Mengintip Surga Dunia di Yogyakarta
VIVA – Sejuknya udara Magelang mengantarkan kami menuju Kota Yogyakarta. Jarak yang tidak terlalu jauh membuat kami tidak terlalu takut untuk berangkat. Kami sebelumnya tidak pernah pergi sendiri seperti ini. Namun, dengan tekad yang kuat untuk menjejalahi kota ini, akhirnya kami berangkat dari Magelang.
Hawa panas menyambut kedatangan kami di Yogyakarta. Setelah melalui perjalanan kurang lebih satu jam, kami tiba di kota pelajar ini. Saat tiba di Yogyakarta, kami tidak lagi berpikir akan menuju ke mana. Setelah berhenti di depan Alun-alun Kidul Yogyakarta, kami mengendarai motor menuju Pantai Indrayanti.
Sesungguhnya kami tidak perlu lagi menuju pusat kota untuk bisa sampai ke Pantai Indrayanti. Karena dari Magelang pun terdapat beberapa jalan yang bisa kami lalui menuju pantai ini.
Pantai Indrayanti adalah salah satu pantai indah yang ada di Yogyakarta. Dengan keindahannya, tak jarang banyak pengunjung yang datang ke pantai ini. Jaraknya dari pusat kota pun tidak terlalu jauh, hanya 69 kilometer saja.
Mesin motor menderu, membelah sunyinya Kota Yogyakarta di pagi hari. Ya, saat itu memang Kota Yogyakarta sangat sepi. Motor yang kami kendarai melaju dengan kecepatan sedang. Tak ingin terlalu terburu-buru tiba di tujuan. Karena kami lebih mementingkan keselamatan di bandingkan kecepatan.
Pesisir Selatan Pulau Jawa ini memang memiliki pesona tersendiri untuk dijelajahi. Deretan pantai dengan berbagai karakter yang berbeda-beda sangatlah cocok untuk melepas penat. Aktivitas yang terlampau padat bisa ditinggalkan sejenak.
Dari Yogya, kami mengarahkan motor kami menuju kota Bantul. Jalanan beraspal seperti di pusat kota menemani perjalanan kami ini. Sejuknya udara Yogyakarta pun menyelimuti kami. Setelah tiba di Kabupaten Bantul, kami berbelok arah ke jalan menuju Kabupaten Imogiri, lalu menuju ke Tanjakan Siluk. Berikutnya, kami menuju ke Kabupaten Panggang dan melewati Sesa Saptosari dan Krambil Sawit.
Awalnya kami kira perjalanan ini akan sangat mulus, jalan-jalan yang kami lalui sangatlah mudah. Tetapi siapa sangka, kami tak kunjung jua tiba di tujuan. Hati mulai was-was, mungkinkah kami tersesat, ataukah memang jauh adanya. Kami berhenti sejenak di masjid untuk menunaikan ibadah salat Dzuhur. Kami memanjatkan doa, agar diberi kelancaran menuju tujuan. Kami takut, mulai dihinggapi perasaan gundah karena tak kunjung tiba. Kami khawatir karena hutan lebat yang kami lalui. Tidak lagi ada rumah-rumah warga yang menyapa perjalanan kami.
Kiranya dua jam sudah perjalanan kami lalui. Setelah salat, kami melanjutkan perjalanan. Satu jam setelahnya kami berhenti lagi. Putus asa rasanya karena tak kunjung menemukan pantai tujuan kami melepas penat.
Saat tiba di Dusun Bedalo, kami berhenti lagi untuk mengisi bahan bakar motor yang telah mendekati garis merah. Di situlah kami merasa lega karena ternyata kami tidak tersesat, jalan yang kami lalui memang benar adanya. "Nek arep nang pantai dalane bener o lewat kene, meng jeh sak jam neh Mbak," jawab Sunarmi kepada kami saat diwawancarai.
Kami menghela nafas, perjalanan masih panjang rupanya. Kami menyalakan motor kami dan melanjutkan perjalanan. Tak lama, kami melihat plang ‘Pantai Ngedan’. Saya yang saat itu mengendarai motor langsung mengerem, kami berhenti. Setelah melihat plang jalan tersebut saya berdiskusi dengan teman perjalanan saya, bagaimana jika kami ke pantai itu saja. Dan teman saya menyetujuinya. Akhirnya kami membelokkan motor kami menuju Pantai Ngedan.
Berubah haluan memang, dari yang awalnya ingin menuju Pantai Indrayanti, tetapi malah menuju pantai Ngedan. Faktor fisik kami yang mulai lelah yang membuat kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Pantai Indrayanti yang kiranya masih jauh.
Masih jalanan beraspal yang kami lalui. Ditemani rimbunan pohon-pohon di kanan dan kiri jalanan. Tak terasa kami tiba di depan pos retribusi pantai Ngedan. Kami mengucap syukur karena bisa sampai disini. Setelah membayar biaya sebesar Rp7000, kami melanjutkan perjalanan sekitar 2 kilometer lagi untuk bisa tiba di Pantai Ngedan.
Kami mulai memasuki kawasan hutan dengan jalan setapak yang membuat bulu kuduk berdiri bila melewati jalan ini pada malam hari. Tak ada penerangan disepanjang jalan yang kami lalui ini. Sungguh membuat perjalanan menjadi mencekam. Jalannya pun sangat kecil, hanya cukup untuk satu motor saja, bila ada motor yang kebetulan lewat terpaksa salah satu dari motor tersebut harus mengalah.
‘Pantai Ngedan 200 meter’, plang tersebut membuat hari menjerit kegirangan. Akhirnya sampailah kami ditempat tujuan, yang walaupun bukan tujuan utama kami. Tiba di parkiran motor kami membawa perlengkapan kami menuju warung-warung didekat pantai, bukan didekat bibir pantai karena untuk bisa sampai ke bibir pantai kami harus melewati tangga-tangga yang lumayan banyak jumlahnya.
"Ombaknya memang seperti itu Mbak, sudah biasa. Kalau sedang pasang justu lebih ngeri, tinggi," jawab Bu Parti penjaga warung saat diwawancarai. Kami bergidik melihat ombak yang sangat besar dan bergerumuh seperti ingin menerkam siapa saja yang berani mendekat.
Sangat indah memang pantai ini. Dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi, pasir putih, dan juga karang-karang besar yang berjejer tak karuan membuat pesonanya semakin bertambah. Terik matahari siang itu membuat kami berdiam diri sejenak diwarung Bu Parti. Kami berpikir lagi, apakah kami akan turun ke bawah dan bermain air, ataukah kami hanya diam diwarung Bu Parti ini dan hanya melihat keindahan pantai ini dari jauh. Saya dan rekan saya yang bermental baja akhirnya memutuskan untuk turun. "Sudah terlanjur sampai dari jauh, buat apa cuma melihat dari atas?" ujar Zahra, teman perjalanan saya.
Kami turun melewati anak tangga yang cukup banyak jumlahnya. Setelah sampai di anak tangga terakhir kami mengucap "bismillahirrahmaanirrahim" secara bersamaan. Sebenarnya kami memiliki sedikit rasa takut mendengar deru ombak yang begitu kuat. Namun, kami yakin Tuhan akan melindungi kami. Karena niat kami tidak macam-macam disini.
Menginjakkan kaki di pasir pantai, ditemani dengan sejuknya udara Selatan Yogyakarta dan teriknya matahari di bibir pantai. Kami tertegun, tak menyangka pemandangannya akan begitu indah seperti ini dilihat secara dekat. "Subhanallah," ucap saya begitu melihat keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa ini.
Kami berjalan menuju bibir pantai, gundukan pasir pantai yang cukup dalam membuat kami sulit untuk berjalan. Kami berhenti di salah satu goa yang ada di pinggir pantai tersebut. Kami meletakkan barang-barang lalu kami bermain air meski hanya di bibir pantai dekat karang-karang. Tidak berani terlalu jauh karena ombaknya membuat nyali kami ciut.
Tak lama kami kedatangan tamu lain, Pak Sugiharto nelayan setempat. "sudah biasa jala ikan di sini, ikannya banyak," ujar Pak Sugiharto saat diwawancarai di tengah aktivitasnya merapikan jala untuk ditebar.
"Lah ombak kayak gini emang biasa Mbak, namanya juga pantai selatan, jarang yang ombaknya tenang" tambahnya. "Jarang ada orang tau pantai ini, makanya sepi. Bagus Mbak biar gak ada sampah lagi" lanjutnya.
Berdua saja dengan teman perjalanan saya membuat kami merasa seperti berada di pantai pribadi. Hanya ditemani deburan ombak kami duduk di pinggir pantai, agak sedikit masuk ke dalam goa. Kami menikmati indahnya pemandangan di hadapan kami ini. Sungguh nikmat yang luar biasa kami dapatkan hari ini. Lelah terbayarkan dengan keindahan ciptaan-Mu Tuhan.
Pantai yang jarang diketahui orang ini semoga terus terjaga keasriannya. Semoga tidak lagi ada sampah yang ditinggalkan oleh pengunjung yang datang maupun pedagang di warung-warung pinggir pantai. Semoga kelak pantai ini menjadi salah satu destinasi wisata yang diakui di Yogyakarta. (Tulisan ini dikirim Yuni Roismawati Fatma, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional)