Tantangan Bonus Demografi: Generasi Sandwich
- vstory
VIVA – Hari kependudukan dunia atau dikenal sebagai World Population Day sudah digaungkan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKN) dalam seminarnya tanggal 11 Juli 2022 lalu mengusung tema “Dunia dengan 8 Miliar Orang: Memastikan Hak dan Pilihan untuk Semua Menuju Ketahanan Demografi.”
Namun dalam tulisan ini, kita tidak akan mengulik tentang kesetaraan dan keadilan diantara gender. Dalam tulisan ini, kita akan membahas dampak menjadi 8 miliar orang di dunia, bonus atau bencana demografi. Di negara berkembang seperti Indonesia, bonus demografi dapat menjadi dua sisi mata pisau. Bisa menjadi potensi maupun persoalan.
Tahun 2020 lalu di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan Sensus Penduduk. Sensus Penduduk ini dilaksanakan sejak tahun 2020 melalui 2 tahapan, yaitu sensus online pada Februari 2020 dan sensus wawancara pada September 2020. Sensus Penduduk 2020 (SP2020) mengusung tagline Mencatat Indonesia memang berupaya agar dapat mencatat seluruh penduduk yang berada dan bertempat tinggal di wilayah NKRI tanpa terkecuali.
Berdasarkan hasil SP2020 yang dipublikasikan BPS awal tahun 2021, menjelaskan bahwa penduduk Indonesia terdiri atas 6 kelompok, yaitu Post Gen Z (10,88%), Gen Z (27,94%), Milenial (25,87%), Gen X (21,88%), Baby Boomer (11,56%), dan Pre Baby Boomer (1,87%).
Dari data ini terlihat bahwa persentase baby boomer dan pre baby boomer di Indonesia cukup besar. Hal ini sejalan dengan Umur Harapan Hidup di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun (71,47 tahun di 2020 dan 71,57 tahun di 2021). Begitu pula dengan persentase Post Gen Z dan Gen z yang sejalan dengan peningkatan kualitas kesehatan, yang mana kelompok ini dikategorikan sebagai kelompok yang rentan.
Kelompok usia produktif pada hasil SP2020 ini adalah kelompok Milenial dan Gen Z sebanyak 47,75?n kelompok usia tidak dan belum produktif adalah 4 kelompok lainnya seperti Post Gen Z, Gen Z, Baby Boomer, dan Pre Baby Boomer sebanyak 52,25%. Artinya, sebanyak 129,02 juta penduduk produktif menanggung hidup 141,18 juta penduduk tidak dan belum produktif.
Generasi yang menanggung kelompok penduduk tidak produktif dan belum produktif disebut oleh Dorothy A> Miller sebagai sandwich generation. Sandwich generation atau generasi sandwich merupakan kelompok tumpuan dari sisi perekonomian maupun sosial generasi di atas maupun di bawahnya. Ini merupakan permasalahan bagi mereka yang tidak memiliki kesiapan finansial. Merekalah yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari anak dan orang tuanya dalam waktu bersamaan.
Istilah generasi sandwich mengacu pada roti isi (sandwich) di mana isian roti (daging, sayuran, keju, dan isian lainnya) diampit oleh 2 roti di atas dan di bawahnya.
Banyak faktor yang menyebabkan munculnya generasi sandwich salah satunya adalah kegagalan finansial orang tua. Tidak ada perencanaan keuangan, menyebabkan di masa tuanya, sang anaklah yang menanggung biaya hidup orang tua. Berdasarkan keterangan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2021, 51% penduduk usia dewasa belum memiliki rekening terutama penduduk di luar Pulau Jawa.
Hal ini mengindikasikan kurangnya literasi keuangan khususnya di daerah-daerah pelosok, yang menyebabkan orang tua tidak memiliki tabungan dan investasi untuk masa tuanya.
Hasil SP2020 menjadi peringatan bagi kita semua tentang seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup dan semakin baiknya kualitas kesehatan diperlukan suatu literasi keuangan agar kelak generasi sandwich di masa ini tidak memunculkan generasi sandwich lagi di masa depan.