Kisah Kakek Tua Penjual Pisang Keliling

Pak Musstofa, penjual pisang keliling.
Sumber :

VIVA.co.id – Di tengah hujan yang membasahi tubuh, serta di bawah terik panasnya matahari, bapak yang dikenal dengan nama Mustofa mencari nafkah dalam kesehariannya dengan mendorong gerobak yang berisikan dagangan pisang. Tidak pernah berubah profesi Pak Mus, panggilan Mustofa, yang selalu semangat mencari nafkah untuk membiayai kelima orang anaknya yang sedang menjalani masa-masa pendidikan.

Dalam kesehariannya, Pak Mus selalu berjalan berkeliling menjajakkan pisangnya. Dengan usia yang sudah menginjak 68 tahun, Pak Mus selalu sabar dan tabah menghadapi kerasnya kehidupan. Dengan rambut yang sudah memutihi seluruh kepala, dan kulit yang nampaknya terlihat keriput, tidak sama sekali terpikirkan olehnya untuk bersantai di usia senjanya. Karena tanggungan hidupnya yang masih amat sangat berat.

Dua belas tahun ditinggal oleh istrinya, kini Pak Mus selalu merangkap menjadi bapak serta ibu dari kelima anaknya. Mungkin berat untuk Pak Mus membiarkan anak-anaknya untuk memilih jalan sendiri-sendiri. Pak Mus selalu tersenyum setiap kali ia sampai di rumah petakan yang ia tempati. Sering terucap dari bibir bapak kelima anak ini, “Tua atau muda, bagiku sama saja. Masih harus bisa berpikir layaknya seorang lelaki yang kuat. Kuat dalam segala hal,” ucapnya lirih.

Lama sudah Pak Mus menjalani usaha yang terlihat sebelah mata ini. Namun, di situlah ia selalu mendapat pujian dari para tetangga serta pembelinya. Seorang pria tua yang mampu menghidupi lima orang anak dan bertanggung jawab membiayai anak-anaknya untuk dapat mengenyam bangku pendidikan yang lebih dari orang tuanya. Puluhan tahun Pak Mus berjualan pisang, tidaklah ia berniat mengganti gerobak yang sudah lama menemaninya berkeliling. Hujan dan panas sudah dirasa. Pahitnya penghasilan yang tidak menentu sudah dialami Pak Mustofa.

Pak Mustofa dikenal sebagai bapak tua yang ramah, santun, serta jujur. Ia tidak pernah mengeluh apapun yang ia dapati. Pagi hari selalu menjadi saksi kegigihannya untuk berjalan mencari nafkah. Dan sore pun selalu menjadi waktu penutupnya berjualan.

Tidak hanya pagi sampai sore, namun malam pun masih menuntutnya untuk bercakap kepada anak-anaknya. Kebiasaan yang selalu Pak Mus lakukan kepada lima orang anaknya, kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Bagaikan pohon yang selalu memberikan angin kepada orang yang singgah di bawahnya.

Pendapatan Pak Mus terbilang sangatlah rendah, dengan 80 ribu sampai 130 ribu rupiah per hari. Bersyukur adalah kunci yang ia jalani. Alhamdulillah Pak Mus sudah berhasil membuat anak-anaknya mengenyam bangku pendidikan.

Alya adalah anak pertamanya yang sudah menjadi seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bogor. Alya adalah anak perempuan Pak Mus yang menjadi orang kedua dalam menjaga adik-adiknya. Selain itu, Alya juga yang membantu perekonomian keluarga Pak Mus.

***

Bermodalkan kreativitas, kini Alya sudah membuka usaha online. Keuntungannya bisa dibilang melebihi pendapatan dari bapaknya. Alya selalu bekerja sama dengan  orang tuanya atas usaha yang dijalaninya. Faktor utama yang membuat Alya melakukan usaha ini adalah karena ingin membantu dan mengurangi beban yang dipikul oleh bapaknya. Serta menerapkan ilmu yang ia dapat dari pembelajarannya di universitas negeri di Bogor itu.

Alhamdulillah, adalah kata yang selalu diucapkan oleh Pak Mustofa. Karena ternyata tidak sia-sia perjuangannya untuk kelima orang anaknya. Alya sudah mampu memberikan uang saku untuk adik-adiknya yang masih terbilang kecil.

Usaha yang dijalani oleh Alya adalah membuat keripik pisang cokelat yang memiliki pendapatan 300 sampai 450 ribu rupiah per harinya. Namun, Alya belum bangga, karena pengorbanannya belum ada apa-apanya dibanding dengan apa yang telah dilakukan oleh bapaknya. “Bapak memiliki semangat tinggi untuk menghidupi saya dan adik-adik,” ujarnya.

Sanak saudara Pak Mustofa sangat kurang memperhatikan kelima anaknya. Mereka tidak memiliki rasa untuk memperlakukan anak-anak Pak Mus layaknya saudara. Mungkin inilah perihnya hidup. Sudah jatuh, tertimpa pula kayu. Cuma semangat yang mendampingi Pak Mus untuk tidak menyerah dalam menghidupi anak-anaknya.

Jikalah nanti kaki sudah tak kuat untuk melangkah dan tangan yang tak lagi mampu untuk mendorong beban usahanya, Pak Mus selalu mengatakan kepada anak-anaknya untuk tidak menyerah begitu saja. Lawan dan yakinlah bahwa hidup itu harus dijalankan bukan hanya dipikirkan.

Dan tidak lepas dari doa, ia selalu meminta kepada yang Maha Kuasa untuk memberikannya kekuatan. Mustofa juga sering mengajari anaknya untuk selalu hidup berbagi kepada orang yang lebih membutuhkan. Agar kelak anak-anaknya bisa menjalani hidup yang tak penuh kemewahan. (Tulisan ini dikirim oleh Azhar Achirul Muchlis, mahasiswa Universitas Nasional, Jakarta)