Berambulans di Madinah
- vstory
Selepas salat berjamaah maghrib 21 Juli 2019, saya membaca grup WA. Pak Tukiyat Ketua Regu Haji saya mengabarkan jika teman Pak Bimo sakit tidak bisa melanjutkan langkah kakinya ke Masjid Nabawi untuk menunaikan maghrib. Posisinya berada di Pintu 36 Nabawi. Tanpa pikir panjang, bergegas saya membelah kerumunan manusia di dalam dan di pelataran masjid.
Setiba di klinik dekat pintu 36, terlihat Pak Bimo sudah siap dimasukkan ke dalam ambulans untuk dirujuk ke RS lain. Mendadak saya didaulat teman-teman serombongan untuk mengawal ke RS karena faktor komunikasi bahasa arab. "Nah ini dia. Bapak aja...." Masuklah saya ke dalam ambulans bersama Bu Hera, istri Pak Bimo yang terbaring lemah berbantukan oksigen di hidungnya.
Berenam kami di ambulans. Ada 3 tenaga medis, Pak Bimo dan istrinya. Cukup lapang terasa kabin mobil MPV yang disulap jadi kendaraan emergency ini. Tak sempat menengok merek dan varian mobil ini. Wuing wuing wuing, khas bunyi sirine ambulans meraung membelah jalan dengan kerlip silau strobonya.
Di dalam kabin, alhamdulillah Pak Bimo sudah siuman meski masih susah diajak berkomunikasi. Tet tet bunyi alat medis di samping Pak Bimo terus menerus berhenti.
Dimatikan dan tetap bunyi lagi. Saya yang belum ngeh, berusaha cari informasi apa sebenarnya yang terjadi dan hendak ke mana ambulans ini menuju. "Kita ke RS yang lebih kumplit alatnya agar bisa menangani pasien lebih baik," ujar tenaga medis lelaki yang terlihat paling senior dibanding dua lainnya.
Tiba-tiba Ambulans pun berhenti. Pintu dibuka dan dengan cekatan tenaga medis menurunkan Pak Bimo dan membawanya ke ruang pemeriksaan. Madinah Cardiac Center nama RS-nya. "Dont worry. This is govermental hospital," ujar petugas mungkin sedang berusaha meyakinkan kami yg mendampingi pasien.
Cekatan dan cepat sekali tim medis di RS ini. Hal-hal administratif jadi nomor sekian dan mereka fokus ke pasien. Bahkan oleh dokter yang akan mengambil tindakan kami dipersilakan menunggu di ruang kerjanya.
Ramah dengan bahasa arab yang fushah membuat kami tenang melepas pasien masuk ruang operasi.
Di sela-sela penantian, datang suster berjilab putih meminta Bu Hera istri teman saya menandatangani beberapa dokumen. Bahasa Inggrisnya lancar dan beraksen khas.
Benar saja dia mengungkap dirinya dari Filiphina. Setelah 30-45 menit menunggu hasil tindakan medis yang diambil, dokter keluar menjelaskan pasien butuh dirawat 2-3 hari untuk memastikan peredaran darahnya normal. Insyaallah pasien bisa melanjutkan ke Mekah nanti untuk berhaji.
Ya Allah Yang Maha Menyembukan, pulihkan segera temen saya ini dan beri kekuatan agar bisa bersama-sama kami menunaikan haji yang akan tiba beberapa hari lagi. Sehat dan kuatkan dia dan kami semua Gusti. (Ahmad Muhibbuddin, Alumni Madrasah Aliyah Program Khusus Jember dan UIN Syahid Jakarta)