Menggagas Gerakan Ekonomi Berbasis Masjid
- vstory
VIVA - Seorang ibu rumah tangga bunuh diri karena utang di pinjaman online. Demikian kabar viral yang banyak dilansir media online dan media cetak serta televisi.
Memang saat pandemi seperti sekarang ini di saat ekonomi susah serta harga barang kebutuhan yang kian melambung, maka bisa membuat banyak orang untuk secara gelap mata meminjam uang ke jasa pinjaman online atau pinjol.
Bak masuk ke “jebakan batman” masyarakat yang meminjam uang lewat pinjaman online seolah jadi jalan keluar dari masalah keuangan, tapi malah mereka membuat masalah baru yang membuat mereka terjerat utang ala rentenir.
Banyak kasus aplikasi pinjaman online (pinjol) pada awalnya menawarkan bunga rendah dan waktu pembayaran yang longgar. Tapi begitu seorang konsumen masuk menjadi peminjam, maka dia akan dijebak dengan bunga yang tidak sesuai perjanjian dan tenggang waktu yang singkat. Hal itu sebagaimana kita lihat dan dengar pada kesaksian mantan karyawan pinjol di televsi swasta beberapa waktu yang lalu.
Jadi sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat adalah pinjaman lunak tanpa bunga yang bisa mengangkat derajat ekonomi para rakyat bawah yang saat ini sedang tergoncang karena badai pandemi Covid-19.
Karena bagaimanapun kalau masyarakat ingin bangkit secara ekonomi mereka butuh modal untuk menggerakan usaha. Tapi mereka meminjam uang di perbankan terkendala dengan syarat yang ketat dan bunga yang lumayan tinggi.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa usaha mikro dan industri kecil yang merupakan sektor ekonomi masyarakat bawah, sulit berkembang membesar, karena sering kali mereka terperangkap dalam proses pemiskinan, karena seringkali terjadinya pengikisan modal usaha yang dialihkan untuk pembayaran utang, di samping untuk kebutuhan ekonomi rumah tangga sehari hari (Setyo, 2007).
Maraknya pinjaman online yang banyak menjerat masyarakat selain butuh upaya pemerintah agar memberantasnya seperti dilakukan pihak aparat dengan melakukan operasi pengrebegan di lokasi adanya pinjol berada di berbagai lokasi baru-baru ini , tetapi juga perlu memikirkan kredit lunak tanpa bunga kepada masyarakat luas.
Di saat sekarang ini banyak digulirkan bantuan sosial tunai oleh pemerintah untuk masyarakat berbagai kalangan masyarakat kecil. Di sini perlu juga digagas pinjaman lunak tanpa bunga oleh pemerintah atau pihak masyarakat yang mempunyai modal besar. Jadi semacam konsorsium masyarakat yang mempunyai harta untuk menolong saudara mereka dari kalangan masyarakat bawah.
Apa yang dilakukan oleh seorang influencer dengan mendirikan gerakan modal bergulir untuk masyarakat bawah patut diacungi jempol. Serta gerakan ini harusnya didukung dan disebarluaskan ke berbagai kalangan masyarakat agar gerakan ini bergerak secara masif dan berhasil.
Sekarang ini pada masa pandemi covid-19 sebagaimana banyak berita kekayaan sebagian masyarakat kalangan atas naik secara signifikan, sedangkan pada masyarakat bawah tergerus oleh pandemi Covid-19, sehingga akibatnya masyarakat umumnya mengalami “turun kelas” secara ekonomi dibanding sebelum masa pandemi Covid-19.
Andaikan gerakan pinjaman lunak tanpa bunga ini bergulir atas inisiatif masyarakat maka secara teoritis dapat mengurangi masyarakat untuk menggunakan jasa pinjol untuk memenuhi kebutuhannya. Karena gerakan mereka adalah antitesis dari apa yang selama ini dilakukan pinjiol.
Salah satu potensi yang selama ini belum digerakkan adalah ekonomi berbasis masjid. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh sebuah masjid yang sangat terkenal di Yogyakarta (DIY) di mana bisa mengerakkan ekonomi masyarakat sekitar, kas masjid selalu diusahakan kosong, karena digunakan untuk operasional masjid serta kesejahteraan masyarakat sekitar. Di sekitar masjid ada tempat masyarakat bawah untuk berjualan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kalau gerakan yang dilakukan oleh masjid terkenal di kota yang dijuluki kota pendidikan itu menyebar ke masyarakat luas, maka masyarakat akan banyak tertolong dengan adanya keberadaan masjid. Pada setiap hari jumat kita sering dengar atau lihat pengumuman ada sekian ratus juta di kas masjid.
Seandainya itu sebagiannya saja dijadikan dana bantuan untuk memutar roda ekonomi masyarakat sebagaimana masjid di Yogyakarta tersebut, maka akan terjadi sebagaimana zaman dulu bahwa masjid selain tempat beribadah juga pusat ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu gagasan gerakan ekonomi berbasis masjid untuk masyarakat bawah agar tidak terjerat pinjol yang bunga “mencekik leher” menjadi semakin relevan. Dengan jumlah muslim Indonesia sebagaimana dicatat World Population Review pada 2020 sebanyak 229 juta jiwa atau 87, 2 persen dari total penduduknya sebanyak 273,5 juta jiwa. Dengan jumlah masjid dan mushala tercatat 741.991, maka suatu potensi untuk bisa menolong masyarakat yang ekonominya sedang susah dijerat oleh pinjol.
Oleh karena itu daripada dana masjid untuk membangun masjid yang megah, walapun ini bukan dilarang tapi alangkah lebih elok apabila dana masjid digunakan untuk membuat gerakan ekonomi masyarakat bawah yang terdampak pandemi Covid-19, menjadi berdaya dengan mengulirkan bantuan kepada mereka. Tentunya dengan mekanisme sesuai dengan peraturan hukum agama yang berlaku.
Tentu saja gerakan ini harus didukung oleh semua kalangan sehingga gerakan yang murni atas inistiaf masyarakat bisa seperti apa yang dilakukan oleh masjid terkenal di kota Yogyakarta sebagaimana dijelaskan di atas. Memang butuh komunikasi dengan semua pihak sehingga andai gerakan ini meluas tidak bernasib seperti gerakan pasar dinar dan dirham yang sebenarnya tidak menjadi persoalan secara hukum negara karena sebagaimana kita ketahui sang penggagas gerakan tersebut sudah di putuskan bebas demi hukum di pengadilan, tapi nasib gerakan ini tentunya seperti “layu sebelum berkembang”.
Jadi usul saya gerakan ekonomi berbasis masjid bagi masyarakat bawah harus kita rintis agar masyarakat tidak terjerat dengan pinjol sehingga orang bunuh diri akibat pinjaman pinjol bisa di cegah. Terutama bagi masjid-masjid yang mempunyai kas keuangan masjid yang besar. Dengan demikian kas menjadi produktif. Bukankah ini termasuk dakwah ekonomi yang selama ini mungkin belum tergarap lewat masjid.
Mari kita mulai sebelum terjadi banyak korban akibat pinjol di kalangan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena dukungan pemerintah, pengurus masjid dan masyarakat kelas atas diharapkan saling bersinergi dengan program gerakan ekonomi berbasis masjid tersebut. (Untung Dwiharjo, Pengamat Sosial Alumnus Fisip Unair)