Bahasa Kita Bersama

Memulai dari diri sendiri itu diperlukan
Sumber :
  • vstory

VIVA – Sebagai insan yang penuh kekurangan, dalam menjalani kehidupan ini, kita tentu tidak akan mampu berdiri sendiri, perlu berbagai jalinan yang dibangun agar kita mampu memenuhi berbagai kehidupan kita. Setiap kita memiliki peran yang serta merta melengkapi kita satu sama lain, yang kita gunakan dalam mewujudkan suatu tujuan

Dengan jalinan yang baik, berbagai kepentingan kita dalam kehidupan pun mampu terpenuhi, tanpa kurang satu apapun, hubungan kita dengan lainnya adalah lajur yang perlu kita jaga dan ruwat, menjaga peran kita masing - masing, adalah menjaga keselarasan berkehidupan.

Di atas kertas, ada yang berperan sebagai pekerja instansi suatu kenegaraan, yang masuk dan terpilih dengan berbagai mekanisme luhur demi membawa nama baik negara, yang kerjanya setengah mati putar otak demi kemakmuran yang ingin dicapai, suatu hal yang seringkali sukar didapati.

Ada juga yang pekerja lain yang tak kalah pentingnya dalam peta jalan kita, ialah mereka yang terlihat samar bergerak dan mencangkul banyak lahan kehidupan demi membawa masa depan bangsa, ialah mereka yang fokus dalam pemahaman mendalam seputar ilmu pengetahuan yang diampu. Dari sinilah nantinya hikmah dan muatan kebijaksanaan bermuara untuk kemudian disebarluaskan.

Ada pula yang berdiri seperti bangunan kokoh yang teratur penuh dengan pola baris berbaris dengan berbagai disiplin, mereka yang diasah memahami betul apa arti patriotisme dan bela negara, mereka yang mau menggantungkan jiwa raganya demi yang kita sebut dengan harkat martabat, satu sisi yang paling menonjol darinya adalah satu komando sebagai perintah tertinggi.

Yang lainnya, dan yang masih banyak lainnya adalah mereka yang tak sering diliput oleh kesadaran awam pada umumnya, mereka yang terlibat secara langsung namun seringkali dianggap remeh temeh dan hanya jadi bahan alokasi politis yang langsung menjadi korban segelintir golongan, mereka yang dianggap tak melek persoalan sosial, dan kerap kali hanya jadi batu loncatan pragmatis padahal pemegang kekuasaan tertinggi, sebab dari mereka lah peran apapun muncul dan mampu bertumbuh.

Dengan berbagai alasan itu, selanjutnya, memahami di mana peran dan posisi kita adalah kewajiban non literatur yang kita perlu diamini. Menemukan kesesuaian antara posisi, peran dan langkah kita itu menjadi urusan pertangungjawaban yang nantinya bakal sedetail mungkin, salah memahami dan menempatkan koordinat bisa jadi berakibat buruk, bahkan bisa jadi fatal.

Tentu, di sisi lainnya, penjagaan dan toleransi atas apa yang menjadi peran kita masing-masing itu fondasi yang kita bangun, bagaimana kurikulum kehidupan kita bakal berjalan lurus jauh akan kehidupan yang tidak adil ditentukan sejauh mana kita mampu melakoni ini, sebagai pemeran yang baik dan berkarakter, senantiasa berkhusnudzon atas koreksi satu sama lainnya juga menjadi kunci utama dalam menyemai manfaat.

Sebab, kalau kita mau saling menyikut, menyingkirkan, menekan, bahkan mengorbankan satu dan lainnya justru bakal menciptakan kekacauan bersama, kekacauan yang mengaburkan titik temu kebersamaan, sampai hanya menyisakan ruang pragmatis yang saling berebut kita caplok keadaannya, sungguh fenomena yang jauh dari mimpi mewujudkan bangsa dan negara, sungguh hanya akan memberi toksin yang menggerogoti kesenangan dan kebahagiaan kita nantinya.

Menghidupi dan menjalani kehidupan barangkali bagi beberapa kita memang membutuhkan energi yang lebih dan begitu melelahkan, lantas bakal menjadi serendah apa lagi apabila yang kita lakukan justru malah menyulitkan orang yang lainnya. Kita juga menyadari bahwa memiliki berbagai hal itu suatu anugerah yang patut disyukuri.

 Maka mana mungkin kita bakal setega melenggangkan banyak cara yang justru menyakiti yang ada di sekiling kita, walau Tuhan Maha Ampun, Tuhan juga tak bisa dipermainkan dengan modal khilaf yang mendasar pada setiap hamba.

Kita memang dibebaskan dan dibesarkan oleh macam-macam laku yang kita tangkap dari yang lainnya, tapi bukan berarti tiap yang kita dapat  kita lakukan juga tanpa paham konteks maupun tempat yang kita dapati. Catatannya harus dengan pengertian dan kepekaan kita.

Dengan alasan lain juga misalnya, tentang perbedaan pendapat kita yang tak kunjung menemui titik temu, bukan juga menjadi sumber ketidakpekaan kita terhadap nasib yang lainnya.

Kita mungkin tidak akan pernah menemui kesepahaman di dalam langkah dan kerja perjuangan kita, tapi kesantunan dan penerimaan terhadap yang lainnya itu bagian yang jangan sampai kita lepas dari jati diri.

Bangsa dan negara kita adalah tempat di mana setiap keagungan energi yang tumbuh dengan afirmasi postifinya terhadap semesta. Berbagai tupoksi yang membabi buta yang sarat akan nirkeadaban bukan jalan kita, bukan cara kita, perlu diperjelas bukanlah dari kita.

Semoga segala kebaikan dan kerhidoan senantiasa menjelma di setiap pancaran mata, warna rambut, suara, sampai bunyi ketuk sepatu kita. Semoga masing-masing kita memusnakan mulai dari diri kita pada apa yang menjadi soal paling mendasar. Menyelami diri di mana kita yang akan mandi, menangis, tidur sampai mati berada serta memainkan peran dengan penuh kebijaksanaan orang tua dimulai dari dalam pikiran kita ada bahasa yang tetap kita jaga bagi sesama.

 

 

 

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.