Produksinya Meningkat Selama Pandemi, Harga Telur Sempat Anjlok
- vstory
VIVA – Seiring bertambahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan kesehatan menyebabkan pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang memenuhi standar kelayakan konsumsi meningkat.
Salah satu bahan pangan asal ternak yang kandungan nutrisinya tinggi adalah telur. Hal ini dikarenakan telur merupakan sumber protein hewani, sumber asam lemak tidak jenuh, serta sumber vitamin dan mineral. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan dan menjadi favorit masyarakat.
Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi telur sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh, mudah diolah dan harganya relatif terjangkau.
Telur juga sering dijadikan bahan campuran berbagai jenis masakan. Cara memasak telur pun sangat sederhana. Bisa dengan cara direbus, digoreng, atau bahkan dibuat orak-arik. Oleh karena itu telur menjadi jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
Sumber telur konsumsi yang paling mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang cukup berasal dari ayam petelur (layer). Telur jenis ini diproduksi dari ayam ras petelur yang diternak dalam jumlah besar dengan cara budidaya dan pemberian pakan yang modern, teratur serta dengan produktivitas telur yang tinggi.
Sejak pertama dilaporkan kasus positif Covid-19 awal bulan Maret 2020, pemerintah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini pada awalnya memberikan pengaruh pada kegiatan distribusi bahan baku yang terganggu dan kegiatan industri yang terhenti.
Namun, akhirnya kebijakan ini juga memberikan dampak pada dua pilar ekonomi utama lainnya yaitu konsumsi dan produksi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional turun tajam pada triwulan II-2020 terhadap triwulan II-2019 sebesar 5,32% (y-on-y) (BPS 2020).
Pada periode itu, hanya PDB pertanian yang mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 2,19%. Walaupun sektor pertanian tumbuh positif, tetapi subsektor peternakan mengalami kontraksi sebesar 1,8%. Dampak pandemi terhadap perubahan pendapatan hanya menurunkan harga konsumen telur tetapi tidak terhadap harga produsen.
Menurut laporan tahunan Ditjen PKH, produksi telur pada tahun 2020 adalah sebesar 5652,48 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 5,56?ri tahun sebelumnya yang mana produksi telur pada tahun 2019 sebesar 5354,62 ribu ton.
Diketahui penyebab meningkatnya produksi telur pada tahun 2020 salah satunya didorong oleh peningkatan konsumsi telur oleh masyarakat, karena telur dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh saat pandemi Covid-19. Kenaikan konsumsi telur dapat dibuktikan berdasarkan data konsumsi telur nasional yang naik dari 18,16 kg per kapita menjadi 19,98 kg per kapita pada masa pandemi Covid-19.
Meningkatnya produksi telur di masa pandemi nampaknya tidak memberikan keuntungan yang berarti bagi para peternak telur. Hal ini dikarenakan disaat produksi telur meningkat, yang terjadi adalah harga telur menurun seperti yang terjadi pada pekan akhir bulan September 2021 lalu yaitu harga telur ayam anjlok hingga berdampak pada kerugian peternak.
Menurut seorang pakar peternakan IPB yaitu Profesor Niken Ulupi, telah terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand pada telur ayam. Oleh sebab itulah harga telur cenderung mengalami penurunan. Harga telur di beberapa daerah di Indonesia seperti Blitar sempat mencapai Rp 13.000 per kilogram.
Jatuhnya harga telur memang menguntungkan bagi para konsumen. Namun, hal tersebut akan membuat para peternak rakyat tercekik luar dalam. Pengaruh buruk akibat harga telur yang anjlok adalah beberapa peternak rakyat atau peternak mandiri mulai menutup usahanya. Apabila ini tidak segera diatasi, kedepannya masyarakat akan mengalami krisis pangan khususnya telur ayam sebagai pangan bergizi tinggi dan sumber protein hewani.
Menindaklanjuti masalah tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya melakukan stabilitasi harga telur ayam ras.
Stabilisasi harga telur ayam ras dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melakukan penyerapan telur ayam ras dari peternak. Misalnya mendorong pemanfaatan kembali telur ayam ras dari peternak menjadi bagian dalam bantuan sosial.
Untuk meningkatkan konsumsi telur dan penyerapan telur dari peternak, pemerintah juga mendorong Aparat Sipil Negara (ASN) di pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat secara serentak agar membeli telur peternak yang dikoordinir oleh setiap unit kerja setempat.
Selain itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas harga telur adalah dengan mendirikan usaha industri pengolahan telur terutama di wilayah sentra produksi.
Kemudian, upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan dan menstabilkan harga jagung yang merupakan komponen terbesar dan berpengaruh dari pakan ayam.
Jika upaya – upaya ini dapat dilakukan maka ke depannya diharapkan fenomena anjloknya harga telur ayam tidak terulang, sehingga konsumen dan produsen sama – sama mendapat keuntungan. (Kurnia Fadilah, Mahasiswa Politeknik Statistika STIS)