Peran Pemerintah untuk Generasi Mendatang
- ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf
VIVA – Momentum dominasi oleh kelompok usia muda atau umur produktif saat ini telah menunjukkan bahwa Indonesia tengah memasuki era bonus demografi. Di mana jumlah penduduk Indonesia telah didominasi angkatan kerja yang produktif.
Merujuk pada tampilan data mengenai generasi muda Indonesia, laporan statistik pemuda Indonesia yang dibuat oleh BPS menyebutkan bahwa jumlah pemuda di Indonesia ialah sekitar 62 juta jiwa atau 25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Hampir semua pemuda telah mengakses pendidikan, telah cukup mengenal dan mengakses jaringan internet atau perkembangan teknologi, dan mayoritas pemuda bekerja di bidang perdagangan, industri, dan jasa.
Momentum dominasi generasi muda yang produktif di Indonesia juga ditandai dengan berbagai fenomena unik yang kita dapat saksikan setiap hari. Dari bagaimana pergeseran tren konsumsi masyarakat yang menggemparkan, tingkat penggunaan aplikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari (transportasi online dan e-commerce), ledakan startup, dan pilihan mainstream atas gaya hidup dan traveling, hingga fenomena politisi, pejabat, dan tokoh nasional yang tidak mau ketinggalan mendadak ‘genit’ demi mendekatkan diri pada kalangan anak muda sebagai objek suara mendekati tahun 2019.
Kita pun mulai membaca tanda-tanda zaman ketika era generasi muda ini memasuki era peluang yang besar (ledakan kelas menengah). Namun, di satu sisi menimbulkan ketidakpastian dan kecemasan. Tantangan generasi muda di berbagai bidang mencakup bagaimana teknologi telah mengubah kehidupan.
Yakni naiknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor usaha konvensional, ancaman krisis energi, gelombang radikalisme, tingkat kepadatan penduduk yang kronis di perkotaan (urbanisasi), kemacetan, serangan cyber, kebutuhan atas perumahan, ancaman kerusakan lingkungan, dan ancaman stabilitas dunia di tengah persaingan kekuatan ekonomi dunia (Amerika Serikat dan Cina).
Boediono, dalam bukunya Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah menulis bahwa suatu bangsa akan maju apabila setiap generasi mampu menciptakan generasi penerusnya yang lebih
Unggul. Oleh karena itu, perspektif yang perlu dibangun ialah perspektif antar generasi. Dalam kerangka membangun perspektif antar generasi demi menciptakan era transisi yang baik itulah yang seharusnya dipahami oleh para wakil rakyat, perumus kebijakan pembangunan, pimpinan politik, tokoh agama, guru, dan dosen pada saat ini.
Oleh karena itu, dalam rangka menuju Indonesia baru, tentunya sejarah akan mencatat pilihan-pilihan yang diambil oleh para pengambil kebijakan, khususnya mengenai nasib generasi muda Indonesia ke depan. Sejumlah hal yang perlu diperhatikan para pemimpin Indonesia saat ini ialah:
Pertama, sejatinya orientasi pengambilan keputusan penting pemerintah pusat dan daerah di bidang pendidikan, pembangunan manusia, dan pengelolaan sumber daya alam, ketahanan energi, ketersediaan pangan, akses dan infrastruktur, kawasan industri, kebutuhan listrik, dan termasuk kebijakan perpanjangan izin bagi perusahaan yang melakukan eksplorasi kekayaan alam dan pengembangan reklamasi wajib mengutamakan kepentingan jangka panjang dan tidak berfokus pada kepentingan ekonomi sempit/golongan/kelompok tertentu (focus to the next generation).
Kedua, pentingnya sinkronisasi kebijakan antar para pemimpin sebagai dampak pemilihan langsung tiap lima tahunan dengan serangkaian agenda janji politik atau visi dan misi yang perlu diselaraskan. Agar tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan rakyat tidak terhenti di tengah jalan alias mangkrak atas ulah pemimpin yang mengedepankan kepentingan elektoral/pencitraan dan mengesampingkan urgensi pembangunan. Sehingga, penting untuk dilakukan evaluasi atas berbagai proyek pemerintah yang hanya berdampak untuk kepentingan ekonomi jangka pendek, namun berpotensi membawa dampak negatif dan tidak memiliki urgensi bagi kepentingan rakyat yang lebih luas.
Ketiga, memastikan orang-orang baik untuk menjalankan pemerintahan. Lee Kuan Yew dalam bukunya The Big Ideas of Lee Kuan Yew berujar, “My experience of developments in Asia has led me to conclude that we need good men to have a good government (good people make good laws). However good the system of government, bad leaders will bring harm to their people”. Hal ini penting, oleh karena hukum yang baik, pemerintahan yang baik, akan menciptakan kondisi yang memungkinkan good people untuk menjadikan suatu negara sukses.
Keempat, keberanian mengambil berbagai terobosan untuk perubahan dan mau menerima masukan. Di tengah perkembangan teknologi dan keterbukaan, partisipasi generasi muda perlu dikembangkan. Sehingga pemerintah wajib membuka diri terhadap ide-ide baru. Seperti electronic voting dalam Pemilu/Pilkada, transparansi rapat melalui Youtube, keterbukaan penggunaan dana, transparansi di bidang penegakan hukum, pengembangan startup, akses pembiayaan yang merata, dan pengaturan terhadap berbagai perkembangan teknologi yang lebih fleksibel (contoh aturan transportasi online yang berbelit-belit).
Kelima, memberikan perlindungan secara menyeluruh. Di tengah gempuran permasalahan dari aspek ketergantungan narkoba yang hampir mencapai 6 juta orang (data BNN), masalah perdagangan manusia (human trafficking), rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia di kalangan negara Asia, maka jelas dibutuhkan peran aktif negara sesuai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 untuk melindungi segenap bangsa, mencerdaskan, dan memajukan kesejahteraan umum.
Keenam, sudah saatnya dibentuk satu badan khusus untuk menyiapkan kajian, riset, dan upaya penyelesaian permasalahan menyangkut regenerasi. Dan sepatutnya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada generasi muda, dan perlu dipertanyakan pula bagaimana peran kementerian yang membidangi pemuda dalam mengevaluasi, menyiapkan generasi muda sebagai penerus, sebagai wajah Indonesia baru di masa yang akan datang.
Sangat miris membaca data bahwa Indonesia baru memiliki sekitar 1,6 persen pelaku wirausaha dari total jumlah penduduk. Dengan demikian, ada yang salah dengan kualitas pendidikan kita dimana lulusannya masih berharap bekerja di lapangan kerja yang sempit (hanya menjadi pegawai negeri atau swasta).
Sebagai penutup, mengutip pandangan Kementrian Luar Negeri RI yang menyebutkan bahwa generasi muda menjadi kunci masa depan ASEAN. Oleh karena itu, mungkin pemerintah perlu mencontoh bagaimana Korea Selatan dan negara lain mendorong tumbuhnya perekonomian dengan berbagai insentif bagi pengusaha lokal/wirausaha lokal. Dengan demikian, kita dapat dengan penuh semangat dan harapan menyaksikan bagaimana wajah Indonesia baru. Bahwa kedaulatan tetap berada di tangan rakyat, khususnya generasi muda. (Tulisan ini dikirim oleh Ezra Halleluyah Awang, Advokat Muda, Jakarta )