Gerakan Literasi Digital, Upaya Antisipasi Kekerasan terhadap Pelajar

Ilustrasi Kekerasan Pelajar (Sumber: ANTARA News /Insan Faizin)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Literasi adalah kemampuan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, memecahkan masalah pada tingkatan yang harus dicapai setiap orang. Literasi merupakan hak yang dimiliki setiap orang untuk belajar sepanjang hayat. Dalam pelaksanaannya, gerakan budaya literasi diterima dengan baik oleh sekolah.

Literasi digital merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah informasi. Dalam hal ini, Informasi adalah suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia karena sebuah informasi, manusia dapat melakukan berbagai aktivitasnya.

Dari waktu ke waktu informasi terus mengalami perkembangan yang diikuti dengan perkembangan media elektronik atau digital dan telekomunikasi.

Dilansir dari wikipedia bahwa Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk
menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan,
mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital juga merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten/informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal.

Transformasi digital.

Photo :
  • Unsplash

Digital literasi lebih cenderung pada hal-hal yang terkait dengan keterampilan teknis dan berfokus pada aspek kognitif dan sosial emosional dalam dunia dan lingkungan digital.

Literasi digital merupakan respons terhadap perkembangan teknologi dalam menggunakan media untuk mendukung masyarakat memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat untuk membaca Literasi digital sendiri tidak hanya tentang mengerti akan sebuah teks di dalam media akan tetapi juga mencangkup audio visual, baik yang bersifat searah maupun interaktif.

Literasi digital sendiri lebih diarahkan kepada kemampuan (skill) yang memungkinkan pengguna media menyikapi teks media ataupun audio visual secara kritis dan bijak, sehingga tidak serta merta mempercayai begitu saja dan tidak melakukan pencernaan atas teks media tersebut. Kemampuan Literasi Media semakin harus dimiliki karena perkembangan media (teknologi) yang eksponensial.

Demi terwujudnya literasi digital harus menciptakan sebuah inovasi dan terbentuknya sebuah gerakan untuk mengurangi angka kekerasan dalam ranah media.

Gerakan literasi digital merupakan upaya menyadarkan masyarakat betapa pentingnya peningkatan kemampuan menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, menerima, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dengan efektif.

Dengan Gerakan Literasi Digital ini, masyarakat dilatih untuk mengoptimalkan kebaikan bermedsos juga mengakses informasi yang positif, dengan pengetahuan untuk tidak menerima informasi secara gamblang sebelum menguji kebenarannya hingga masyarakat diajarkan kritis dalam menerima informasi.

Adapun Gerakan Literasi Digital ini juga berperan untuk mengantisipasi kekerasan terhadap pelajar. Kekerasan pelajar ini meliputi cyberbullying, penganiayaan, bahkan yang paling terparah adalah pembunuhan yang terinspirasi dari sebuah film.

Gerakan Literasi Digital Sebagai Antisipasi Kekerasan Terhadap Pelajar

Banyaknya kekerasan di ruang lingkup pelajar membuat keresahan dan ketidaknyamanan bagi pelajar itu sendiri. Banyak cara untuk mengantisipasi kekerasan bagi pelajar.

Contohnya yaitu dengan media digital dikarenakan pelajar dan remaja pada zaman ini lebih sering mengakses internet. Melalui literasi media dan pola asuh yang tepat diharapkan mampu meminimalisir kekerasan pada pelajar dan remaja ini, dengan cara kampanye mengenai kekerasan-kekerasan pelajar dan juga bersosialisasi mengenai dampak dampak kekerasan pelajar itu sendiri.

Mengapa kekerasan pelajar dalam media harus diantisipasi? Karena, kekerasan pelajar sangat berpengaruh bagi masa depan pelajar itu sendiri, Efek kekerasan terhadap anak sungguh amat dahsyat karena secara fisik maupun psikologis pelajar yang menjadi korban kekerasan tersebut.

Kekerasan tersebut bahkan akan membekas lama dan dalam di relung jiwa seorang anak. Dalam jangka panjang, efek psikologis mungkin yang paling mengkhawatirkan, karena bisa mempengaruhi perilaku seseorang ketika dewasa bahkan di masa tuanya.

Banyak sekali yang mempengaruhi kekerasan pelajar contohnya dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun pergaulan.

Faktor yang mempengaruhi kekerasan pelajar juga melatarbelakangi orang tua yang juga dapat menyumbang peran signifikan terhadap munculnya perilaku kekerasan di dalam dunia pelajar. Jika ditambah faktor pendidikan dan cara sekolah mengelola dan membuatperencanaan anggaran pembiayaan sekolah, bukan tidak mungkin faktor itu juga ikut menyuplai praktik kekerasan terhadap pelajar. Secara sistematik. Kurikulum pendidikan kita seperti abai dengan upaya pertumbuhan perilaku anak yang damai pro-sosial.

Banyak peraturan sekolah yang juga menjadi kontra bagi pelajar itu sendiri, yang di mana membuat pelajar itu sendiri adanya rasa untuk melanggar dan melakukan kekerasan pelajar.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi terjadinya kekerasan adalah dari sikap siswa dan pelajar tersebut.

Sikap siswa dan pelajar ini tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas.

Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat seorang siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah memancing ataupun mengundang orang tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara yang tidak sehat.

Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah, agresivitas, ataupun hukuman. Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga dikompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.

Maka dari itu literasi media digital patut dicoba untuk mengantisipasi kekerasan pelajar, dikarenakan media digital diharapkan bisa membantu mengantisipasi kekerasan pelajar. Namun dibutuhkan keahlian dalam mengangkat sebuah literasi yang dapat dicerna bagi seluruh kalangan pelajar supaya tersampaikan ke seluruh pelajar sehingga dapat meminimalisir kekerasan bagi pelajar. Dan juga membuat sebuah tulisan yang menarik minat pada generasi muda pada saat ini.

Melalui Gerakan Literasi Digital ini, kekerasan dalam lingkup pelajar haruslah segera diminimalisir supaya tidak banyak korban yang merasakan. Dikarenakan kekerasan pelajar sendiri sangatlah mempengaruhi masa depan bagi pelajar itu sendiri. Ketika berkurangnya kekerasan pelajar, diharapkan mampu mendapatkan dan menjamin generasi yang berkualitas baik dalam akal, pikiran, etika, dan juga adab. (Andi Maulana, Lembaga Media PW IPM Jawa Barat)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.