Saat Semakin Hilangnya Rasa Manusiawi dan Fitrah
VIVA – Seorang anak di Pekalongan yang masih berumur 3,5 tahun ditusuk menggunakan pisau oleh ibu kandungnya sendiri. Diduga saat itu si ibu dalam keadaan stres dan depresi. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, warga Jakarta Timur digemparkan dengan penembakan di sebuah klinik di mana yang menjadi korban adalah seorang dokter yang ditembak suaminya sendiri.
Diduga, saat itu sang suami sedang mengalami gangguan psikotik dan di bawah pengaruh obat. Sehari setelahnya, lagi-lagi seorang ibu dengan keji membunuh anaknya yang menangis dengan menyemprotkan obat nyamuk ke wajah anaknya agar diam. Diduga sang ibu mengalami gangguan jiwa.
Sungguh miris melihat keadaan sekarang. Saat keluarga yang seharusnya menjadi tempat singgah dan bernaung, menjadi tempat paling nyaman bagi setiap anggotanya, namun malah banyak keluarga yang tidak segan melakukan tindak kekerasan di dalam rumahnya terhadap orang-orang di sekelilingnya. Bukan hanya menyebabkan luka secara fisik dan batin, tapi tak jarang yang hingga menyebabkan kematian.
Fitrah dalam diri setiap manusia yang saling menyayangi seolah sangat minim, bahkan cenderung hilang. Begitu banyak faktor yang menyebabkan seseorang dengan tega menyakiti keluarganya sendiri. Faktor kurangnya ilmu agama, sosial, bahkan himpitan ekonomi yang sering menjadi permulaan cekcok dalam rumah tangga.
Karena di era kapitalis saat ini, standar kehidupan masyarakat pada umumnya seolah-olah berubah. Bahagia dalam pandangan masyarakat hanya dipandang melalui banyak atau tidaknya harta yang dimiliki. Sejatinya, Allah SWT menganugerahkan kepada setiap insan di muka bumi ini memiliki naluri untuk saling menyayangi.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Jika semuanya dikembalikan kepada aturan Allah bukan kemustahilan harmoni dalam keluarga akan tercipta. Karena orang yang beriman akan senantiasa menjadikan ketakwaan kepada sang khalik merupakan standar kebahagiaan, bukan pada harta seperti yang terjadi pada era kapitalis saat ini. (Tulisan ini dikirim oleh Syifa Nurjanah)