Ada Ibu dalam Setiap Langkahku
- U-Report
VIVA.co.id – Hari masih gelap, sang fajar pun belum terbit dari ufuknya. Seorang wanita paruh baya sudah terbangun untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Ia adalah ibuku. Ibu yang sangat berharga bagiku. Wanita yang kini sudah menginjak kepala empat ini, setiap harinya menyiapkan makanan untuk ayah, kakak, adik dan diriku.
Selain menyiapkan makanan, ibu juga mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci dan memasak. Sedangkan aku membantu beliau menyapu, mengepel, dan menyetrika pakaian. Terkadang diriku sedih jika melihat ibuku yang sudah lanjut usia ini tetapi masih kuat menjalani pekerjaan yang membuat dirinya lelah.
Beliau yang sudah berambut putih ini tidak pernah patah semangat menjalani hari-harinya. Walaupun ibu pernah mengeluh karena badannya yang sakit. Tetapi ia kelihatan tegar dalam melakukan rutinitas yang ia kerjakan setiap harinya.
“Walau ibu lelah sekalipun, ibu tidak pernah memperlihatkan rasa lelah ini kepada kalian. Ibu ingin kalian belajar dari keseharian ibu. Walau berat kalian tidak boleh patah semangat. Teruslah menuntut ilmu walaupun lelah sekalipun. Ingat masa depan kalian. Jika kalian menyerah, maka masa depan yang cerah tidak akan menghampiri,” ujar beliau dengan sedikit senyuman.
Jika aku berangkat kuliah dan adikku berangkat ke sekolah, ibuku pasti meluangkan waktunya untuk beristirahat. Untuk melepaskan letihnya karena kemungkinan tenaganya sudah terkuras untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Jika aku pulang kuliah lebih cepat, siangnya aku membantu ibuku menyapu dan mengepel. Walaupun aku hanya membantu seadanya, tapi diriku berharap ini bisa meringankan sedikit beban dirinya.
Ketika sore hari menghampiri, diriku bergegas berangkat ke pasar untuk membeli kebutuhan esok hari untuk keluargaku. Kadang diriku membeli sayur-sayuran beserta ayam maupun daging untuk dimasak dan dimakan esok hari oleh keluargaku. Dan saat pulang dari pasar, aku menyempatkan membeli kue pukis di pinggir jalan untuk dimakan oleh ibuku. Dikarenakan ibuku sangat menyukai makanan tersebut. Walau terlihat sederhana, tapi setiap kali aku membeli kue tersebut seakan diriku telah membuat ia bahagia.
Malam pun tiba, ibuku bersiap-siap menyiapkan makanan untuk ayah, kakak, aku dan adikku. Setelah selesai makan malam kami berkumpul untuk berbincang ataupun menonton televisi. Terkadang menceritakan keseharian kita secara berurutan dari mulai adikku hingga kakakku. Ibuku selalu pergi tidur lebih cepat daripada diriku. Mungkin karena rasa lelah yang ia rasakan.
Ibu adalah segala-galanya bagiku. Tanpa ibuku, aku tidak akan bisa seperti sekarang ini. Seorang wanita tangguh yang Tuhan berikan untukku. Yang selalu menyayangiku sepanjang hidupnya. Terima kasih ibuku tercinta. (Tulisan ini dikirim oleh Bhisma Cahyaning Putra, mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta)