Sosok Pengusaha Muda yang Tak Kenal Menyerah

Fajar, yang sukses dengan usaha milkshake-nya.
Sumber :

VIVA.co.id – Usia muda adalah usia yang cukup matang untuk seseorang memulai usaha. Baik itu usaha di bidang makanan, minuman, properti, maupun usaha yang menawarkan jasa- jasa seperti pijat, salon, dan lain-lain. Sebagaimana kita ketahui, usia produktif manusia adalah saat berusia 15 tahun sampai 64 tahun. Usia tersebut merupakan yang cukup matang untuk bekerja.

Fajar Murdianto, pemuda kelahiran Jakarta ini adalah sosok pemuda yang cukup telaten dalam menekuni usaha di bidang minuman. Khususnya susu kocok atau lebih banyak dikenal orang dengan nama milkshake. Milkshake merupakan perpaduan antara krimer dan susu bubuk dengan berbagai varian rasa. Red velvet, coklat, oreo, greentea, thai tea, dan pisang adalah varian rasa yang banyak diminati di pasaran. Milkshake dalam kemasan botol memberikan kemudahan dan kepraktisan dalam menikmatinya.

Fajar merupakan mahasiswa lulusan jurusan broadcasting di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Lulus dengan IPK yang tinggi, sekitar 3.64 tidak lantas membuatnya bangga dan bermalas-malasan. Semua itu menjadi motivasi untuk memulai kehidupan yang sebenarnya di dunia kerja.

Setelah  wisuda, beberapa hari kemudian dia berinisiatif untuk melamar di perusahaan yang bergerak di bidang editing, videografi, dan fotografi. Setelah menunggu sekitar beberapa hari, akhirnya dia interview dan langsung diterima untuk bekerja di perusahaan itu. Namun, bekerja seperti itu tidaklah mudah dan membutuhkan banyak tenaga untuk berkeliling menuju tempat konsumen yang ingin memakai jasanya. Serta butuh lebih banyak inspirasi untuk menghasilkan hasil editing menarik dan bisa memuaskan konsumen.

Setelah memasuki beberapa bulan bekerja. dia  sudah mulai tidak betah dan tidak tahan dengan tekanan perusahaan. Akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan itu dan memulai usaha. “Saat itu usia saya masih 22 tahun. Saya merasa jenuh dengan pekerjaan itu. Saya tidak betah dan ingin berhenti saja,” ujar Fajar. Memutuskan untuk berhenti kemudian ia mencoba terjun ke bisnis kedai yang saat itu sedang booming di kalangan anak  muda sebagai tempat nongkrong ataupun sekadar tempat ngobrol.

Dengan bermodalkan 10 juta rupiah, ia memberanikan diri untuk terjun ke bisnis kedai tersebut. Dia mendapatkan modal tersebut dari hasil tabungan selama bekerja sebagai editor dan sebagiannya lagi di dapatkan dari hasil pinjaman dari kakaknya.

Awal memulai usaha kedai tidak ada ada halangan yang dihadapi. Dari segi menu makanan hingga menu minuman semua dapat diciptakan dari hasil pemikirannya serta sedikit ide dari temannya. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, usaha kedai ini berjalan lancar bahkan dapat menghasilkan omset hingga 3 juta rupiah dalam sebulan saja.

Memasuki bulan kelima, dia merasakan kedainya mulai sepi pengunjung. Pernah suatu ketika, saat itu jam menunjukkan pukul 3 sore. Fajar bergegas menuju ke kedai untuk menyiapkan dan membukanya. Setelah sampai dan selesai membereskan semuanya, kemudian dia membuka kedainya tersebut. Tak terasa hampir 6 jam ia menunggu pengunjung datang untuk sekadar nongkrong di tempatnya. Namun, pembeli tak kunjung datang juga.

“Saat itu waktu menunjukkan hampir jam 10 malam. Saya merasa lelah karena tidak ada seorang pengunjung pun yang datang,” ujar Fajar. Karena sudah jenuh menunggu dan sepi pengunjung, kemudian dia memutuskan menutup kedainya dan bergegas pulang ke rumah dan membukanya lagi esok hari.

Keesokan harinya saat matahari sedang tinggi dan teriknya, dia berangkat menuju ke kedai berinisiatif untuk membuka kedai lebih awal dari jam buka sebelumnya. Seusai buka kembali, dia pun menunggu pembeli datang. Namun, nasib berkata lain, kedainya kembali sepi tanpa seorang pengunjung yang datang. Pulanglah ia dengan tangan kosong hari ini. Keesokan malamnya, rutinitas tersebut kembali dilakukannya.

Cuaca sedang hujan dengan lebatnya, kilatan-kilatan petir menyambar memecah suasana keheningan malam. Hanya segelas kopi penghalau ngantuk sekaligus peneman sepi di malam itu. Seperti biasa, tak seorangpun yang datang mengunjungi kedainya. Raut wajahnya pun terlihat sedih dan lesu karena tak sepeser pun uang yang didapatkan.

Untuk menutupi kekosongan kas  dan menutupi ongkos belanja kebutuhan makanan di kedainya, akhirnya dia memutuskan untuk gulung tikar. Dan menjual semua peralatan serta bahan-bahan makanan dan minuman kepada orang lain. Tak lama kemudian, hutangnya  mulai membengkak karena menutupi kas serta ongkos setiap hari untuk berangkat menuju kedai.

Setelah jatuh dalam keterpurukan, dia mencoba bangkit lagi merintis usaha yang awalnya hanya untuk sekadar menutupi hutangnya. Dengan sedikit sisa uang hasil penjualan kedai, kembali ia memberanikan diri terjun ke dunia bisnis online menjual milkshake racikannya. Lewat sosial media yang sedang marak sekarang, seperti instagram, youtube, twitter, facebook, dan sosial media lainnya dia mempromosikan dagangan milkshakenya.

Siapa sangka, memang rezeki sedang berpihak kepada Fajar. Banyak tanggapan positif dari netizen yang membangun semangatnya untuk benar-benar menjual milkshake racikan dirinya. Awalnya, dia hanya mendapatkan sekitar 10 pesanan saja setiap minggunya dalam beberapa bulan. Tapi lama-kelamaan pesanan mulai bertambah dan bertambah. Hingga setiap hari ia bisa memproduksi hampir 70 sampai 100 botol. “Rasa yang banyak dipesan konsumen saya kebanyakan adalah coklat, oreo, dan greentea karena menurut konsumennya rasanya terasa sangat segar bila diminum dalam keadaan dingin,” ujar Fajar.

Tak hanya seputaran Jabodetabek saja pengiriman yang dia lakukan, tetapi sampai mencapai hampir seluruh Indonesia. “Konsumen saya mulai dari anak sekolah, anak kuliahan, karyawan, bahkan saat itu pernah ibu-ibu usia lanjut memesan milkshake saya. Katanya,  enak sih coklatnya berasa banget,” ujar Fajar dengan nada sedikit tertawa mengingat omongan orang tua tersebut.

Pasaran milkshake produksi Fajar ini sudah hampir meliputi seluruh Indonesia. “Pernah suatu ketika ada seorang anak kuliahan yang memesan sampai 200 bubuk milkshake. Kebetulan saya membuka reseller untuk dijual kembali dan ia meminta untuk dikirim ke Aceh. Saya cuma bisa kaget waktu itu, dan pastinya bersyukur ketika dapat pesanan sebanyak itu dalam waktu sehari saja,” tambah cowok dengan perawakan tinggi ini.

Walau masih berbisnis melalui media online, omset yang dia dapat setiap bulannya cukup besar mencapai hampir 5 juta rupiah. Yang sedikit disisihkan untuk modal serta membayar hutang kedainya saat bangkrut dulu. “Saya pasti akan melebarkan sayap usaha saya ini dengan kembali membuka kedai khusus yang menjual produksi milkshake ini, guna merambah pasaran di seputaran kampus,” tambah Fajar.

Namun, siapa sangka lewat tekad besar untuk bangkit akhirnya dia meraih sukses sekaligus dapat menyelesaikan hutangnya dalam waktu singkat.  Ternyata semua usaha keras dan perjuangan tidak akan sia-sia bila ditekuni dengan sungguh-sungguh tanpa harus mengharap keuntungan besar di awal. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, demikian pepatah mengatakan.

Bila kita jatuh kita harus bangkit. Bila kita kembali terjatuh jadikanlah itu sebagai sebuah batu loncatan untuk menapaki kesuksesan yang ingin kita raih. Percayalah, semua usaha, kerja keras, dan pengorbanan tentu tak akan mengkhianati. (Tulisan ini dikirim oleh Nicodimus Novianto, mahasiswa Universitas Nasional, Jakarta)