Masih tentang Chester Bennington
- U-Report
VIVA.co.id – Satu minggu berlalu sejak berita kematian sang idola, Chester Bennington berkumandang di jagat maya dan berita yang menghebohkan seluruh dunia tepatnya di tanggal 20 Juli 2017 lalu. Entah kenapa, sejak berita tersebut, saya begitu merasa kehilangan mood. Sosok yang sejak awal tahun 2000 menjadi orang yang saya kagumi, kini telah pergi untuk selama-lamanya.
Saya suka lagu-lagunya, lirik-liriknya. aksi panggungnya, jiwa sosialnya, penyayang binatangnya dan juga kepeduliannya akan bumi ini. Anti peperangan serta anti hal-hal yang berbau kekerasan. Tapi, meninggalnya Chester dengan cara bunuh diri (menggantungkan tubuhnya di atas seutas tali), sebenarnya sangat tidak saya sukai.
Bagi saya, tindakan seperti itu hanya dilakukan orang-orang tolol dan tidak punya pengharapan dalam hidup. Karena hanya orang tolol yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara tersebut. Berarti, my idol is an idiot? Dalam akun sosial media, saya sempat menulis, “WHY?? WHY? WHY CHESTER!!” Ya, karena saya masih tidak habis pikir kenapa dia sampai nekat melakukan itu? Apa yang tengah dia rasakan saat itu? Depresi yang teramat dalamkah? But, why?
Begitu banyak cara yang bisa dilakukan untuk terlepas dari itu. Walaupun, biasanya orang yang tidak merasakan akan lebih mudah mengatakan daripada orang yang mengalami. Sejujurnya, saya bukan penikmat aliran musik keras alias rock. Bahkan, saya sangat anti dengan jenis musik yang menurut saya memekakkan telinga. Tapi, entah kenapa, sejak Linkin Park (LP) hadir di kancah musik dunia, telinga saya bisa menikmati lengkingan-lengkingan suara Chester.
Apa mungkin karena aliran musik mereka berbeda? Ada perpaduan techno, rap, dan sebagainya? Atau karena ada sosok Mike Shinoda yang membuat musik LP menjadi lebih renyah di telinga? Entahlah, yang jelas, lagu-lagu mereka yang menetas dari album Hybrid Theory, Meteora, Minutes to Midnight, hingga album terakhir mereka yang bertajuk One More Light tetap saya suka.
Meskipun banyak fans yang terkadang kecewa dengan perubahan sentuhan pada lagu-lagu mereka, hingga membuat Chester konon katanya semakin depresi. Ini bisa terlihat dari respon Chester pada haters plus penggemar yang kecewa pada album terbaru mereka. Chester tidak sungkan mengumpat dan marah-marah di akun sosial medianya.
Bagi saya, meski banyak perubahan, I don't care! Selama saya masih mendengar suara Chester, selama dia masih menjadi vokalis LP, saya tetap suka. Salah satu lagu yang menjadi favorit saya dan juga mungkin semua penggemar-penggemarnya adalah In The End. Ini menjadi lagu andalan kalau saya sedang mengalami tingkat kepedean tinggi. Saya suka “maksa” menyanyikan lagu ini di ruang karaoke bersama teman-teman.
Meski hasilnya teman-teman teriak menyuruh saya berhenti bernyanyi lagu tersebut karena jelas suara saya sangat mengganggu pendengaran mereka. Ya, suara saya memang jelek. But, I love the song! Meski dihujat, saya tidak pernah menyerah untuk terus melantunkan lagu yang konon katanya syairnya bentuk isi hati Chester yang mengalami banyak dinamika kehidupan.
Memang, setiap manusia yang hidup pasti mengalami dinamika kehidupan. Up and down pasti ada dalam hidup. Tergantung kita mampu atau tidak menghadapinya. Jika melihat jalan pintas yang dilakukan Chester, mungkin dia menyerah dengan kehidupannya. Karena dia begitu tega meninggalkan keluarganya. Istri tercintanya, Talinda Bennington, anak-anaknya (6 orang), serta teman-teman di lingkungan LP, juga musisi-musisi dunia yang juga kehilangan sosok ramah itu. Tidak lupa penggemar-penggemar setianya.
Chester memilih jalan pintas untuk menyudahi hidupnya hanya gara-gara depresi berkepanjangan yang tidak juga hengkang dari kehidupannya. Drugs dan alkohol yang menjadi pelarian untuk memusnahkan depresi, malah justru semakin menjerumuskannya ke jurang depresi paling dalam. Tapi, why? Why, Chester?
Saya masih tidak habis pikir kenapa dia bisa dan nekat melakukan itu? Menggantung diri? itu kan kelakukan konyol bagi orang bodoh. Keluarga, popularitas, serta harta yang mungkin lebih dari cukup untuk kehidupan seorang Chester ternyata tidak mampu membuat dia bahagia. Justru semakin membuat dia terperosok ke jurang depresi yang paling dalam.
Saya menulis ini antara emosi, kesal, dan sedih. Semua campur aduk. Karena sejak seminggu belakangan, mood saya terpecah-belah dengan membayangan kelamnya hidup seorang idola. Setiap hari, saya mendengarkan lagu-lagu LP. Mulai dari yang terbaru hingga yang lawas. Dan, ternyata ada beberapa lirik lagu yang benar-benar nyata dan merupakan jeritan hati Chester yang dia tuangkan ke dalam syair.
Dalam lagu-lagunya, ada juga yang mengisahkan tentang putus asa dan sebuah kematian. Lagu yang mengisyaratkan kalau dia punya niat bunuh diri itu ada. Banyak spekulasi berita yang gentayangan di jagat maya tentang kematian Chester. Mulai dari berita Chester dibunuh, Chester mengikuti jejak Idola sekaligus sahabat baiknya Chris Cornell yang juga meninggal bunuh diri pada 18 Mei 2017 lalu. Dimana Chester sangat kehilangan sosok sahabatnya itu.
Di hari pemakaman, Chester melantunkan lagu Haleluya dengan khidmat. Bahkan, Chester juga sempat menuangkan isi hatinya pada akun sosial medianya tentang mimpinya. Chester memang sangat kehilangan Cornell. Bahkan, konon katanya, wujud dari kehilangannya akan sosok sahabat sejati, Chester sampai nekat bunuh diri di hari ulang tahun Chris Cornell (20 Juli).
Dear my idol Chester, Saya tidak tahu, apakah sekarang kamu bahagia di alam sana atau malah semakin tersiksa. Karena Sang Pencipta alam semesta tidak pernah mengizinkan umatnya mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Kenapa kamu tidak mengandalkan imanmu? Tuhanmu? Terlalu panjang curhatan ini jika saya tuliskan. Intinya, saya merasa sangat kehilangan kamu. Kehilangan sosok yang awalnya begitu menginspirasi saya. Tapi, cara mengakhiri hidupnya bukanlah cara yang pantas untuk ditiru.
Tidak! Karena, kepergianmu banyak meninggalkan luka. Luka bagi orang-orang terkasihmu. Istri tercintamu yang begitu terpukul atas kehilangan soulmate-nya. Sampai-sampai dia menuliskan bait demi bait untuk ungkapkan hatinya. Ya, sama halnya ketika kamu menuliskan bait demi bait ungkapan hatimu atas kehilangan sahabatmu, Chris Cornell. (Tulisan ini dikirim oleh Baroezy)