Refleksi Budaya Korupsi di Indonesia

Ilustrasi budaya korupsi masih terjadi di negeri ini
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan, sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan dalam perspektif kejahatan yang terorganisir.

Korupsi yang terjadi dalam lingkungan kekuasaan, tergambar dalam adagium yang diungkapkan oleh Lord Acton, yakni "kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak korup secara mutlak".

Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya.

Untuk itu, yang harus dilakukan adalah mendayagunakan segenap suprastruktur maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.

Suprastruktur politik adalah keseluruhan lembaga penyelenggara negara yang mempunyai kewenangan hukum konstitusional yang bersumber dari UUD 1945 seperti MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, MA, dan pemerintah daerah beserta seluruh jajarannya.

Oleh: Ahmadsaleh

Photo :
  • vstory

Kemudian adapun hal-hal yang harus disadari pemerintah dalam pemberantasan korupsi, yakni sebagai berikut;

1. Harus menciptakan pemerintahan yang baik agar mencerminkan tindakan atau sikap pemerintah yang baik bagi elemen pemerintah lainnya, dalam hal ini badan legislatif yang terpilih adalah pilar utama sistem integritas nasional yang berlandaskan tanggung gugat demokrasi.

Tugasnya dalam bahasa sederhana, mewujudkan kedaulatan rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih untuk kepentingan publik, memastikan bahwa tindakan eksekutif dapat dipertanggungjawabkan. Sama halnya pemerintah mendapat keabsahan setelah mendapatkan mandat dari rakyat.

Legislatif sebagai badan pengawas, pengatur, dan wakil, legislatif atau parlemen modern adalah pusat perjuangan untuk mewujudkan dan memelihara tata kelola pemerintahan yang baik untuk memberantas korupsi. Begitu pula dengan eksekutif sebagai pelaksana yang juga merupakan wakil rakyat harus menjalankan pemerintahan yang sebaik-baiknya.

2. Pemerintahan yang aktif dalam penegakan hukum. Artinya negara yang sungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi perlu mendirikan lembaga baru atau memperkuat lembaga yang ada dan dapat menjalankan fungsi-fungsi spesifik dalam tugas-tugas upaya antikorupsi.

Meski banyak model lembaga tersedia, tetapi apa pun model yang digunakan, lembaga itu harus dilengkapi dengan sumber daya manusia yang cukup dan dana yang cukup pula. Kalau tidak, daftar panjang lembaga antikorupsi yang tidak efektif akan bertambah panjang.

Lembaga yang dapat dicontoh antara lain Komisi Independen Anti Korupsi seperti yang ada di Hongkong, yang memiliki wewenang luas untuk menyelidik dan menyeret tertuduh ke pengadilan dan untuk mendidik masyarakat.

Komisi semacam itu harus benar-benar independen dari penguasa negara tetapi tunduk pada hukum, karena kalau tidak akan cenderung menjadi lembaga penindas pula.

Pilihan lain adalah memperkuat kantor Auditor Negara dan kantor Ombudsman, sebuah lembaga yang dapat membantu memperbaiki kinerja pejabat pemerintah dan bersamaan dengan itu dapat memberikan saran bagi warga masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam mencegah korupsi oleh pejabat pemerintah.

Selain hal-hal tersebut, pers juga haruslah berperan dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi, kegiatan-kegiatan pers mesti digalakkan tanpa sikap yang berlebihan dari pihak pemerintah. Artinya pers yang diperlukan adalah pers yang mampu mewakili aspirasi masyarakat, menemukan berbagai bentuk penyimpangan administratif, mampu menjadi sarana komunikasi timbal balik antara rakyat dan pemerintah.

Pers hendaknya bukan hanya menjadi corong bagi pernyataan-pernyataan pejabat ,tetapi juga dapat menjadi alat kontrol bagi adanya penyelewengan-penyelewengan program pembangunan karena pengawasan pembangunan tidak mungkin sepenuhnya diserahkan kepada satuan-satuan pengawas struktural maupun fungsional.

3. Kesadaran masyarakat adalah hal yang tak kalah pentingnya ialah keberanian dan tekad seluruh aparatur negara dan masyarakat untuk melawan korupsi. Segala macam sistem dan konsepsi tidak akan terlaksana apabila para pelaksananya sendiri kurang berani untuk mengungkap korupsi yang jelas-jelas terdapat di depan hidungnya.

Masih banyak jaksa maupun lembaga lainnya yang takut untuk melakukan tuntutan karena korupsi melibatkan orang-orang penting dan mempunyai kekuasaan, keberanian harus ditumbuhkan bersama--sama meningkatnya kesadaran masyarakat akan hukum.

Menegakkan hukum memang penting, tetapi strategi yang hanya berfokus pada penegakan hukum hampir pasti akan gagal dengan kemungkinan besar tidak akan dapat menciptakan lingkungan etika yang menolak perilaku korupsi, oleh karena itu sangat diperlukan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi di sektor publik.

Kemudian pembentukan lembaga pencegah korupsi, negara yang sungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi perlu mendirikan lembaga baru atau memperkuat lembaga yang ada dan dapat menjalankan fungsi-fungsi spesifik dalam tugas-tugas upaya anti korupsi.

Oleh karena itu, menurut saya dalam hal upaya-upaya untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila ancaman yang dilakukan hanya sepotong-sepotong. Oleh karena itu, upaya tersebut hendaknya dimulai secara sistematis, melibatkan semua unsur masyarakat.

Akar dari kedurjanaan itu adalah tidak adanya usaha bahu-membahu antara masyarakat dan pemerintah dan perasaan terlibat dengan kegiatan-kegiatan pemerintah baik di kalangan pegawai negeri maupun dalam masyarakat pada umumnya. Keterlibatan di sini maksudnya sama sekali bukan pula justru tindakan-tindakan oportunistik untuk kepentingan sendiri, melainkan kesediaan untuk saling mengoreksi untuk tujuan bersama.

 

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.