Menyelami dan Merefleksikan Peringatan Hari Pendidikan Nasional

Menjadi pahlawan abadi -untuk lalu, kini dan masa yang akan datang.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Memaknai hari Pendidikan Nasional setiap tahunnya di tanggal 2 Mei, tidak hanya sekadar merayakan dan sebatas selebrasi saja. Harus terdapat langkah perubahan dan tindakan konkrit yang perlu dilakukan untuk mewujudkan cita-cita kita sebagai masyarakat Indonesia, yakni terbebas dari jerat kebodohan.

Peringatan hari pendidikan ini menjadi sebuah refleksi atas jasa-jasa yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya, khususnya KI Hajar Dewantara sebagai salah satu tokoh pelopor pendidikan bangsa. Gerakan nyata yang beliau lakukan dengan mendirikan taman siswa adalah sebuah bukti bahwa setiap anak bangsa patut mendapatkan haknya yang sama.

Memperingati momentum bersejarah ini dalam memperoleh hak pendidikan yang sama tidak cukup sekadar menuliskan dari kisah-kisah heroik yang lalu. Semangat juang, patriotisme dan energi positif yang dicontohkan itu harus disalurkan dengan sebaik-baiknya untuk masa kini dan yang akan datang.

Ketercapaian akan berhasilnya pendidikan harus dimulai dari diri sendiri untuk bergerak dan memberi manfaat bagi sekitar. Salah satunya adalah dengan menanamkan rasa gemar membaca pada anak-anak sebagai lawan dari kebodohan.

Kebodohan kerap kali diidentikkan atau didekatkan dengan penjajahan. Semangat juang dan teladan yang diberikan oleh KI Hajar Dewantara melalui penyadaran pendidikan. Di mana pendidikan merupakan cara perlawanan yang elegan untuk menolak ditindas dan bangkit melawan.

Membangkitkan rasa suka terhadap buku memiliki afirmasi positif yang pengaruhnya besar untuk suatu perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung. Buku dapat menjadi agent of power yang dibarengi oleh pemuda sebagai agent of change. Sinergi dari kedua ini jika dipadukan dapat memberikan energi perubahan yang besar bagi bangsa Indonesia.

Kekuatan negara, terletak pada pemudanya hingga kalimat ini dikuatkan dan diagungkan oleh sang proklamator, Sukarno dalam pekikan pidatonya “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Suntikan kalimat ini menunjukkan relevansi antara kekuatan pemuda dengan kemajuan bangsa.
Pun jika suatu negara hendak dihancurkan, maka hal utama yang dilakukan adalah merusak pemikiran para pemudanya agar lambat laut peradaban itu hancur. Hal ini menunjukkan bahwa maju tidaknya suatu bangsa, bertopang dan terletak pada pemudanya. Lantas, apa yang harus dilakukan oleh para pemuda agar bangsa dan generasinya tidak hancur?

Tentu kembali lagi pada hal utama yang menjadi basic pondasi suatu negara, yakni pendidikan. Bahkan pentingnya pendidikan ini juga termaktub dalam UUD 1945 yang salah satu isinya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan ini, pemerintah, masyarakat, sekolah dan semua elemen yang tergabung harus bergerak untuk berkolaborasi mencapai pendidikan yang merata. Pemerataan serta peningkatan kualitas pendidikan harus menjadi skala prioritas nasional. Seperti usaha yang tengah dilakukan oleh Menteri Pendidikan saat ini, Nadiem Makarim mengangkat tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” pada Hari Pendidikan Nasional Tahun 2021.

 Kemerdekaan belajar harus dirasakan oleh semua anak bangsa  agar kemajuan pendidikan di berbagai wilayah Indonesia dapat merata dan dipimpin oleh generasi yang hebat.

Nantinya, ketika para pemuda yang terdidik masuk dalam berbagai lini kehidupan masyarakat atau lembaga pemerintahan, mereka akan membawa negaranya semakin maju. Berkat kepiawaian para pemuda dalam memimpin dan berinovasi  yang tinggi tentu akan membawa Indonesia menjadi negara yang beradab dan disegani oleh negara-negara lain.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.