Tingkat Kebahagiaan Perempuan di Papua

Perempuan di Kabupaten Mimika Provinsi Papua. Foto : Engellia
Sumber :
  • vstory

VIVA  – Berdasarkan pada konstitusi negara Indonesia yaitu pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea keempat, secara jelas menyatakan bahwa salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum (public well-being).

Sehingga mendorong pemerintah Indonesia untuk menjamin peningkatan dan pencapaian kesejahteraan (well-being) bagi setiap warga negaranya.

Konsep kesejahteraan, sebagaimana dinyatakan oleh para pendiri negara Indonesia, tampaknya tidak hanya untuk menggambarkan kondisi kemakmuran material (welfare, being-well atau prosperity), tetapi juga mengarah kepada konsep kebahagiaan (happiness).

Kebahagiaan memiliki makna dan cakupan yang tidak hanya terbatas pada kondisi kehidupan yang menyenangkan (pleasant life) dan kondisi kehidupan yang baik (being-well atau good life), tetapi juga pada kondisi kehidupan yang bermakna (meaningful life).

Dalam konteks ini, konsep kebahagiaan menjadi topik pembangunan nasional yang mendapat perhatian lebih besar dibandingkan dengan konsep kesejahteraan material maupun kemakmuran ekonomi.

Kondisi Kebahagiaan di Papua

Indikator ekonomi makro seperti produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi ternyata masih menyisakan dua kelemahan mendasar yaitu: tidak mampu menggambarkan tingkat kemakmuran (welfare) ataupun kesejahteraan (well-being) bagi seluruh penduduk secara nyata, serta tidak dapat merefleksikan pemerataan pendapatan bagi semua penduduk suatu negara (Diener & Seligman, 2004; Easterlin & Sawangfa, 2010; Stiglitz et al., 2009).

Tapi pernyataan ini kurang begitu menggambarkan keadaan kebahagiaan di Papua. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2021 indeks kebahagiaan Papua berada pada 69,87 poin dan juga berada pada peringkat 3 terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia.

Tapi bila dibandingkan dengan tahun 2017, indeks kebahagiaan Papua saat ini naik sebesar 2,35 poin. Hal ini sejalan dengan tingginya tingkat kemiskinan serta rendahnya tingkat pembangunan manusia di Papua.

Bila kita lihat berdasarkan wilayah, tingkat kebahagiaan penduduk perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk perdesaan dengan perbedaan sebesar 4,11 poin.

Perbedaan terbesar terdapat pada dimensi indeks kepuasan hidup dengan subdimensi personal yaitu sebesar 7,15 poin.

Pada indeks kepuasan hidup personal, kontribusi terbesar disumbang oleh indikator kepuasan terhadap pendapatan rumah tangga, kemudian disusul oleh indikator kepuasan terhadap pekerjaan/usaha/kegiatan utama.

Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan hidup penduduk Papua di perdesaan terhadap kondisi kehidupan materialnya menjadi alasan utama tingkat kebahagiaan yang rendah.

Keadaan Kebahagiaan Perempuan Provinsi Papua

Sebagaimana data dari BPS, dijelaskan bahwa keadaan pendidikan perempuan Papua masih sangat rendah, tetapi persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja perempuan masih sangat tinggi yaitu sebesar 63,47 persen pada tahun 2020.

Hal ini menunjukkan keadaan perempuan di Papua yang masih diharapkan membantu dalam menghasilkan pendapatan untuk keluarga. Kemudian bagaimana keadaan kebahagian perempuan di Papua?

Berdasarkan jenis kelamin di dapat bahwa indeks kabahagiaan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan nilai 70,73 poin atau lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kebahagiaan Papua itu sendiri.

Hal ini sejalan dengan tingkat kebahagiaan pasangan dari kepala rumah tangga (KRT) yang mayoritas berjenis kelamin perempuan sebesar 71,77 poin yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan KRT yang hanya 69,42.

Tetapi bila kita bandingkan dengan indeks kebahagiaan perempuan di Indonesia secara keseluruhan tentu bertolak belakang karena tingkat laki-laki Indonesia lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Namun demikian dari dimensi-dimensi penyusun indeks kebahagiaan terdapat perbedaan pada indeks lainnya, yaitu pada indeks perasaan di mana mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan penduduk laki-laki di Papua dengan perbedaan nilai sebesar 0,87 poin.

Pada dimensi perasaan atau afeksi yang disusun oleh indikator: perasaan senang/riang/gembira, perasaan tidak khawatir/cemas dan perasaan tidak tertekan. Sehingga diartikan bahwa perempuan di Papua mempunyai perasaan khawatir atau tertekan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Penggunaan Indeks Kebahagiaan dalam Pembangunan Papua

Berbagai penelitian terkait kebahagiaan menunjukkan fenomena bahwa kebahagiaan penduduk akan berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan pembangunan dan perkembangan sosial di masyarakat (Forgeard dkk., 2011).

Kebahagiaan yang telah dirasakan oleh penduduk di masa lalu akan mendorong individu tersebut untuk berusaha tetap optimal dalam mencapai tujuan hidupnya. Upaya peningkatan kapasitas merupakan salah satu cara bagi penduduk untuk beradaptasi dan menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian hidup di masa depan.

Dalam tataran yang lebih luas, ukuran kebahagiaan individu per individu dianggap sebagai ukuran yang menggambarkan tingkat perkembangan sosial (Forgeard dkk., 2011; Stiglitz, Sen dan Fitoussi, 2009).

Di beberapa negara berekonomi maju, indikator kebahagiaan telah dianggap penting bagi perumusan kebijakan publik dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasionalnya.

Pemahaman yang baik tentang manfaat objektif dari upaya peningkatan kebahagiaan penduduk akan sangat membantu menempatkan topik bahasan tentang kebahagiaan sebagai bagian penting dalam rangka penyusunan kebijakan publik dalam kaitanya dengan upaya penyempurnaan kriteria evaluasi terhadap berbagai kebijakan pembangunan nasional yang telah dilaksanakan (Dolan dan White, 2007; Pavot dan Diener, 2004; Veenhoven, 2004, 2010).

Dari hal tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa indikator kebahagiaan dapat digunakan sebagai salah satu materi pendukung peningkatan indikator pembangunan manusia di Papua.

Jika pembangunan manusia di Papua meningkat secara otomatis peningkatan pembangunan pada bidang lainnya pun akan meningkat. Tetapi perlu diperhatikan peningkatan pembangunan manusia bukan hanya terfokus pada penduduk laki-laki saja, tapi juga penduduk perempuan.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.