Rizal Ramli Tak Berhak Hentikan Reklamasi
Jumat, 29 Juli 2016 - 12:00 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta yang mengacu terhadap Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, pada tanggal 30 Juni 2016 yang lalu dihentikan oleh Menko Kemaritiman Rizal Ramli dengan alasan terdapat pelanggaran yang membahayakan masyarakat, pemerintah, dan nelayan.
Tentu saja keputusan Menteri Rizal Ramli tersebut menuai kontroversi. Karena sebelum keputusan itu dikeluarkan, Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Pemprov DKI Jakarta memoratorium reklamasi dan menghimbau kepada pengembang reklamasi agar melengkapi administrasi yang belum lengkap selama 3 bulan atau 120 hari.
Namun anehnya, di saat pengembang sedang membenahi administrasi yang diinginkan oleh Rizal Ramli tersebut, pengembang dibuat kaget ketika Rizal Ramli secara sepihak mengeluarkan pernyataan bahwa reklamasi dihentikan secara permanen. Tak sedikit yang bertanya dan heran dengan keputusan yang diambil oleh Rizal Ramli tersebut dan bahkan ada yang mengganggap Rizal Ramli bertugas di luar kewenangannya.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI yang menggagas untuk melanjutkan proyek tersebut pun akhirnya melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Juli 2016. Isi suratnya mempertanyakan keputusan Komite Gabungan yang menghentikan reklamasi Pulau G secara permanen. Tidak hanya itu, Ahok juga meminta Rizal Ramli untuk berani mengeluarkan surat penghentian reklamasi secara tertulis.
Melihat polemik reklamasi di atas, pakar hukum tata Negara, Mahfud MD di salah satu media massa mengatakan, bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli tidak memiliki wewenang untuk memutuskan nasib proyek reklamasi Teluk Jakarta. Apalagi sampai mengeluarkan keputusan membatalkan reklamasi, karena keputusan pembatalan berada sepenuhnya di tangan Presiden Jokowi.
Semoga saja masalah ini cepat selesai. Tidak ada pihak yang dirugikan baik pemerintah, nelayan, maupun pengembang. Karena, saya sebagai masyarakat Jakarta ingin melihat Jakarta menjadi sebuah kota yang maju, modern, dan tertata rapi. Terkait kondisi Teluk Jakarta, sampai saat ini saya melihat kondisinya memang tidak terawat dan bahkan sudah terkontaminasi limbah, jauh sebelum proyek reklamasi dilaksanakan. (Tulisan ini dikirim oleh Hamim Muhidin, Penjaringan, Jakarta Utara)
Tentu saja keputusan Menteri Rizal Ramli tersebut menuai kontroversi. Karena sebelum keputusan itu dikeluarkan, Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Pemprov DKI Jakarta memoratorium reklamasi dan menghimbau kepada pengembang reklamasi agar melengkapi administrasi yang belum lengkap selama 3 bulan atau 120 hari.
Namun anehnya, di saat pengembang sedang membenahi administrasi yang diinginkan oleh Rizal Ramli tersebut, pengembang dibuat kaget ketika Rizal Ramli secara sepihak mengeluarkan pernyataan bahwa reklamasi dihentikan secara permanen. Tak sedikit yang bertanya dan heran dengan keputusan yang diambil oleh Rizal Ramli tersebut dan bahkan ada yang mengganggap Rizal Ramli bertugas di luar kewenangannya.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI yang menggagas untuk melanjutkan proyek tersebut pun akhirnya melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Juli 2016. Isi suratnya mempertanyakan keputusan Komite Gabungan yang menghentikan reklamasi Pulau G secara permanen. Tidak hanya itu, Ahok juga meminta Rizal Ramli untuk berani mengeluarkan surat penghentian reklamasi secara tertulis.
Melihat polemik reklamasi di atas, pakar hukum tata Negara, Mahfud MD di salah satu media massa mengatakan, bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli tidak memiliki wewenang untuk memutuskan nasib proyek reklamasi Teluk Jakarta. Apalagi sampai mengeluarkan keputusan membatalkan reklamasi, karena keputusan pembatalan berada sepenuhnya di tangan Presiden Jokowi.
Semoga saja masalah ini cepat selesai. Tidak ada pihak yang dirugikan baik pemerintah, nelayan, maupun pengembang. Karena, saya sebagai masyarakat Jakarta ingin melihat Jakarta menjadi sebuah kota yang maju, modern, dan tertata rapi. Terkait kondisi Teluk Jakarta, sampai saat ini saya melihat kondisinya memang tidak terawat dan bahkan sudah terkontaminasi limbah, jauh sebelum proyek reklamasi dilaksanakan. (Tulisan ini dikirim oleh Hamim Muhidin, Penjaringan, Jakarta Utara)