Saya Anaknya Ibu

Ilustrasi kasih sayang ibu
Sumber :
  • http://jelajahtravkulindonesia.blogspot.co.id/

VIVA.co.id – Ibu
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur-gugur bersama reranting
Hanya mata air air matamu ibu yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran utangku padamu tak kuasa kubayar

Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkanku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila kasihmu ibarat samudera
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara, dan kembang laut semua bagiku

Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku.

Ibu, sosok wanita tangguh, tempat berteduh dan membasuh peluh, kata Abdur finalis komika SUCI 4. Orasi di pentas komedi yang mengundang Wah ketimbang Hah. Berarti apresiasi yang tinggi terhadap rakitan kata yang berirama dan menyentuh hati. Tulisan ini juga diawali dengan puisi yang begitu cantik serta menggertak hati dengan judul “Ibu” oleh D Zawawi Imron, sastrawan dan budayawan nasional yang berasal dari pulau garam yaitu Madura.

Pendapat Abdur dan Pak D sapaan akrab D Zawawi Imron merupakan opini yang universal. Setiap orang akan memiliki pendapat ataupun terlintas pandangan yang sama tentang ibu. Sosok ibu digambarkan begitu jelas bahwa wanita paling berjasa dan terhormat dalam hidup setiap orang. Terutama Pak D yang sampai menggerakkan tangannya menuahkan tinta dengan kata ibu dalam puisinya.

Istilah yang menarik untuk diangkat adalah kalimat yang sering dikatakan oleh pak D yaitu, “Saya anaknya ibu”, yang hampir di setiap event yang ia hadiri sebagai bintang tamu atau pembicaranya selalu muncul dan beliau pun akan menjelaskan istilah tersebut. Tindakan yang menunjukan begitu hormat, sayang, dan berartinya ibu dalam hidupnya.

Pada satu tahun yang lalu, di acara harlah UKK LPM Activita STAIN Pamekasan yang ke-17, Pak D menyampaikan, ”Power yang membuatnya mampu membentengi dirinya untuk berbuat yang salah menurut agama dan negara, adalah sebab saya sadar bahwa saya anaknya ibu”. Karena dia sadar segala tindakan dan aktivitasnya akan menjadi cermin masyarakat akan orang tuanya. Saat ia melakukan kesalahan, pasti akan membuat malu orang tuanya. Pertanyaannya adalah kenapa harus ibu?

Pertanyaan klasik untuk dijawab. Sosok ibu dalam keluarga sangatlah vital. Sebab, kesuksesan suami bisa melalui perantara istri yang tangguh di belakangnya, yang mampu memberikan dorongan positif. Di balik anak yang saleh pasti terdapat sentuhan sosok ibu yang selalu memiliki waktu lebih untuk mengawasi dan bertindak yang edukatif sebagai contoh sang anak untuk menjalani kehidupan ke depannya.

Habitual statement tentang ibu dari budayawan yang juga sering berkelana menghadiri undangan ke manca negara ini memiliki kaitan dengan negara yang terkenal dengan sebutan kincir angin. Benar, Belanda yang bisa mengingatkannya akan sosok ibu dalam kehidupan Pak D. Ia mengungkap dalam salah satu dialog budaya di gedung PKK tentang kaitan negara Belanda dengan sosok ibu baginya.

“Negara Belanda yang telah mengingatkan saya akan sesuatu. Kalian tahu itu apa? Selama satu bulan saya di Belanda membuat saya sadar bahwa saya anaknya ibu,” ungkap Pak D Zawawi Imron di tengah-tengah penyampaiannya dalam acara dialog budaya yang diselenggarakan oleh mahasiswa Yogyakarta asal Kabupaten Sumenep.

Cerita dari Pak D tersebut muncul saat ia menjelaskan tentang salah satu budaya Madura yang mulai hilang, yaitu tata krama (tingkah laku yang baik). Dengan mengingat bahwa anaknya ibu, ia bisa menahan diri untuk tidak bertingkah yang keluar dari garis kebenaran. Ia akan mampu memberikan tembok yang besar untuk dirinya, meski sebenarnya ia ingin juga melanggar, tapi kesadaran yang mencegahnya. Kejujuran yang diungkap oleh Pak D.

Sebenarnya, suara dari sosok kebanggaan Madura yang juga sebagai tokoh agama ini untuk mengingatkan dan mengembalikan kita ke garis yang lebih baik untuk dijalani. Melihat keadaan saat ini yang mulai kurang nyaman untuk dipandang oleh setiap orang, membuat sadar akan arti sesungguhnya dari kehidupan. Semua akan meneteskan air mata dan mengaku bersama Pak D bahwa, “Saya anaknya ibu”. (Tulisan ini dikirim oleh Syahid Mujtahidy, Pamekasan)