Jualan Siomay demi Wujudkan Mimpi Anak

Pak Udin yang sedang berjualan siomay.
Sumber :

VIVA.co.id – Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anak-anaknya menjadi penyemangat bagi Pak Udin untuk mewujudkan cita-cita anaknya menjadi seorang jurnalis. Tak mengenal apa pekerjaan yang ia lakoni dan tak peduli berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sekolah anaknya tersebut.

Sejak 2012, anaknya mulai duduk di bangku perkuliahan. Bermodalkan berjualan siomay dengan berkeliling setiap hari, ia mampu memasok kebutuhan biaya yang harus dibayarnya. Mulai dari biaya perkuliahan di kampus hingga uang kos.

Pak Udin adalah seorang pedagang siomay yang bertempat tinggal di kota Depok, tepatnya di Kecamatan Cilodong. Umurnya yang sudah lebih dari setengah abad tak mengahalangi niat baik untuk menyekolahkan anaknya. Dia tak pernah bosan menjalankan rutinitas yang sudah lama dilakoni sejak kecil. Mulai dari membuat siomay sebelum matahari terbit, sampai kembali ke rumah dari menjajakan dagangannya ketika matahari tenggelam.

“Begitulah rutinitas yang saya kerjakan setiap hari. Walau pekerjaan saya hanya dilihat sebelah mata oleh orang lain, tetapi demi keinginan anak saya mewujudkan cita-citanya menjadi seorang jurnalis, saya rela melakukan pekerjaan ini demi anak saya tercinta,” ucapnya dengan sedikit senyum di wajahnya.

Bapak beranak dua ini tak ingin nasib anaknya berakhir seperti dirinya, yang harus putus sekolah sejak Sekolah Dasar hanya karena keterbatasan dana. Ia memang dilahirkan dari keluarga miskin. Yaitu pasangan pedagang siomay dan pedagang kue, Mirzan (alm) dan Asih (almh). Semua pekerjaan pernah ia lakoni untuk menutupi biaya hidupnya. Mulai dari menjadi pedagang siomay, tukang panggul di pasar, hingga menjadi kuli bangunan.

Jika siomay dagangannya ini habis terjual, keuntungan yang ia terima pun tidak semua untuknya. Ia harus membayar utang kepada tetangganya, demi menutupi pembayaran kuliah anaknya yang ingin menjadi jurnalis.

Pekerjaan yang dilakoninya sebagai pedagang siomay, tukang panggul di pasar, dan kuli bangunan, tidak membuat Pak Udin mempunyai banyak uang untuk menyekolahkan anaknya. Ia harus bekerja keras demi cita-cita anaknya, begitupun dengan kehidupan sehari-harinya.

Setiap matahari tenggelam, ia harus mengolah bahan yang ia beli di pasar untuk membuat siomay yang akan ia jual esok hari. Walau tidak semua bahan yang ia olah akan berhasil menjadi siomay dengan kualitas baik. Karena ia tidak ingin konsumen yang membeli dagangannya tidak puas dengan dagangan yang ia tawarkan.

Meskipun hanya seorang pedagang siomay, tetapi dia begitu mengerti akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Ia paham bahwa perkembangan dunia tidak dapat dipungkiri akan bertambah maju. Jika anak-anaknya tidak mengenyam pendidikan, maka mereka akan jauh tertinggal di belakang. Ini semua dilakukannya lantaran memang sudah kewajibannya sebagai orangtua untuk menyekolahkan anaknya.

Baginya, tidak gampang menjadi seorang pedagang siomay. Ia harus mampu memutar otak agar hasil dagangannya bisa mencukupi semua kebutuhan hidup. Meskipun hasil dagangannya jika dihitung terlihat banyak, tetapi sebenarnya keuntungan yang didapatkannya tak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.

Sosok beliau sangat menginspirasi saya. Dengan rutinitas yang sebegitu beratnya ia jalani, tetapi tidak pernah ia menyerah. Tidak pernah dia malu dengan pekerjaannya. Karena ia ingin melihat keinginan anaknya terwujud yaitu menjadi seorang jurnalis. (Tulisan ini dikirim oleh Bhisma Cahyaning Putra, mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta)