Momentum Penambahan Kursi Pimpinan DPR Tidak Tepat

Ilustrasi ruang sidang paripurna DPR.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Munculnya usulan penambahan kursi pimpinan di DPR sangat jelas sarat kepentingan penguasa. Bukan murni untuk menyelamatkan kepentingan lembaga. Sebab, akhir-akhir ini DPR sering bikin ulah. Contohnya ribut masalah hak angket yang sampai sekarang tidak ada titik temu permasalahan. Kemudian kinerja DPR yang jauh sekali dari pencapaian prolegnas, tentu ini tidak masuk akal.

Memang masa jabatan DPR sebentar lagi berakhir. Sebagai lembaga tertinggi, DPR harus menunjukkan kualitas kerja bukan dari segi kuantitas anggota. Sampai saat ini jumlah anggota DPR sudah membludak dan pemborosan terhadap anggaran negara. Yang harus dicapai adalah kuantitas produk perundang-undangan dan produk yang dihasilkan harus tepat sasaran dan menyentuh kepentingan masyarakat. Bukan bagi-bagi kursi dengan elite-elite partai politik yang berkuasa.

Penambahan jumlah kursi pimpinan di DPR bukan prioritas utama pekerjaan rumah DPR dalam proses legislasi. Wacana ini harus dikesampingkan karena sebentar lagi Pilkada dan Pilpres sudah di depan mata. DPR jangan mengambil momentum bagi-bagi kursi saat ini untuk kepentingan sesaat. Nanti kita lihat fraksi yang paling getol menginginkan wacana ini, tentu fraksi-fraksi yang punya kepentingan dekat pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Jika Badan Legislasi DPR menyetujui usulan ini, otomatis akan mencoreng arang di dahi DPR itu sendiri. Hal ini tentunya mengundang protes dari berbagai kalangan. Niat penambahan jumlah kursi pimpinan DPR menandakan inkonsistensi terhadap lembaga. Argumen pihak yang pro terhadap penambahan jumlah kursi pimpinan di parlemen tidak mendasar dan terkesan tersirat.

Tentu akan ada pemborosan biaya politik, timbulnya konflik elite di dalam tubuh lembaga itu sendiri, terciptanya peluang bagi pihak-pihak yang punya hasrat dan keinginan untuk berkuasa dan minim kontribusi kepada rakyat untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin di parlemen itu sendiri. Jika wacana ini diterima, tidak akan menyelesaikan masalah. Justru nilai demokrasi akan mengalami penggerusan dan luntur di mata publik. (Tulisan ini dikirim oleh Ikhwan Arif, Jakarta)