Disparitas Pembangunan Manusia Papua dan Jakarta

Potret Sumber Daya Manusia di Wilayah TImur
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pembangunan manusia merupakan salah satu problem yang tetap menjadi  tugas bagi pemerintah, baik daerah maupun pusat. Pembangunan manusia dapat mengukur kualitas hidup manusia di suatu wilayah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Pada tahun 2014, terjadi penyempurnaan pengukuran IPM di Indonesia. Perubahan yang terjadi ada pada indikator Angka Melek Huruf yang diganti menjadi Angka Harapan Lama Sekolah dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. Selain itu, terjadi perubahan metode penghitungan metode agresi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik.

Gambaran Naiknya IPM di Indonesia

Menurut BPS, IPM Indonesia dengan metode baru tercatat sebesar 72,29 atau berada pada level “tinggi”. Pada tahun 2021, IPM Indonesia naik sebanyak 0,35 poin atau sebesar 0,84 persen dari tahun 2020 (71,94). Kenaikan ini lebih besar dari tahun 2020 lalu yang hanya sebesar 0,02 poin atau sebesar 0,03 persen dari tahun 2019 (71,92). IPM Indonesia sudah berada pada level “tinggi” sejak tahun 2016 dengan poin 70,18.

Beberapa indikator yang digunakan dalam pengukuran IPM. Adapun indikator-indikator tersebut adalah Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mewakili dimensi pengetahuan, indikator Angka Harapan Hidup (AHH) mewakili dimensi umur panjang dan sehat, indikator Pendapatan perkapita Pertahun (PPP) mewakili dimensi standar hidup layak.

Pada tahun 2021, HLS Indonesia adalah 13,08 tahun yang  dapat diartikan bahwa secara rata-rata peluang anak usia 7 tahun ke atas yang masuk jenjang pendiidikan formal pada tahun 2021 memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,08 tahun atau setara dengan Diploma 1 atau sederajat.

Angka ini naik sebesar 0,1 tahun atau sebesar 0,77 persen dari tahun 2020 (12,98 tahun). Sedangkan RLS Indonesia pada tahun 2021 sebesat 8,54 tahun yang artinya adalah menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas menyelesaikan sekolah sampai IX SMP/sederajat.

Indikator AHH yang mewakili dimensi pengetahuan juga meningkat pada tahun 2021. Tahun ini, AHH di Indonesia adalah 71,57 tahun yang diartikan bahwa rata-rata bayi yang baru lahir di Indonesia pada tahun 2021 memiliki peluang utuk bertahan hidup sampai 71,57 tahun. Angka ini naik sebesar 0,1 tahun atau sebesar 0,14 persen dari tahun 2020 (71,47 tahun).

Indikator terakhir yaitu PPP yang mewakili dimensi standar hidup layak. Pada tahun 2021, PPP di Indonesia sebesar 11,156 juta rupiah yang berarti secara rata-rata besarnya pengeluaran riil setiap penduduk yang ada di Indonesia selama tahun 2021 sebesar 11,156 juta rupiah atau sebesar 929,67 ribu rupiah sebulan. Angka PPP ini naik sebesar 143 ribu rupiah dari tahun 2020 (11.013 juta rupiah). Hal ini menandakan bahwa terjadi kenaikan daya beli penduduk Indonesiapada tahun 2021 dari tahun lalu.

Disparitas IPM antar wilayah Barat dan Timur

Disparitas merupakan salah satu problem yang masih menjadi tugas bagi pemerintah tidak terkecuali disparitas pada IPM di Indonesia. IPM di Indonesia saat ini berada di level tinggi (72,29). Provinsi di Indonesia sudah didominasi dengan IPM yang berada di level yang sama. Namun, apabila ditelaah lebih lanjut terdapat perbedaan signifikan antara wilayah Barat dan Timur.

Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai IPM tertinggi di Indonesia dengan nilai IPM sebesar 81,11 disusul dengan Provinsi  DI Yogyakarta sebesar 80,22. Kedua provinsi ini sudah berada pada level “sangat tinggi”. Sebanyak 21 provinsi berada pada level “tinggi” dan sebanyak 11 provinsi berada pada level “sedang”.

Provinsi-provinsi yang berada pada level “sedang” tersebut hampir semua berada di wilayah Timur. Adapun kesebelas provinsi tersebut adalah Lampung (69,90), Nusa Tenggara Barat (68,65), Nusa Tenggara Timur (65,28), Kalimantan Barat (67,90), Sulawesi Tengah (69,79), Gorontalo (69,00), Sulawesi Barat (66,36), Maluku (69,71), Maluku Utara (68,76), Papua Barat (65,26), dan peringkat IPM terakhir adalah Provinsi Papua dengan IPM sebesar 60,62.

Pertumbuhan IPM 2021 tertinggi di Indonesia ada di Provinsi Kalimantan Timur (76,88) naik sebesar 0,64 poin atau sebesar 0,84 persen dari tahun lalu (76,24). Sedangkan pertumbuhan IPM terendah ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (65,28), hanya naik sebesar 0,09 poin atau sebesar 0,14 persen dari tahun 2020 lalu (65,19).

Terlihat bahwa terdapat ketimpangan terhadap pembangunan manusia di Indonesia antara wilayah Barat dan Timur dari angka IPM yang telah dipaparkan. Provinsi Papua dan Provinsi DKI Jakarta memiliki selisih  yang cukup besar yaitu 20,49. Hal ini bisa dikatakan bahwa Papua dapat mengejar DKI Jakarta dalam waktu 20 tahun dengan asumsi kenaikan IPM Papua satu poin setiap tahun dan angka IPM DKI Jakarta konstan.

Ini menandakan terjadinya ketimpangan yang cukup signifikan antar kedua provinsi tertinggi dan terendah di Indonesia. Peringkat terbawah IPM tahun 2021 berada di Provinsi Papua, disusul oleh Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ketiga provinsi ini berada di wilayah Timur Indonesia.

Kebijakan dalam Pemerataan IPM Indonesia

Peningkatan IPM tentu merupakan tugas yang secara terus menerus dilakukan oleh Pemerintah. Peningkatan IPM dapat dilakukan dengan mengkaji ketiga dimensi pembentuk IPM itu sendiri. Ketiga dimensi  pembentuk IPM yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Peningkatan IPM dapat dilakukan dengan membangun fasilitas baik kesehatan maupun pendidikan yang layak. Kebijakan-kebijakan lain yang dapat membantu kenaikan IPM adalah dengan memberikan bantuan bagi masyarakat yang kurang mampu agar daya beli masyarakat dapat terdorong naik.

Selain itu, pemerataan IPM juga merupakan problem yang tak kalah penting. Ketimpangan terjadi pada wilayah barat dan timur. Kebijakan yang dapat dilakukan adalah percepatan pembangunan IPM di wilayah Timur. Ketiga dimensi perlu diperhatikan lebih lanjut pada wilayah Timur di Indonesia. Pemerataan pembangunan fasilitas baik itu pendidikan maupun kesehatan yang memadai dan diikuti juga dengan tenaga pendidikan dan kesehatan yang dapat meningkatkan sumber daya manusia pada wilayah tersebut.

Selain itu, perlu dikembangkan kembali sumber daya manusia khususnya di wilayah Timur. Penyuluhan tentang seberapa penting pendidikan perlu dilakukan dan juga menggalakan wajib belajar selama dua belas tahun. Hal ini dilakukan agar RLS pada wilayah tersebut meningkat dan secara tidak langsung juga meningkatkan IPM wilayah tersebut.

Dimensi standar hidup layak diukur dengan indikator pendapatan per kapita (PPP). Dimensi ini dapat ditingkatkan dengan cara mendorong daya beli masyarakat. Pemerintah dapat memberikan bantuan seperti Bantuan Sosial (Bansos), Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan-bantuan sosial lainnya. Ketika PPP naik, maka IPM juga akan naik pada wilayah tersebut.

Selain itu, masalah kesehatan juga perlu diperhatikan di wilayah Timur mengingat banyaknya kondisi anak kurang gizi dan stunting. Fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit dan Puskemas perlu dibangun di wilayah Timur untuk memberikan pengobatan dan penyuluhan terkait kesehatan, gizi, dan kebersihan. Tenaga kesehatan yang memadai juga perlu diadakan di wilayah Timur khususnya di daerah pedalaman agar masyarakat pada wilayah tersebut tidak susah dan jauh untuk melakukan pengobatan. (Putri Lydia Eltheofany S, S.Tr.Stat., Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Mimika)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.