromaterapi dapat membantu untuk mengurangi stress, merelaksasikan tubuh, mempertahankan konsentrasi, hingga dapat mengurangi rasa sakit kepala.
Maka inovasi ini sangat besar dampak positifnya jika dimanfaatkan dengan benar karena minyak jelantah ini selain dapat dijadikan bahan dasar pembuatan lilin aromaterapi juga dapat membantu menghindari proses daur ulang minyak jelantah yang digunakan sebagai bahan untuk suatu masakan sehingga hal ini dapat mencegah dan mengurangi potensi masalah kesehatan dan selain itu juga dapat mengurangi risiko yang berdampak buruk pada lingkungan.