Dekapan Kasihmu yang Selalu Menghangatkanku
- Pexels/Unsplash
VIVA.co.id – Mentari yang semakin meninggi, waktu yang berdentang, jarum jam yang menunjukkan waktu, dan detakan detik demi detik yang menghantarkan cahaya menerangi hingga senja mendekap. Meski waktu masih menunjukkan baru pukul delapan pagi, namun cahayanya tak menghentikan aktivitas yang dilakukannya sejak subuh tadi.
Seorang wanita paruh baya kelahiran Ambon yang biasa aku panggil ibu. Seorang wanita berusia 55 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tak pernah lelah berjuang demi kebahagiaan keluarga. Ibuku adalah sosok wanita yang mempunyai sifat rajin dan sungguh telaten. Lika-liku perjalanan yang ibuku jalani, membuatnya tumbuh menjadi seorang wanita yang selalu mensyukuri arti kehidupan yang sebenarnya.
Sejak kecil ibu sudah terbiasa menjalani kehidupannya dengan mandiri. Kehidupan di sebuah kampung membuat ibu belajar banyak hal. Terlebih untuk mendapatkan makanan, ibu harus berjalan dengan waktu yang cukup lama. Ia harus mengelilingi hutan hanya untuk mendapatkan hasil tumbuh-tumbuhan agar bisa dinikmati bersama keluarga.
Hal itulah yang membuat ibu menerapkan masa kecilnya dulu pada buah hatinya kini. Agar kami menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Sikap ibuku mempertemukannya dengan seorang pria tampan yang sangat bertanggung jawab dan mandiri. Seperti buah yang tak jauh dari pohonnya, ibu dikaruniai empat buah hati dan selalu ditanamkan sikap seperti yang ibu miliki.
Tiap saat ibu mendoakanku dengan suara lembut dan dengan penuh hati. Itulah yang membuat langkahku mudah dalam berjalan meraih masa depan yang gemilang. Walau terkadang ibu memanggilku dengan suara tinggi dan raut wajah yang galak, namun itu berarti bahwa ia amat sayang padaku.
Kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku semangat menghadapi dunia yang penuh dengan perjuangan. Ibuku mengajarkanku untuk melayani sesama dengan penuh sukacita, bukan mengharapkan dilayani untuk mendapatkan suatu hal. Ibu adalah segalanya bagiku dan keluargaku. Kasih sayang ibuku mengalir bagaikan air yang tak pernah berhenti dan tak akan binasa. (Tulisan ini dikirim oleh Eva Saiyaa)