Panorama Eksotis di balik Legenda Gunung Tangkuban Perahu

Gunung Tangkuban Perahu.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Tepat dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah kemarin, suasana Lebaran masih hangat terasa di kampungku. Sanak saudara masih cukup ramai berkunjung ke rumahku, ditambah harum dari masakan ibu yang masih tercium dari kejauhan. Saat itu kami saling bertegur sapa dan saling menanyakan kabar karena cukup lama kami tidak berjumpa.

Adan adalah nama panggilan keluarga untukku. Beruntunglah aku, karena cukup banyak memiliki saudara yang hampir seumuran denganku. Di saat yang lainnya asyik menikmati hidangan yang telah ibu sajikan dan keponakan-keponakan kecilku sedang asyik bermain satu sama lain, aku dan keenam saudaraku berpamitan kepada ayah dan ibu untuk mengunjungi tempat wisata Gunung Tangkuban Perahu, Bandung, Jawa Barat.

Letak rumahku dengan Gunung Tangkuban Perahu tidak begitu jauh. Mungkin hanya berjarak kurang lebih 10 km atau sekitar 20 menit jika perjalanan lancar. Kegembiraan menyelimuti perasaan kami semua. Karena Lebaran kali ini kami sudah diperbolehkan berjalan-jalan sendiri menggunakan mobil tanpa didampingi ayah dan ibu. Kali ini yang mengemudikan mobil adalah kakakku, ia sudah sangat hafal jalan dibandingkan kami semua.

Saat perjalanan baru berjarak 2 km dari rumah, kemacetan panjang sudah terlihat. Dan itu membuat semangat kami semua cukup menurun. Ditambah cuaca siang hari yang cukup terik. Namun, mata kami dimanjakan dengan suasana sekitar kanan kiri terdapat hamparan kebun teh yang sangat luas dan pohon-pohon besar yang cukup rindang. Cukup banyak orang yang menepi hanya untuk menikmati suasana kebun teh sambil menikmati bekal yang dibawanya.

Satu jam telah berlalu dan kami pun belum juga sampai ke tempat tujuan. Kami berpikir kemacetan ini dikarenakan musim libur Lebaran semua orang banyak yang ingin mengunjungi Gunung Tangkuban Perahu dan Ciater. Karena jika ingin ke Gunung Tangkuban Perahu dari rumahku, maka tempat wisata pemandian air panas Ciater terlewati. Dan itu yang membuat kampungku ramai jika saat liburan tiba.

Sekitar dua jam lebih akhirnya kami sampai ke Gunung Tangkuban Perahu. Hawa dingin sudah menyelimuti kami semua. Untung saja matahari pada saat itu cukup bersinar sehingga kami tidak terlalu merasakan hawa dingin dari Gunung Tangkuban Perahu tersebut. Sesampainya di sana kami pun beristirahat dan melaksanakan salat zuhur terlebih dahulu.

Setelah selesai, kami pun bertanya kepada salah satu warga sekitar yang berjualan di sana tentang berapa jarak kawah Gunung Tangkuban Perahu dengan tempat kami berada. Warga tersebut pun menjawab sekitar 2 km untuk mencapai kawah Gunung Tangkuban Perahu ditambah jalan yang cukup menanjak untuk sampai di sana. Kami pun cukup kaget karena ini kali pertama kami semua berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu.

Kakakku pun berusaha menyemangati kami semua. Setelah semuanya mengumpulkan semangat kami pun menuju kawah Gunung Tangkuban Perahu. Saat itu sangat ramai orang yang mengunjungi Gunung Tangkuban Perahu. Cukup berdesakan kami berjalan menuju ke puncak. Walaupun sebenarnya di sana ada warga sekitar yang menyewakan jasa ojek untuk sampai ke puncak, namun kami tetap semangat untuk berjalan menuju kawah Gunung Tangkuban Perahu.

Setelah sekitar 20 menit akhirnya kami sampai ke puncak Gunung Tangkuban Perahu. Lelah dan letih sedang kami rasakan. Namun, karena pemandangan dari Gunung Tangkuban Perahu yang cukup indah, lelah dan letih kami pun hilang seketika. Cukup lama kami berjalan-jalan di sekitar Gunung Tangkuban Perahu. Hal yang paling indah adalah saat kami melihat pemandangan seluruh kota terlihat dari atas.

Hawa dingin makin terasa seiring bergesernya matahari dan menandakan sore hari akan tiba. Saat jam menuju pukul 16.30, kami sudah merasa cukup puas dan senang dapat berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu yang penuh dengan cerita legenda. Kami pun bergegas untuk kembali ke parkiran. Tak lupa kami istirahat dahulu sambil menunaikan salat asar sebelum pulang ke rumah.

Setelah semua selesai, tepat jam 17.30 kami keluar dari Gunung Tangkuban Perahu. Hawa dingin makin terasa masuk ke dalam mobil kami. Di tengah perjalanan pulang pun ternyata kami masih dihampiri kemacetan yang cukup panjang. Hal ini dikarenakan pukul 18.00 Gunung Tangkuban Perahu sudah mulai ditutup dan tidak menerima pengunjung lagi.

Tepat pukul 20.30 akhirnya kami pun sampai rumah dengan rasa lelah yang menyelimuti tubuh. Namun, tak luput dari rasa senang. Dan rasa penasaran kami sudah terbayar lunas dengan panorama eksotis yang dimiliki Gunung Tangkuban Perahu. (Tulisan ini dikirim oleh Salman Farisyi)