Balongan Membara, Bukti Kerapuhan Energi Ekstraktif

Kebakaran kilang minyak Pertamina Balongan - Sumber Foto: ist
Sumber :
  • vstory

VIVA – Kejutan atas insiden terbakarnya Kilang Pertamina Balongan, Indramayu, Jawa Barat (29/1) menorehkan kisah panjang deretan kejadian tragis, kecelakaan maupun bencana yang dipicu oleh keberadaan industri ekstraktif.

Tentunya masih tergambar jelas dalam memori ingatan kita dimana belum lama juga, pada tahun 2019, juga terjadi malapetaka tumpahnya minyak mentah dari aktivitas operasional PT Pertamina Hulu Energi menimpa lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Masih segar dalam benak kita bagaimana petaka tersebut telah menghancurkan kehidupan perekonomian masyarakat, ekosistem darat serta perairan sekitar.

Lebih jauh ke belakang, kita juga akan teringat kembali akan kejadian kebakaran di Kilang Pertamina di Balikpapan.

Menanggapi kejadian terkini terbakarnya kilang Pertamina Balongan kali ini, mau tak mau memang membawa ingatan kita pada deretan petaka lainnya yang ada. Karena itu, Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menegaskan akan bahaya yang ditimbulkan bagi lingkungan.

“Kebakaran di Kilang Pertamina Balongan tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Berbagai polutan berbahaya yang timbul dari kebakaran tidak hanya akan mencemari udara sekitar kilang, tetapi bisa terbawa jauh tergantung pada arah dan kecepatan angin. Pertamina harus melakukan langkah mitigasi yang menyeluruh terhadap berbagai risiko kebakaran kilang, termasuk dampaknya bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat sekitar,” papar Leonard dalam keterangan tertulis mengatasnamakan Greenpeace Indonesia.


Karena itu, bercermin atas berbagai kerugian yang diimbulkan di beberapa kejadian sebelumnya, maka tentunya kita semua tidak ingin deretan bencana yang ditimbulkan oleh sektor industri ekstraktif (minyak bumi, batu bara) tersebut terus berlanjut.

"Ketergantungan kita terhadap energi ekstraktif harus segera dipangkas. Bauran energi nasional harus memberikan porsi terbesar bagi energi terbarukan seperti surya dan bayu. Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR) Indonesia harus memberikan arah kebijakan konkrit untuk mewujudkan bauran energi tersebut. Serta, pemerintah harus melakukan revisi target penurunan emisi ke arah yang lebih ambisius. Bila hanya keuntungan semata yang diprioritaskan, maka keberlangsungan alam dan kehidupan manusia akan rusak,” tambah Leonard.

Untuk itu, Greenpeace mendesak Kementerian LHK mengajukan tuntutan pidana terhadap Pertamina sebagai pelaku berulang bencana lingkungan.

"Ini bukan pertama kalinya, dan ini tidak akan menjadi yang terakhir kecuali tindakan tegas diambil. Waktu untuk terus menerus menguntungkan korporasi sudah berakhir, ini saatnya Pemerintah meletakkan kepentingan rakyat sebagai prioritas,” tandasnya Leonard tegas.

Leonard juga menuntut agar investigasi menyeluruh juga harus segera dijalankan terhadap kasus ini. Apabila terdapat kelalaian atau pelanggaran prosedur HSE (Health and Safety Operation) di fasilitas Pertamina, mereka harus dikenakan tanggung jawab secara hukum akan adanya praktik tidak aman yang menyebabkan cedera atau kecelakaan yang membahayakan nyawa dan kesehatan para pekerja dan masyarakat sekitar.

“Pemerintah harus menetapkan peraturan yang lebih ketat untuk industri perminyakan agar lebih aman dan lebih bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka lakukan,” pungkasnya mengingatkan pemerintah. 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.