Komunikasimu Membentuk Kepribadianmu
VIVA.co.id – Dalam buku Psikologi Komunikasi yang ditulis oleh Jalaludin Rakhmat, ia menceritakan pada tahun 1970, seorang ibu berusia 50 tahun melarikan diri dari rumahnya setelah bertengkar dengan suaminya yang berusia 70 tahun. Ia membawa anaknya gadis berusia 13 tahun. Mereka datang meminta bantuan pada petugas kesejahteraan sosial. Akan tetapi, petugas melihat hal aneh pada anak gadis yang dibawanya itu. Perilakunya tidak menunjukkan anak yang normal.
Tubuhnya bungkuk, kurus kering, kotor, dan menyedihkan. Setiap saat ia tidak henti-hentinya meludah. Tidak satu saat pun terdengar bicara. Petugas mengira gadis ini telah dianiaya ibunya. Polisi dipanggil dan kedua orang tuanya harus berurusan dengan pengadilan. Pada hari sidang, ayah gadis itu membunuh dirinya dengan pistol. Ia meninggalkan catatan, “Dunia tidak akan pernah mengerti”.
Mungkin ia benar. Dunia tidak akan mengerti. Bagaimana mungkin seorang ayah dapat membenci anaknya begitu sangat. Penyelidikan kemudian mengungkapkan bahwa Genie, demikian nama samaran gadis tersebut, melewati masa kecilnya di neraka yang dibuat ayahnya sendiri. Sejak kecil, ayahnya mengikat Genie dalam sebuah tempat duduk yang ketat. Sepanjang hari ia tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya. Malam hari ia ditempatkan dalam semacam kurungan besi. Seringkali ia kelaparan.
Akan tetapi, kalau Genie menangis, ayahnya memukulinya. Si ayah tidak pernah bicara. Si ibu terlalu buta untuk mengurusnya. Kakak laki-laki Genie-lah yang berusaha memberi makan dan minum. Itu pun sesuai dengan perintah ayahnya. Harus dilakukan diam-diam, tanpa mengeluarkan suara. Genie tidak pernah mendengar orang bercakap-cakap. Kakak dan ibunya sering mengobrol dengan berbisik, karena takut pada ayahnya.
Ketika Genie masuk rumah sakit, ia tidak diketahui apakah dapat berbicara atau mengerti pembicaraan orang. Ia membisu. Kepandaiannya tidak berbeda dengan anak yang berusia satu tahun. Dia mungkin tidak akan pernah mengerti. Akan tetapi, ditemukannya Genie telah mengundang rasa ingin tahu para psikolog, linguis, neurologi, dan mereka yang mempelajari perkembangan otak manusia. Genie adalah contoh yang langka tentang seorang anak manusia yang sejak kecil hampir tidak pernah memeroleh kesempatan berkomunikasi.
Dari cerita ini kita mengetahui bahwa penting sekali komunikasi sebagai bentuk interaksi suatu inividu dengan individu lainnya. Genie sedari kecil tidak pernah diajarkan komunikasi oleh kedua orang tuanya. Bahkan tidak sekalipun Genie mendengarkan komunikasi orang lain karena ia selalu dikurung oleh bapaknya. Genie menjadi penting buat kita untuk menunjukkan dua hal.
Pertama, komunikasi amat esensial bagi pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924). Kedua, komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
Komunikasi yang baik akan membawa kita kepada hal-hal yang baik pula. Terlebih ketika kita melakukan komunikasi dengan lingkungan sekitar. Semua yang kita lakukan tentunya akan berbalik terhadap diri kita sendiri. Berkomunikasi yang baik agar kepribadian kita juga ikut baik.
Kita sadari bersama bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi, setidaknya kita harus selalu mencoba untuk menjadi manusia yang baik walaupun belum sempurna agar orang-orang yang ada di lingkungan sekitar kita bisa melakukan hal-hal baik seperti yang kita lakukan. Dengan menjaga lisan agar selalu berkomunikasi baik ataupun bertutur kata baik setidaknya membawa kita kepada ketenangan dalam upaya menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
***
Membentuk kepribadian yang baik bukanlah hal yang mudah. Semua aspek dalam kepribadian kita harus terkontrol dengan baik terutama komunikasi. Komunikasi antar individu ini menjadi penting ketika kita saling menyampaikan pesan dengan baik dan enak untuk didengar. Sehingga penyampaian pesan pun bisa diterima dengan baik oleh orang lain. Komunikasi antar manusia yang baik sehingga membuat kepribadian kita menjadi baik tentunya harus mempunyai hubungan terbina melalui tahap-tahap.
Kebanyakan hubungan, mungkin semua, berkembang melalui tahap-tahap (Knapp, 1984; Wood 1982). Kita tidak menjadi kawan akrab segera setelah pertemuan terjadi. Kita menumbuhkan keakraban secara bertahap, melalui serangkaian langkah atau tahap. Dan hal yang sama barang kali berlaku pula untuk kebanyakan hubungan yang lainnya.
Joseph A. DeVito di dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi antar Manusia”, menjelaskan ada lima model tahapan yang bisa digunakan dalam sebuah hubungan. Kelima tahap ini adalah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan pemutusan.
Pada tahap pertama, kita membuat kontak. Ada beberapa macam persepsi alat indera. Melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Menurut beberapa periset, selama tahap inilah dalam empat menit pertama interaksi awal untuk memutuskan apakah kita ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak.
Tahap keduanya itu adalah tahap keterlibatan. Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh. Ketika kita mengikatkan diri untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.
Ketiga tahap keakraban. Kita mengikat diri kita lebih jauh pada seseorang. Kita mungkin membina hubungan primer dimana orang ini menjadi sahabat baik atau kekasih kita. Komitmen ini dapat mempunyai berbagai bentuk, seperti perkawinan, membantu orang itu, atau mengungkapkan rahasia terbesar kita.
Tahap keempat adalah perusakan. Dua tahap selanjutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan di antara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan kita mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang kita pikirkan sebelumnya.
Tahap kelima yaitu pemutusan. Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian.
Terus berusahalah untuk senantiasa berkomunikasi dengan baik serta lemah lembut kepada sesama. Kita akan selalu berada di tahap satu sampai tahap tiga jika komunikasi kita baik dan terjaga. Jika komunikasi kita buruk, bukan tidak mungkin kita akan berada di tahap keempat dan kelima. Tapi sepertinya itu bisa kita antisipasi dengan cara selalu berkata lemah lembut tanpa menyakiti perasaan orang lain. (Tulisan ini dikirim oleh Suhenda, Serang, Banten)