Deadlock Panmus P3SRS Kalibata City, Warga Minta Gubernur Anies Turun Tangan

Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan (foto: ist)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Warga apartemen Kalibata City meminta Gubernur DKI Anies Baswedan untuk turun tangan untuk mencari solusi atas deadlock-nya pembahasan pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) di Kalibata City, pada Sabtu (20/7) di Graha Bhima Sakti, Pancoran Jakarta Selatan.

Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh warga Tower Akasi, Sandi Edison, pasca berlangsungnya rapat panmus tersebut.

“Kami meminta Pak Gubernur Anies turun tangan langsung menyelesaikan persoalan di Kalibata City ini. Pak Anies adalah satu-satunya cagub DKI saat itu yang hadir ke sini di Pilgub 2017 kemarin. Dan saat ini pun, warga solid mendukung kebijakan gubernur mengenai rumah susun, yaitu Pergub 132/2018,” jelas Sandi, Sabtu (20/7)

Menurut Sandi, deadlock Panmus P3SRS Kalibata City kemarin terjadi karena pihak Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta menafsirkan sendiri beberapa pasal yang multitafsir di dalam Pergub 132/2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.

Warga, tambah Sandi, menilai yang punya hak suara dalam rapat Panmus P3SRS tersebut adalah pemilik yang berdomisili sesuai Pasal 25 Ayat 1 yang berbunyi “Pembentukan Panitia Musyawarah dilakukan oleh pemilik yang berdomisili di rumah susun”

Namun, pihak DPRKP menilai pemilik yang tidak berdomisili pun memiliki hak suara dalam rapat tersebut dengan dasar Pasal 25 ayat 4, yang berbunyi “undangan diinformasikan kepada seluruh Pemilik dan Penghuni melalui media informasi”.

“Sekalipun tidak ada titik temu antara dua pendapat ini, pihak Dinas Perumahan berusaha untuk tetap meneruskan ke tahap agenda rapat selanjutnya. Ini yang membuat menjadi kacau. Seharusnya DPRKP berpegang teguh pada Pasal 25 Ayat 1 soal hak suara hanya untuk pemilik berdomisili. Pasal 25 Ayat 4 hanya berkaitan dengan siapa yang bisa menjadi peninjau. Siapa pun bisa menjadi peninjau, termasuk pemilik yang tidak domisili bahkan penyewa atau penghuni sekalipun. Tapi mereka tidak punya hak suara,” jelas Ketua Komunitas Warga Kalibata City (KWKC) ini.

Untuk menentukan status domisili tersebut, tambah Sandi, pihak DPRKP wajib melibatkan Pengurus RT di Kalibata City yang sudah legal disahkan oleh Kelurahan Rawajati.

Sebab, tambah Sandi, para pengurus RT merupakan pihak yang paling mengenal masyarakat setempat, karena berdomisili di Kalibata City. Selain itu, sesuai Pergub 171/2016, RT/RW merupakan kepanjangan tangan kebijakan pemerintah di masyarakat.

“Karena itu, yang berhak verifikasi domisili seharusnya adalah RT di Kalibata City. Bukan dari Badan Pengelola. Badan Pengelola cukup verifikasi kepemilikan. Tapi, verifikasi domisili amanat pergub adalah wewenang RT. Dari 18 tower, sudah terbentuk 14 RT. Satu tower satu RT. Yang lain, masih caretaker kelurahan. Tapi, tetap sah secara aturan di pergub,” tegas Sandi.

Iman, warga Tower Sakura, juga berharap dengan turun tangannya Gubernur Anies ini, dapat memulihkan kembali kesan tinggal di hunian vertikal.

Sebab, menurut Iman, Kalibata City merupakan kompleks apartemen dengan jumlah unit terbanyak di Indonesia, sehingga persoalan di Kalibata City bukan sekadar persoalan suatu kawasan saja, tetapi merupakan persoalan nasional.

“Pemprov DKI saat ini punya program hunian vertikal DP 0 persen. Ke depan, masyarakat mau tidak mau juga akan tinggal di rusun atau apartemen seperti di Kalibata City ini. Kalau Kalibata City saja tidak selesai, maka masyarakat akan takut tinggal di hunian vertikal karena proses pengelolaannya yang tidak transparan, termasuk soal anggaran,” jelas Iman.

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.